tribunwarta.com – Perusahaan equity crowdfunding milik Mardigu Wowiek, PT Santara Daya Inspiratama (Santara), baru saja kena semprit oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). OJK menegaskan bahwa Santara sudah dilarang menambah jumlah penerbit dan pemodal.
Dalam equity crowdfunding, yang dimaksud penerbit adalah pihak yang menjual saham langsung ke investor. Penerbit merupakan pelaku usaha berbadan hukum perseroan terbatas dengan modal disetor tidak lebih dari Rp 30 miliar dan kekayaan bersih kurang dari Rp 10 miliar (di luar tanah dan bangunan).
Sementara pemodal adalah pihak yang melakukan pembelian saham, dalam hal ini adalah investor seperti Anda yang tertarik menempatkan modal.
Sebelum memutuskan untuk berinvestasi di platform equity crowdfunding, maka pahamilah beberapa hal di bawah ini termasuk risikonya.
Konsep equity crowdfunding sejatinya sama seperti saham, dimana modal yang disetor investor akan menjadi ekuitas atau bagian dari kepemilikan. Investor yang membeli saham juga berhak atas dividen dari perusahaan.
Penyelenggara harus mendapat izin OJK, mereka akan bertindak sebagai penyedia sekaligus operator dari layanan urun dana ini.
Adapun proses investasinya adalah, penyelenggara akan memfasilitasi pendaftaran baik untuk penerbit atau pelaku usaha yang ingin diinvestasikan, juga kepada investor pada aplikasi atau platform yang bersangkutan.
Sejatinya, konsepnya memang mirip. Penyelenggara equity crowdfunding juga akan mengumumkan perusahaan-perusahaan yang akan listing, akan tetapi sejatinya sangat berbeda dengan initial public offering (IPO) di BEI.
Jika IPO merupakan kegiatan penawaran perdana saham ke khalayak umum melalui BEI, equity crowdfunding adalah platform yang mempertemukan investor dengan perusahaan.
Perusahaan-perusahaan di dalam platform equity crowdfunding tidak perlu mengubah statusnya dari perusahaan tertutup jadi terbuka, berbeda dengan perusahaan yang sudah melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI).
Jadi, proses pengambilan keputusan perusahaan yang melantai di equity crowdfunding tetap mengacu pada ketentuan UU Nomor 40 Tahun 2007.
Imbal hasil investasi equity crowdfunding memang cukup menjanjikan. Sebut saja, dalam setahun ada penerbit yang bisa membagikan dividen hingga empat kali.
Tapi, selalu ingat bahwasannya imbal hasil dan risiko berbanding lurus. Perusahaan-perusahaan penerbit ini bukanlah perusahaan berskala besar seperti yang melantai di BEI.
Tidak heran jika ditemukan beberapa kendala di lapangan seperti perusahaan yang konsisten untuk transparan soal update laporan keuangan ke investor, membayar dividen, dan lain sebagainya.
Tak jarang pula ditemukan komentar di media sosial seputar perusahaan penerbit yang tiba-tiba menghilang begitu saja, tanpa jejak dan merugikan investor.
Selain itu, patut diketahui juga bahwa likuiditas saham-saham di platform equity crowdfunding juga tidak setinggi perusahaan di BEI. Umumnya, Anda hanya bisa menjual saham perusahaan itu setelah memasuki holding period yang sudah ditetapkan.
Intinya, risiko investasi di equity crowdfunding memang cukup tinggi. Tak heran jika akhirnya OJK langsung memberikan peringatan ke Santara.