tribunwarta.com – Ketua Umum Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia (GPEI) Benny Soetrisno blak-blakan soal eksportir yang enggan membawa Devisa Hasil Ekspor (DHE) ke Indonesia dan cenderung lebih suka menyimpannya di luar negeri.
Hal ini menyebabkan kelangkaan dolar di Tanah Air. Alhasil, nilai tukar rupiah kurang bertenaga menghadapi tekanan dolar AS. Bahkan, Presiden Joko Widodo atau Jokowi sampai menugaskan Bank Indonesia (BI) mencari cara untuk membujuk eksportir membawa pulang dolarnya ke Tanah Air.
Sementara itu, Benny berargumen, kelangkaan instrumen dolar AS di pasar keuangan Indonesia terjadi karena kondisi pasar yang sangat sempit ditambah dengan persediaan dolar AS yang sangat sedikit.
“Jadi ini karena pasarnya kita masih kurang mendukung untuk berkembangnya instrumen-instrumen US dollar itu, jadi eksportir ya tetap larinya ke luar walaupun masuknya sih ke sini mungkin satu dua hari, diam, tapi kalau belum dipakai ya keluar lagi,” keluhnya kepada CNBC Indonesia, Senin (26/12/2022).
Dia menilai, kelang Belum lagi, lanjut Benny, dalam proses mencari pembiayaan dengan Dolar, terdapat syarat-syarat rumit yang harus dipenuhi sehingga membuat eksportir kesulitan mendapatkan dolar AS.
“Artinya kalau kita mau impor bahan baku atau mesin itu kan kita butuh Dolar ya, jadi kalau kita mencari pembiayaan di dolar pun juga tidak mudah dan syaratnya cukup sangat rumit,” lanjut Benny.
Oleh karena itu, dia berharap Indonesia dapat memberlakukan pilihan instrumen keuangan lainnya dalam transaksi perdagangan. Menurutnya, pemerintah dapat belajar dari Hongkong yang telah membolehkan penggunaan Letter of Credit (LC) sebagai jaminan untuk membeli bahan baku ke luar negeri. Pasalnya, sampai saat ini Indonesia masih menggunakan jaminan fisik dalam bertransaksi.
“Nah kalau pasarnya itu bisa memberikan satu hal yang lebih gampang, lebih mudah, harus benchmarking dengan di luar artinya sampai hari ini itu kan tidak ada back to back LC ya,” ujarnya.
“Saya kebetulan punya perusahaan di Hongkong, kalau saya menerima order dari satu negara yang lain, saya bisa menjaminkan LC itu jadi jaminan sehingga saya bisa memakai LC untuk membeli bahan baku. Sementara di dalam negeri kita belum mungkin hal itu, tetap jaminannya seperti jaminan fisik, kayak pegadaian aja,” pungkasnya.
Mengutip dari laman resmi OCBC NISP, LC atau letter of credit adalah teknik pembayaran perdagangan internasional yang bertujuan agar eksportir memperoleh langsung uang pembayaran dari importir tanpa menunggu konfirmasi dari negara pengimpor. Dalam hal ini, letter of credit adalah pembayaran yang diterima ketika barang dan berkas dokumen telah dikirim ke pemesan atau pengimpor.