tribunwarta.com – Komisi XI DPR RI mengkritisi kebijakan pemerintah yang menetapkan tarif cukai hasil tembakau (CHT) tahun anggaran 2023 dan 2024 tanpa terlebih dahulu melalui persetujuan para anggota dewan.
Wakil Ketua Komisi XI Dolfie berujar, keputusan itu bertentangan dengan prinsip hubungan kesetaraan hak penganggaran atau budgeting. Karena itu, seharusnya penetapan CHT itu kata dia harus dikonsultasikan sebelum adanya kesepakatan UU APBN 2023 yang telah ditetapkan pada November 2022.
“Itu yang jadi pertanyaan kami kapan persetujuan dari komisi XI terkait kenaikan tarif itu apa ada perbedaan persetujuan itu diberikan sebelum RUU APBN dengan saat APBN sudah jadi UU,” kata Dolfie saat rapat kerja dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani di Komisi XI DPR, Jakarta, Senin (12/12/2022)
Para anggota Komisi XI pun turut mengkritisi kebijakan itu. Oleh sebab itu mereka meminta supaya pemerintah mau mempertimbangkan masukkan DPR dalam rapat konsultasi CHT hari ini agar tarif yang telah ditetapkan diubah sesuai kepentingan masyarakat terutama untuk golongan sigaret kretek tangan (SKT).
Anggota Komisi XI dari Fraksi PDI Perjuangan Andreas Eddy Susetyo misalnya yang mengatakan tarif CHT itu telah membuat para pekerja di dalamnya merasa terancam keberlangsungan pekerjaannya, karena memang daya beli masyarakat tengah sulit dan belum adanya roadmap yang memberi peluang kerja baru bagi mereka.
Menurut Andreas untuk golongan SKT III penyerapan tenaga kerjanya paling tinggi 98 ribu dan mayoritas dari mereka adalah wanita. Karena itu, dia meminta Sri Mulyani untuk meninjau ulang besaran kenaikan tarif CHT ini.
“Jadi kalau dipukul rata kenaikannya 5% ini kan berat bu, dan ini ibu-ibu semua, mereka itu bukan hanya untuk pekerjanya tapi UKM di sekitar pabrik banyak sekali,” ujar Andreas.
“Karena dengan otomatisasi 1 mesin bisa menggantikan 45.000 tenaga kerja. Sekarang ini jadi kalau insentifnya tidak besar pilihan rasional pelaku usaha ya otomatisasi,” kata dia.
Anggota Komisi XI dari Fraksi Partai Golkar, Mukhamad Misbakhun bahkan sampai meminta pemerintah merevisi besaran tarif CHT khusus SKT. Menurutnya, kenaikan CHT yang paling rasional saat ini untuk SKT di tengah kondisi ekonomi yang belum membaik adalah sebesar 2% saja.
“Tolong direview ulang tarif SKT kalau bisa, kalau saya inginnya cuma 2%, simplifikasi harus diatur ulang jangan hanya kita mengandalkan pada empat pemain besar dan dibukanya cukai-cukai objek baru mengenai minuman berpemanis, dan kemasan plastik,” tuturnya.
Demikian juga dengan Anggota Komisi XI dari Fraksi PKB Bertu Merlas yang menilai produk rokok dari Golongan SKT ini tembakaunya 100% berasal dari produksi petani tembakau dalam negeri. Dengan adanya kenaikan itu dia menganggap akan banyak berimplikasi juga kepada petani juga permintaannya turun gara-gara tarifnya naik hingga 5%.
“Dan kita tadi nampak total TKDN nya 96% dari tabel yang ibu sampaikan, saya mohon kepada kita semua bahwa kenaikan rata-rata maksimal 5% mohon dipertimbangkan ulang,” ujarnya.