Google tengah diselidiki oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) atas dugaan pelanggaran yang dilakukan di Indonesia.
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mulai melakukan penyelidikan kepada Google beserta anak usahanya di Indonesia. Langkah ini dilakukan setelah adanya dugaan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat yang dilakukan oleh raksasa teknologi asal Amerika Serikat itu.
Sementara untuk penyelidikannya, KPPU mendasari dengan UU Nomor 5 Tahun 1999 terkait larangan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. KPPU menduga, Google telah melakukan penyalahgunaan posisi dominan, penjualan bersyarat, dan praktik diskriminasi dalam distribusi aplikasi secara digital di Indonesia.
Keputusan ini diambil berdasarkan hasil Rapat Komisi yang dilakukan pada 14 September 2022 untuk menindaklanjuti temuan yang ada. Lebih lanjut, temuan tersebut diperoleh dari hasil penelitian inisiatif yang dilakukan oleh pihak Sekretariat KPPU.
“Proses penyelidikan akan dilakukan selama 60 hari kerja ke depan, guna memperoleh bukti yang cukup, kejelasan, dan kelengkapan dugaan pelanggaran undang-undang,” ujar Mulyawan Ranamanggala, Direktur Ekonomi, Kedeputian, bidang Kajian dan Advokasi KPPU melalui siaran pers (16/9).
Mulyawan menambahkan, pihak KPPU juga telah melakukan penelitian yang berkaitan dengan Google selama beberapa bulan terakhir. Penelitian ini difokuskan pada kebijakan Google yang mewajibkan penggunaan Google Pay Billing (GPB) di berbagai aplikasi tertentu.
GPB sendiri merupakan metode transaksi pembelian produk dan layanan digital dalam aplikasi yang didistribusikan di Google Play Store. Atas penggunaan GPB tersebut, Google mengenakan tarif layanan kepada aplikasi sebesar 15-30 persen dari pembelian.
Berdasarkan kebijakan Google, pengembang aplikasi tidak diperbolehkan menggunakan alternatif pembayaran lain di GPB. Dengan kata lain, kebijakan yang diterapkan secara efektif pada 1 Juni 2022 itu mewajibkan aplikasi yang diunduh melalui layanan Google Play untuk menggunakan GPB sebagai metode transaksinya.
Penelitian KPPU mengungkap, Google Play Store menjadi platform distribusi aplikasi terbesar di Indonesia dengan pangsa pasar mencapai 93 persen. Meski terdapat platform lain yang turut mendistribusikan aplikasi (seperti Galaxy Store, Mi Store, ataupun Huawei App Gallery), namun bukan merupakan substitusi sempurna dari Google Play Store.
“Bagi pengembang atau developer aplikasi, Google Play Store sulit disubstitusi karena mayoritas pengguna atau konsumen di Indonesia mengunduh aplikasinya menggunakan Google Play Store,” tambah Mulyawan.
Lebih lanjut, pengembang aplikasi yang ada di Google Play Store juga disebut bakal mendapatkan sanksi apabila tidak mematuhi kewajiban yang menuntut pengembang melakukan transaksi melalui GPB. Sanksi ini berupa penghapusan aplikasi ataupun pelarangan update yang dapat membuat pengembang kehilangan konsumen mereka.
“Kewajiban ini ditemukan KPPU, sangat memberatkan pengembang aplikasi di Indonesia karena pengenaan tarif yang tinggi, yakni 15-30 persen dari harga konten digital yang dijual,” ungkap juru bicara KKPU tersebut.
Sebelum diterapkannya kebijakan GPB, pengembang aplikasi dapat menggunakan metode pembayaran lain dengan tariff di bawah 5 persen. Menurut KPPU, selain dapat mengakibatkan kenaikan biaya produksi dan harga, kewajiban ini juga mengakibatkan terganggunya user experience konsumen atau pengguna aplikasi.
Di samping itu, KPPU juga menduga adanya praktik penjualan bersyarat (tying) yang dilakukan Google untuk jasa dalam dua model bisnis berbeda, yakni mewajibkan pengembang untuk membeli secara bundling aplikasi Google Play Store dan Google Play Billing.
Menurut KPPU, untuk pembelian di aplikasi, Google hanya bekerja sama dengan salah satu penyedia payment gateway/system. Sementara itu, beberapa penyedia lain di Indonesia tidak memperoleh kesempatan yang sama dalam menegoisasikan metode pembiayaan tersebut.
“Berbeda dengan perlakuan yang ditujukan bagi digital content provider global, dimana Google membuka provider untuk kerja sama dengan payment system alternatif,” pungkas Mulyawan.
Artikel ini bersumber dari www.tek.id.