JawaPos.com – Sebuah studi baru mengenai aplikasi kencan online diungkap oleh Australian Institute of Criminology (AIC). Melalui penelitian terbarunya, AIC mengungkapkan tingginya tingkat kekerasan seksual mengintai kaum hawa yang menggunakan aplikasi kencan online atau dating apps.
Selain kekerasan seksual, para perempuan pengguna dating apps ini juga diintai bahaya penguntitan, penyerangan, dan berbagi gambar eksplisit yang tidak diinginkan. Untuk yang terakhir, belakangan kejahatan seksual tersebut dikenal sebagai revenge porn atau ancaman membagikan gambar porno seseorang.
AIC melakukan penelitian ini dengan survei terhadap 9.987 pengguna kencan online. Hasilnya, AIC menemukan bahwa tiga dari empat responden adalah korban dari beberapa bentuk kekerasan seksual online dalam lima tahun terakhir.
Sepertiga mengalami pelecehan secara langsung dari seseorang yang mereka temui di sebuah aplikasi, dengan 27 persen dari mereka melaporkan insiden kekerasan seksual atau pemaksaan, seperti meminum minuman keras, demikian dilansir via TheAge.
Di antara mereka yang diserang secara fisik, hampir 20 persen mengatakan bahwa mereka telah menjadi korban pelecehan kesehatan seksual. Para peneliti mengatakan angka-angka tersebut menunjukkan proporsi yang signifikan dari orang-orang di aplikasi yang terpapar kekerasan seksual online dan fisik.
“Ini sangat memprihatinkan mengingat dampak signifikan dan berpotensi jangka panjang yang terkait dengan pengalaman viktimisasi ini,” kata studi tersebut.
Dampak ini termasuk kesehatan dan kesejahteraan yang berpotensi memburuk, termasuk angka kepuasan hidup secara keseluruhan yang menurun, isolasi sosial dan harga diri yang menyusut serta peningkatan risiko kembali menjadi korban.
Di antara responden heteroseksual, 79 persen wanita melaporkan beberapa bentuk kekerasan online, dibandingkan dengan 61 persen pria lainnya. Tingkat kekerasan seksual melalui aplikasi kencan lebih tinggi di antara orang-orang LGBTQ+, dengan 87 persen wanita melaporkan pelecehan dan 79 persen pria.
Sebagian besar dari 71 responden non-biner juga menjadi korban. Pelecehan itu tidak terisolasi, pengguna mengatakan bahwa mereka mengalami kekerasan seksual secara online dan secara langsung beberapa kali dari pelaku yang berbeda.
Studi tersebut juga mengatakan aplikasi kencan harus memprioritaskan keamanan melalui proses pelaporan yang lebih mudah, verifikasi ID yang lebih ketat untuk melarang pelaku dan menyensor gambar eksplisit. Sejarah percakapan antarpengguna juga perlu disimpan oleh platform untuk membantu korban yang melaporkan pelecehan kepada pihak berwenang.
“Mempertimbangkan implikasi jangka panjang dan pendek bagi korban yang selamat setelah mengalami perilaku berbahaya ini, ada kebutuhan yang jelas untuk mengembangkan mekanisme untuk melindungi pengguna,” jelas studi tersebut.
Artikel ini bersumber dari www.jawapos.com.