tribunwarta.com – Perum Bulog hanya memiliki stok sebanyak 295.337 ton (59,76%) beras cadangan pemerintah (CBP) dan sebanyak 198.865 (40,24%) beras komersial. Jauh dari target pemerintah 1,2 juta ton di akhir tahun 2022.
Karena itu, pemerintah memutuskan menugaskan Bulog melakukan pengadaan beras dari luar negeri. Yang rencananya untuk pemasukan bulan Desember 2022 sebanyak 200 ribu ton.
Ketua Umum Asosiasi Bank Benih dan Teknologi Tani Indonesia (AB2TI) Dwi Andreas Santosa mengatakan, tingkat penyerapan Bulog tahun ini memang teramat rendah.
Padahal, lanjut dia, dari survei AB2TI, ada 4 bulan di mana harga jual petani lebih rendah dari harga pembelian pemerintah (HPP). Yaitu, Maret, April, dan Mei, di mana HPP berlaku adalah Rp8.300 per kg beras dan Rp4.200 per kg gabah kering panen (GKP).
“Di bulan Maret harga gabah kering panen itu sudah di bawah Rp 4.200. Rp 4.180 di bulan April, turun lagi Rp 4.156 bulan Mei, Rp 4.019 bulan Juni, bahkan drop ke Rp 3.944. Itu hasil survei AB2TI,” kata Dwi Andreas kepada CNBC Indonesia, Senin (12/12/2022).
“Lalu, bulan Juli melonjak tinggi ke Rp 4.783. Jadi setelah bulan Juli sudah tidak lagi bisa menyerap karena harga sudah tiba-tiba mengalami lonjakan yang sangat tinggi,” tambahnya.
Di saat bersamaan, kata dia, stok Bulog dari pengadaan dalam negeri hanya sekitar 1 juta ton. Seharusnya, kata dia, bisa lebih besar dari itu.
“Kalau dulu-dulu itu bisa di atas 2 juta ton. Tapi yang biasanya di beberapa tahun terakhir itu sudah di atas 1,5 juta ton, tapi tahun ini hanya 1 juta ton dari dalam negeri,” katanya.
“4 bulan berturut-turut dari bulan Maret-Juni itu harga di bawah HPP, kapasitas Bulog untuk menyerap,” imbuh dia.
Ketua Umum Persatuan Penggilingan padi dan Pengusaha Beras Indonesia (Perpadi) Sutarto Alimoeso menambahkan hal senada.
“Memang serapan Bulog tahun ini rendah. Nah itu yang harus dicari sebabnya. Salah satunya tentunya karena pemerintah. Di mana, Bulog sendiri kesulitan menyalurkan beras. Karena kalau dulu kan ada rastra/raskin (beras sejahtera/ beras miskin),” kata Sutarto.
Kemudian, lanjut dia, program Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) juga tak lagi melalui Bulog.
“Akibatnya Bulog kesulitan menyalurkan beras. Itu salah satu penyebab Bulog tak lagi menyerap seperti biasa. Nah, jadi seharusnya dia juga menghitung berapa yang harus dikeluarkan selama tahun 2022, sehingga dia harus tahu penyerapan berapa,” kata Sutarto.
“Dan, penyerapan itu penting tepat waktu, penyaluran juga tepat waktu. Dan, akhir tahun biasanya bukan untuk pengadaan tapi untuk penyaluran, pelepasan cadangan. Saat paceklik seharusnya tidak dipaksakan menyerap karena akan menaikkan harga,” kata Sutarto.
Dia berharap, pemerintah seharusnya sudah melakukan perhitungan dan evaluasi atas penyerapan Bulog di masa-masa panen. Untuk mengetahui kekuatan stok, sehingga bisa diputuskan harus impor atau tidak.
“Kalau situasinya seperti sekarang harga sudah terlanjur naik. Di saat produksi dalam negeri, pemerintah membeli, sehingga harga naik dan akan terus naik sampai awal Februari (2023. Jadi, impor saat ini sudah sangat terlambat,” pungkas Sutarto.