tribunwarta.com – Rusia berencana memangkas produksi minyak di awal 2023. Tak tanggung-tanggung, pemotongan akan mencapai 500.000-700.000 barel per hari tau sekitar 5-7%.
Bukan hanya itu, Moskow pun tak akan menjual minyak ke negara yang mendukung pembatasan harga minyak mentah Rusia. Hal ini ditegaskan Wakil Perdana Menteri Alexander Novak dalam sebuah wawancara dengan stasiun televisi akhir pekan, dikutip Senin (26/12/2022).
Ini merupakan tanggapan resmi Rusia terhadap pembatasan harga yang diluncurkan Barat sebagai sanksi baru serangan Rusia ke Ukraina. Uni Eropa (UE), G7, dan Australia memperkenalkan “hukuman” batas harga US$ 60 untuk minyak Rusia sejak 5 Desember.
Langkah itu ditujukan untuk membatasi aliran pendapatan Rusia seraya memastikan ekspor energi. Sebelumnya UE juga memberlakukan pembatasan carga gas.
“Kami akan melarang penjualan minyak dan produk minyak ke negara-negara yang bergabung dengan batas harga dan perusahaan yang menuntut kepatuhannya,” kutip Al-Jazeera memuat pernyataan Novak.
“Kami percaya bahwa dalam situasi saat ini, bahkan mungkin untuk mengambil risiko produksi yang lebih rendah daripada ‘dipandu’ oleh kebijakan batas harga,” tambahnya.
“Hari ini US$60, besok bisa apa saja, dan bergantung pada beberapa keputusan yang dibuat oleh negara-negara yang tidak bersahabat tidak dapat diterima oleh kami,” tambahnya.
Hal sama juga ditegaskan Menteri Keuangan Rusia, Anton Siluanov. Ia mengatakan Rusia akan mencari pasar baru dan solusi logistik meskipun harganya lebih mahal.
“Kami tidak akan menjual minyak di bawah kontrak yang akan menentukan batas harga yang ditawarkan oleh negara-negara Barat. Ini di luar pertanyaan,” kata Siluanov dalam sebuah wawancara dengan media Arab Saudi, Asharq News.
“Bagaimana ini akan mempengaruhi ekonomi, anggaran negara, dan volume produksi? Ya, kami harus membatasi produksi di suatu tempat,” tambahnya.
Rusia adalah produsen minyak terbesar ketiga di dunia. Gagasan pengurangan produksi minyak pertama kali disuarakan oleh Presiden Rusia Vladimir Putin pada 9 Desember.
Seperti diketahui saat ini sejumlah negara dunia mengalami krisis energi. Bukan hanya mahal tapi juga langka.
Hal itu mendorong kenaikan inflasi di sejumlah negara, khususnya Eropa. Krisis biaya hidup juga terjadi di sejumlah negara benua biru.