tribunwarta.com – Guru Besar Kriminologi Universitas Indonesia (UI) Adrianus Meliala mendorong agar Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) mengakomodir pernyataan korban tentang dampak kejahatan yang dilakukan pelaku.
Hal itu disampaikan Adrianus dalam diskusi daring bertajuk “Audit KUHAP: Pemulihan Korban Pihak Ketiga dalam Sistem Peradilan Pidana”, Kamis (22/12/2022).
“Saya berharap KUHAP itu memperkenalkan, memasukkan fase dalam pemeriksaan, khususnya tingkat penuntutan ya, kalau (tingkat) lidik sidik rasanya mungkin masih terlalu ‘pagi’ ya,” ujar Adrianus.
“Tingkat penuntutan persidangan, di mana korban itu diminta mengisi satu formulir yang kita sebut sebagai pernyataan tentang dampak kejahatan terhadap pada korban atau ‘victim impact statement‘,” imbuh dia.
Adrianus menambahkan, dampak itu perlu dipertimbangkan hakim dalam rangka pemberian sanksi kepada pelaku.
“Khususnya sanksi berupa kewajiban rehabilitasi dan reparasi oleh pelaku kepada korban,” ujar dia.
Adrianus mengatakan, pernyataan tertulis itu bisa ditambah dengan pemberian kesempatan kepada keluarga korban untuk mengutarakan secara langsung di persidangan perihal dampak kejahatan dari pelaku.
“KUHAP bisa akomodir ini, kan gampang untuk sekadar membuat satu formulir yang diisi. Tidak hanya sekadar ngomong soal apa yang terjadi pada dirinya,” kata Adrianus.
Diberitakan sebelumnya, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI telah menyetujui 39 Rancangan Undang-Undang (RUU) masuk dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2023.
Hal itu diketahui dalam rapat paripurna ke-13 Masa Persidangan Kedua Tahun Sidang 2022-2023 pada 15 Desember.
Salah satu RUU yang masuk daftar prolegnas prioritas adalah RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram “Kompas.com News Update”, caranya klik link , kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.