Ajari UMKM dengan Tangan Sendiri, Agar Mandiri dan Berdaya

Ajari UMKM dengan Tangan Sendiri, Agar Mandiri dan Berdaya

tribunwarta.com – Saya menyadari, menjadi pengusaha itu bukan lagi berarti mengisi pundi-pundi sendiri dan memakmurkan anggota tim. Lebih dari itu, ternyata sebagai pelaku UMKM, kita juga harus peduli pada pelaku UMKM lainnya.

Akhir tahun 2020, ketika pandemi masih merebak, saya justru sedang mencari jalan untuk melebarkan sayap pada usaha batik saya. Pada saat itu saya sengaja pulang dan tinggal di Yogyakarta untuk waktu yang cukup lama. Tujuan saya adalah mencari UMKM yang bergerak dalam bidang fashion, khususnya batik. Saya sengaja pilih Yogyakarta, selain merupakan kampung halaman orangtua, juga karena daerah ini adalah sentra batik.

Saya mencari para pengrajin batik, untuk ikut memasarkan produk mereka. Batik Yogyakarta sudah terkenal, paling tidak ke seluruh negeri ini. Pasti banyak produsen batik yang ada di Kota Gudeg ini.

Sebenarnya saya sudah tidak heran, pasti banyak produsen batik yang gulung tikar dihantam pandemi. Namun ketika melihat sendiri kondisinya, saya semakin miris. Banyak penjahit batik yang tidak bisa lagi berproduksi. Kalaupun masih, mereka tidak cukup pandai untuk memasarkannya. Padahal produknya bagus-bagus. Kemeja, daster, tunik, celana panjang, dan celana pendek. Banyak jenisnya.

Ya, kebanyakan dari mereka hanya bisa menjual produk-produknya secara langsung atau offline. Mereka mengeluh, di masa pandemi ini penjualan menurun drastis, bahkan sering tidak ada pembeli sama sekali. Wajar sih, karena pergerakan manusia saat itu sangat dibatasi. Tidak ada orang yang boleh plesiran, untuk mencegah penularan virus semakin luas. Jadi tidak ada orang yang berkunjung ke Yogya untuk membeli batik.

Saya gemas pada mereka. Sebab, mereka kebanyakan belum tahu cara berjualan online. Sayang sekali produk-produk bagus itu tidak terjual. Padahal, di mana-mana orang membutuhkan daster untuk beraktivitas di rumah selama pandemi.

Di sini, saya putar otak. Produk mereka potensial sekali untuk dijual. Di luar sana pun banyak konsumen yang membutuhkan. Saya geregetan. Hanya karena tidak mengerti cara berjualan online, mereka jadi tidak punya penghasilan. Akhirnya, saya punya misi, mempertemukan pengrajin batik ini dengan para konsumen. Caranya adalah dengan mengajari mereka berjualan online.

Mengajari UMKM Cara Berjualan Online

Setiap hari saya pergi ke luar rumah, mencari produsen-produsen batik yang bagus. Saya datangi workshop mereka satu per satu. Hampir semua wilayah Yogya saya ubek-ubek lewat internet, untuk mencari produsen batik.

Di daerah Wirobrajan ada satu produsen batik yang bagus. Sebelum pandemi, pemilik batik ini memasarkan batik-batik berkualitas tinggi ke sebuah butik terkenal di Jakarta. Namun, selama pandemi penjualannya menurun. Beruntung, pemilik tempat produksi batik ini sudah mengerti cara berjualan online. Saya jadi lebih mudah memasarkan batiknya.

Sayangnya, di antara banyaknya produsen batik yang saya datangi, hanya satu dua yang sudah menerapkan jualan online.

“Saya ndak ngerti cara kirimnya, Mbak.”

“Saya nggak sempat fotoin baju-bajunya e, Mbak.”

Begitu kata sebagian besar dari mereka. Saya nggak putus asa. Saya ajari mereka pelan-pelan, agar bisa menjual dengan cara online. Caranya adalah:

Ajarkan langkah-langkahnya

Kebanyakan dari produsen batik itu hanya bisa memproduksi batik, tapi tidak tahu langkah berjualan secara online. Saya ajarkan mereka langkah-langkahnya. Pertama, mereka harus memotret seluruh produk. Pakai ponsel pun bisa, asalkan di tempat yang terang.

Potret produk dengan latar belakang polos. Paling sederhananya, pasang saja kain polos di dinding, sebagai background untuk foto produk. Kalau tidak punya kain polos juga, cukup pakai dinding yang polos. Kalau punya hiasan seperti makrame, pot bunga, bahkan manekin, boleh digunakan, tapi kalau tidak, cukup gantung produk di gantungan pakaian di dinding, lalu potret.

Tunjukkan cara packing

Kebanyakan dari para produsen batik, terutama yang usianya sudah matang, belum tahu cara mengemas produk. Padahal ini hal sederhana, dan sangat penting. Nanti kalau ada orang beli, ya harus dibungkus dengan rapi dan kuat. Apalagi produknya mau dikirim. Jangan sampai bungkusnya rusak, karena produk bisa rusak atau malah hilang entah di mana dan tidak sampai ke tangan pembeli.

Saya mengajarkan mereka cara packing produk, termasuk memilih plastik packaging dan kertas pembungkus serta kertas untuk menuliskan nama dan alamat pembeli.

Tunjukkan tempat mengirim produk

PR belum selesai. Setelah bisa memotret produk dan membungkusnya, mereka dihadapkan pada kesulitan mengirimnya. Masalah utamanya adalah, mereka tidak tahu harus mengirim produk lewat mana. Saya sampai survey agen-agen kurir yang ada di sekitar mereka, dan menunjukkan tempatnya. Tujuan saya adalah agar mereka bisa datang sendiri ke agen itu untuk mengirimkan produk.

Saya juga memberitahu mereka, kalau pesanan banyak, kurirnya bisa dipanggil untuk menjemput produk-produk yang mau dikirim. Jadi Ibu/Bapak produsen cukup menelepon mereka agar mengambil produk itu ke tempat produksi.

Punya media sosial

Langkah selanjutnya, saya mengajari mereka untuk punya media sosial. Saya katakan bahwa media sosial itu ibarat etalase toko. Calon pembeli bisa melihat produk-produk yang ada, lewat media sosial.

Bentuk grup WA khusus reseller

Sebenarnya para produsen itu tadinya sudah memiliki pelanggan tetap. Namun, pada saat belum pandemi, para pelanggan tetap itu terbiasa mengambil produk pesanannya dengan langsung datang ke tempat produsen. Sekarang, saya mengajarkan para produsen itu membuat grup WA khusus reseller dan pembeli, agar lebih mudah menyediakan dan mengirim produk ke para pelanggan.

Upload produk setiap hari

Saya juga mengajarkan para produsen batik itu untuk upload produk setiap hari. Dengan demikian, para reseller atau pembeli eceran, tahu bahwa produsen itu punya produk baru. Produsen pun senang karena produknya bisa terjual lebih banyak.

Mengajarkan hal ini memang tidak semudah yang dibayangkan. Saya harus menemui mereka setiap hari dan mengajarkan sampai bisa. Dalam sehari, saya mencari dan mengajari 4 — 5 produsen. Kalau mereka sudah bisa, saya cari lagi produsen yang lain.

Kegiatan ini memang melelahkan, tapi menyenangkan. Ada sih, satu, dua atau tiga, empat produsen yang menyerah dan tidak mau bergerak ke ranah digital. Alasannya, rumit. Saya tidak bisa memaksa karena bergotong royong memajukan UMKM memang butuh waktu. Namun saya merasa puas ketika ada produsen yang tekun memelajari sampai bisa berjualan, dan mempraktikkannya.

Sekarang, saya sudah kembali berada di Jakarta. Berkat mengajarkan para produsen itu berjualan online, sampai sekarang mereka masih tetap bisa menjual produknya, meskipun sudah saya tinggal ke Jakarta.

Infomo, Iklan di Media Sosial Jadi Lebih Efektif dan Efisien

Pada acara Kompasianival 2022 hari ini, saya ikut menyimak talkshow dari Infomo. Infomo adalah platform yang mempertemukan pelaku UMKM dan konsumen, melalui iklan.

Kalau selama ini pihak pemilik UMKM mengiklankan produknya di sebuah portal website, misalnya, tentu biayanya akan membengkak. Sebab, dari UMKM harus melewati beberapa pihak terlebih dahulu untuk bisa mengiklankan produk.

Nah, di sinilah Infomo hadir. Infomo ibarat memangkas perjalanan panjang pelaku UMKM ketika akan mengiklankan produknya. Dengan demikian, produk bisa diiklankan dengan baik, dengan biaya yang lebih terjangkau, karena tidak melalui beberapa pihak terlebih dahulu.

Dengan Infomo, para pelaku UMKM yang memasang iklan di media sosial, bisa memantau. Media sosial mana yang iklannya paling efektif? Media sosial mana yang ternyata Cuma menghamburkan uang? Kalau pakai Infomo, semua itu bisa dipantau dan dikontrol.

Narasumber acara ini adalah George Papadopoulos (Infomo Global President & Chief Business Officer), Uki Utami (Infomo Indonesia Country Director), dan Leonard Theosabrata (Direktur Utama SMESCO Indonesia).

Selain memaparkan platformnya, Infomo juga mengadakan acara Flash Blogging Infomo. Ini juga merupakan salah satu kegiatan digital yang penting. Saya jadi punya ide, akan mengajarkan para pelaku UMKM untuk punya blog, dalam rangka memperluas jangkauan pasar.

Saya senang ada Infomo. Ini sangat menguntungkan pelaku UMKM dalam mempromosikan produk dan memperluas jangkauannya di jagat maya. Nanti saya akan ambil waktu lagi untuk ke Yogyakarta, untuk mengenalkan platform ini pada para pelaku UMKM.

Kalau mau tahu Infomo lebih lanjut, bisa buka https://www.infomo.com/id-home

Saya jadi ingat lagi ketika berjalan menyusuri kampung-kampung dan tempat berbelanja di Yogya. Tujuan saya untuk mengedukasi dan mengajari mereka lebih melek digital, terbayar lunas. Saya memang belum jadi pelaku usaha batik atau desainer batik sebesar Iwan Tirta atau Biyan Wanaatmadja. Namun, mengajari para pelaku UMKM di bidang batik untuk terjun di dunia digital, membuat saya merasa ikut andil dan berkontribusi pada mereka dan perekonomian negeri ini, meskipun belum seujung kuku.

Sudah saatnya para pelaku UMKM ini berjaya, melalui dunia digital. Sudah saatnya kita, anak negeri, yang menggerakkan perekonomian agar kehidupan cepat pulih kembali.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *