Anak bisa menjadi trauma dan ketakutan melihat orang tuanya sendiri, bila pertengkaran dan kekerasan dalam rumah tangga disaksikan oleh anak
Palu (ANTARA) – Akademisi Universitas Islam Negeri (UIN) Datokarama Palu, Sulawesi Tengah, Prof Sagaf Pettalongi, M.Pd menyatakan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) berkontribusi memberikan pengaruh terhadap mental/psikologi anak dalam pertumbuhannya.
“Anak bisa menjadi trauma dan ketakutan melihat orang tuanya sendiri, bila pertengkaran dan kekerasan dalam rumah tangga disaksikan oleh anak,” katanya saat dihubungi dari Palu, Ahad, terkait dengan implementasi pencegahan kasus KDRT.
Berdasarkan data Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak (DP3A) Sulawesi Tengah, melalui sistem informasi daring perlindungan perempuan dan anak (Simfoni-PPA), DP3A Provinsi Sulteng juga menyebut pada periode Januari – November 2021 telah terjadi sebanyak 477 kasus kekerasan, terdiri atas 105 kasus laki-laki sebagai korban, dan 437 kasus perempuan sebagai korban.
DP3A Sulteng menyebutkan berdasarkan tempat kejadiannya, kekerasan terbanyak terjadi di rumah tangga sebanyak 301 kasus.
Menurut Sagaf data DP3A Sulteng menunjukkan bahwa KDRT masih sering terjadi, yang dipengaruhi oleh berbagai faktor utamanya faktor ekonomi.
Pakar Manajemen Pendidikan UIN Palu itu mengatakan KDRT cenderung membuat anak mudah depresi, tidak fokus atau hilang konsentrasi dan mengalami kesedihan yang berkepanjangan.
“Apabila anak itu adalah seorang pelajar, maka anak akan tidak konsentrasi dalam melaksanakan kegiatan – kegiatan atau tugas akademik. Hal ini berpengaruh terhadap emosional dan intelektual,” katanya.
Bahkan, kata dia, tidak sedikit dari pertengkaran atau kekerasan dalam rumah tangga, membuat anak menjadi korban atau pelampiasan dari kekerasan tersebut.
“Maka perlu ada langkah – langkah penguatan rumah tangga, seperti penguatan pendidikan pra-nikah, pendidikan parenting, dan pembangunan kualitas hidup rumah tangga yang diikutkan dengan pemberdayaan ekonomi,” katanya.
Di samping itu, kata Sagaf Pettalongi, pendidikan pra-nikah dapat menjadi satu solusi mencegah KDRT, di mana melalui penguatan pendidikan agama dengan tujuan membentuk karakter calon pengantin, sehingga mereka memiliki pengendalian diri.
Kepala Bidang Kualitas Hidup Perempuan dan Kualitas Keluarga DP3A Sulteng Irmawati Sahi (FOTO ANTARA/HO-Dok DP3A Sulteng)
Kepala Bidang Kualitas Hidup Perempuan dan Kualitas Keluarga DP3A Sulteng Irmawati Sahi menyatakan pihaknya menggencarkan program pendidikan parenting bagi orang untuk menjamin tumbuh kembang anak dengan baik.
Parenting, katanya, adalah cara bertindak sebagai orangtua terhadap anak-anaknya. Di mana mereka melakukan serangkaian usaha aktif, karena keluarga merupakan lingkungan kehidupan yang dikenal anak untuk pertama kalinya dan untuk seterusnya anak belajar di dalam kehidupan keluarga.
Karena itu, kata dia, keluarga merupakan salah satu pusat pendidikan yang memiliki khas tersendiri yang berbeda dengan lembaga pendidikan lainnya.
“Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang terkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan,” katanya.
“Di dalam keluarga, pendidikan bukan berjalan atas dasar ketentuan yang memang diformalkan, akan tetapi tumbuh dari kesadaran moral sejati antar orangtua dan anak,” demikian Irmawati Sahi.
Baca juga: DP3A Sulteng optimalkan program pembelajaran keluarga cegah KDRT
Baca juga: Polisi masih kumpulkan bukti lain KDRT yang libatkan pejabat di NTT
Baca juga: Dugaan KDRT Rizky Billar terhadap Lesti Kejora naik ke penyidikan
Baca juga: Pemerhati: Kondisi ekonomi yang sulit saat ini rentan picu KDRT
Pewarta: Muhammad Hajiji
Editor: Andi Jauhary
COPYRIGHT © ANTARA 2022
Artikel ini bersumber dari www.antaranews.com.