Travel  

Lebaran di Madinah, Para Pria Punya Cara Luar Biasa Merayakannya! Baca ini

Lebaran di Madinah, Para Pria Punya Cara Luar Biasa Merayakannya! Baca ini

tribunwarta.com – Lain di Indonesia, lain pula tradisi berlebaran di Arab Saudi. Negara para Nabi ini memiliki tradisi lebaran yang cukup sederhana. Persiapannya juga tak begitu panjang, seperti halnya persiapan berlebaran di tanah air. Jarang pula kita jumpai ada tradisi mudik dilakukan oleh masyarakat disini.

Memasuki penghujung bulan Ramadan, euforia menyambut datangnya Idul Fitri memang sudah terlihat disana-sini.

Mulai dari anak-anak hingga kaum dewasa terlihat bersukacita menyambut datangnya kemenangan. Di Indonesia, dari 10 hari sebelum lebaran sudah terlihat keramaian yang tak biasa.

Jalanan mulai dipadati kendaraan pemudik sampai mall-mall penuh sesak pengunjung. Euforia tersebut nyatanya juga dialami oleh masyarakat Arab Saudi. Tetapi ada yang berbeda disini, yakni tidak begitu populernya kebiasaan berbelanja pakaian atau perabotan baru menjelang lebaran.

Masyarakat disini terbiasa mempercantik tampilan rumah di hari-hari terakhir Ramadan. Mereka akan mulai membersihkan rumah dan menambahkan ornamen baru yang dapat membuat tampilannya jauh lebih cantik.

Sama halnya dengan di Indonesia, beberapa rumah juga sengaja dicat ulang bagian dindingnya. Sementara kaum adam sibuk dengan eksterior dan interior rumah, maka kaum hawa berbeda lagi.

Kebiasaan menyediakan jamuan di hari lebaran membuat para ibu turun ke dapur. Sehari sebelum lebaran, mereka akan mulai memasak makanan khas Arab Saudi, seperti nasi kebuli dan kari kambing.

Perayaan Idul Fitri diawali dengan salat eid di masjid-masjid besar. Kebanyakan warga memilih salat di Masjid Nabawi bersama keluarga.

Setelah selesai salat, para pria akan bersalaman satu sama lain sembari mencium pipi kiri kanan 3 kali. Ini merupakan kebiasaan orang Arab saat bertemu orang lain sebagai bentuk sapaan.

Usai bersalaman, satu per satu para jamaah akan meninggalkan masjid dan kembali ke rumah. Anak-anak yang sudah di rumah akan mulai antre di hadapan para orangtua. Mereka mulai prosesi minta maaf sebelum menyantap hidangan khas lebaran.

Pada saat ini, anak-anak juga diberikan kado yang telah dipersiapkan oleh orangtua. Tak hanya kado, adapula sebagian orang yang membagikan uang kepada anak-anak. Para bocah akan langsung membuka hadiah yang mereka terima untuk mengetahui isinya.

Di tengah keriuhan itulah para ibu mempersiapkan makanan yang sudah dimasak sehari sebelumya. Prosesi makan bersama segera dimulai dan anggota keluarga berkumpul bersama. Kehangatan dan hubungan kekeluargaan yang erat sangat terlihat di kota Madinah tatkala lebaran tiba.

Selain penyambutan yang hangat, masyarakat setempat juga berlomba-lomba menunjukkan kedermawanannya.

Penduduk asli akan membagikan kado kepada siapapun yang mereka jumpai, khususnya anak-anak. Mereka yang tak dikenal atau bertemu di jalan tak luput dari pemberian tersebut.

Pemilik toko juga secara gratis membagikan kado yang telah mereka persiapkan. Biasanya dimasukkan ke dalam sebuah tas bungkusan yang berisi permen dan mainan. Terlihat sekali betapa murah hati dan ramahnya para penduduk asli Madinah saat menyambut hari nan fitri.

Beruntunglah para pembeli yang datang ke toko mereka, karena para penjual akan sangat menunjukkan kedermawanan tersebut. Orang-orang juga tak segan untuk turun ke jalanan secara langsung guna memberikan bingkisan terbungkus indah dan rapi kepada orang lain.

Bentuk kedermawanan lainnya dari masyarakat Madinah adalah pembagian beras gratis oleh kaum adam. Tepat di hari lebaran, para pria akan membeli berkarung-karung beras serta bahan makanan pokok lainnya. Jumlahnya tentu saja sangat banyak, guna mencukupi kebutuhan hidup si penerima.

Disinilah uniknya, beras dan bahan makanan tersebut tidak diberikan secara terang-terangan. Tetapi kaum adam akan meletakkannya di depan rumah para fakir miskin secara acak. Para penerima takkan pernah tahu siapa pemberi bingkisan tersebut, karena dilakukan secara sembunya-sembunyi.

Hal tersebutlah rupanya yang membuat lebaran di Madinah jauh lebih berkesan. Pasalnya perayaan kemenangan tak sekedar dirasakan oleh mereka yang berpunya, tapi kaum papah sekalipun.

Di hari nan fitri tersebut, Allah mengulurkan kebaikannya lewat tangan-tangan saudara seiman yang sangat baik.

Berbagi tanpa harus menunjukkan diri mampu, tanpa ingin dipuji. Itulah yang selalu menjadi tuntunan hidup masyarakat kota Madinah hingga sekarang.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *