UMP Naik Maksimal 10% Disebut Jalan Tengah, Setuju Gak?

UMP Naik Maksimal 10% Disebut Jalan Tengah, Setuju Gak?

tribunwarta.com – Sejumlah ekonom berpandangan, kenaikan upah minimum provinsi (UMP) maksimal 10% yang ditetapkan pemerintah dinilai cukup moderat alias menjadi jalan tengah untuk menjaga daya beli masyarakat.Kepala Ekonom BCA David Sumual menjelaskan, pemerintah lewat Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 18/2022 maksimal 10%, dinilai sudah tepat untuk mempertahankan daya beli masyarakat.

“Paling tidak menjaga daya beli. Sesuai hitungan dari hitungan formula supaya tidak ada snowball effect,” jelas David kepada CNBC Indonesia, Senin (28/11/2022).Snowball effect yang dimaksud David misalnya karena upah yang terlalu tinggi, daya beli jadi lebih besar, sehingga demand atau konsumsi meningkat dan inflasi melonjak. Hal ini yang menurut dia harus dicegah.Namun, di satu sisi kenaikan upah memang harus dilakukan untuk menaikkan daya beli pekerja, di tengah tekanan inflasi yang saat ini pada tren yang tinggi. Per Oktober 2022, inflasi Indonesia tercatat mencapai 5,71% (year on year).”Kita harus menaikkan daya beli pekerja karena kemarin ada kenaikan BBM, kenaikan harga-harga yang diatur pemerintah lainnya juga naik,” jelas David.Dampak kenaikan UMP 10% di tahun 2023 ini, menurut David juga tidak akan terlalu besar pengaruhnya ke inflasi dan perekonomian nasional.”Saya pikir tambahan ke inflasi baru kita rasakan tahun depan. Jadi mungkin tambahannya cuma sekira 0,1% ke inflasi. Ke pertumbuhan ekonomi apalagi, paling hanya sekedar mempertahankan daya beli saja. Jadi, gak nambah ke pertumbuhan sebenarnya,” kata David lagi.Senada, Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics Finance (Indef) Ahmad Tauhid mengungkapkan, perhitungan inflasi terhadap kenaikan UMP 2023 memang sudah seharusnya dilakukan pemerintah.”Inflasi harus dimasukkan sebagai poin penting untuk menjaga daya beli. Dengan formula angka maksimum sebenarnya untuk membatasi kenaikan dari formulasi yang ada,” tuturnya.”Saya kira, itu masih relatif moderat ada maksimal 10%. Saya melihat tidak ada kekhawatiran bahwa dari konsumsi itu akan meningkatkan inflasi,” kata Tauhid lagi.Pasalnya, kata Tauhid persoalan inflasi yang dihadapi Indonesia saat ini, bukan karena dari sumber permintaan atau demand, tapi adalah karena permasalahan ketersediaan atau supply.”Inflasi kita kan persoalan supply. Pertama cabai, bawang merah, ini paling besar. Juga administered price, kenaikan harga BBM, cukai rokok, tiket pesawat, dan sebagainya,” jelas Tauhid.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *