tribunwarta.com – Rencana impor beras umum untuk mengisi Cadangan Beras Pemerintah (CBP) yang akan dilakukan Perum Bulog hingga 200 ribu ton terus menuai polemik dan ironi. Padahal empat bulan lalu Indonesia dianggap sebagai negara yang swasembada beras.
Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) dan Lembaga Penelitian Padi Internasional (IRRI) memberikan penghargaan kepada pemerintah Indonesia karena dianggap swasembada beras. Selama tiga tahun berturut-turut, sejak 2019 hingga 2021, Indonesia disebut bisa konsisten memproduksi beras sebanyak 31,3 juta ton.
Ketua Umum Persatuan Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras Indonesia (Perpadi) Sutarto Alimoeso mengatakan cadangan beras pemerintah semakin menipis, oleh karena itu Bulog berencana melakukan impor beras untuk mengisi CBP.
“Persoalannya kan pemerintah dihadapkan pada stok yang ada di Bulog kurang. Begitu kurang, akhirnya pemerintah memutuskan untuk impor, untuk cadangan,” kata Sutarto kepada CNBC Indonesia, Senin (12/12/2022).
Namun, menurut dia, langkah pemerintah untuk melakukan impor beras sekarang ini justru sangat terlambat. Sebab, harga beras saat ini sudah terlanjur meroket naik.
“Kalau impor sekarang itu sebenarnya sudah terlambat. Meskipun harusnya kalau memang betul-betul impor karena CBP kurang, ya sudah seharusnya segera didatangkan dan dikeluarkan sekarang untuk mengerem harga. Jangan sampai ini terus berlanjut atau harga akan naik terus sampai awal Februari,” ujar Sutarto.
Lanjutnya menekankan, “Kalau memang sudah diputuskan, misal karena stok kurang kemudian kita melakukan impor pada bulan Agustus, itu cadangan itu bisa langsung dilepas, untuk mengisi akhir tahun sampai dengan Januari atau awal Februari. Sehingga harga bisa direm. Kalau baru impor sekarang, menurut saya sudah sangat terlambat.”
Guru besar Institut Pertanian Bogor yang sekaligus menjabat sebagai Ketua Umum Asosiasi Bank Benih dan Teknologi Tani Indonesia, Dwi Andreas Santosa.
“Impor beras sekarang ini nggak ada fungsinya. Karena impor beras kalau untuk intervensi harga ketika harga naik tinggi. Lah, harganya sudah naik tinggi kan di Desember sampai dengan Januari, tapi beras impornya belum ada, bagaimana pemerintah bisa mengintervensi?” kata Dwi Andreas kepada CNBC Indonesia.
Dwi menegaskan bahwa situasi akan menjadi bahaya jika beras impor tersebut baru masuk pada akhir Januari atau awal Februari. Pasalnya, di bulan-bulan tersebut sudah mulai akan masuk kepada waktu panen raya. Dan dikhawatirkan akan membuat petani malah menjadi tercekik.
“Keputusan impor itu menyakitkan petani, dan keputusan impor nggak ada manfaatnya kalau diputuskan sekarang. Karena, (untuk impor sendiri) semua masih perlu proses, masih kontrak, masih harus melakukan perjanjian dengan pihak eksportirnya, kesepakatan harga, masih harus mencari logistik, pengapalan ke sini dan lain sebagainya. Baru bisa dikirim ke sini kan perlu waktu paling tidak 2-3 minggu, sampai Indonesia,” jelas Dwi.
“Nanti baru masuk akhir Januari atau Februari awal. Celaka lah petani kita. Itu justru akan menekan harga di tingkat usaha tani. Jadi petani ini selalu dirugikan dan wacana kayak impor-impor begini. Yang paling dirugikan siapa? petani,” tegasnya.
Sutarto maupun Dwi Andreas mengatakan bahwa tanpa impor pun cadangan ataupun harga beras di tingkat konsumen rumah tangga bisa diperkirakan aman.
Sesuai dengan perhitungan Badan Pusat Statistik (BPS), masih ada sekitar 1,7 juta ton kelebihan beras dari produksi sampai dengan akhir Desember 2022, hal ini tanpa menghitung stok untuk awal tahun.
“Kalau dihitung stok awal tahun seperti perhitungan Bapanas (Badan Pangan Nasional), itu malah lebih dari 6 juta ton. Nah ngapain lebih 6 juta ton harus impor, kan ga masuk akal,” ujar Dwi.
“Beras di tingkat masyarakat aman-aman saja,” tegasnya kemudian.
Jadi rencana impor beras ini lebih pada mengamankan stok beras cadangan pemerintah, yang selama ini selalu jadi alasan pemerintah mengimpor beras. Saat Bulog gagal menyerap beras petani karena persoalan harga, maka stok cadangan beras pemerintah makin menipis, sehingga cara yang paling mudah adalah mengimpor beras.
Berdasarkan rapat koordinasi terbatas (Rakortas), telah diputuskan agar Bulog mendatangkan beras impor sebanyak 200 ribu ton di bulan Desember 2022. Untuk menambah cadangan atau stok di Bulog. Angka itu tidak sampai setengah dari izin yang dikeluarkan Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan yang sebanyak 500 ribu ton.
Hingga Rabu (7/12/2022), stok beras di Bulog tercatat sebanyak 295.337 ton (59,76%) beras cadangan pemerintah (CBP) dan sebanyak 198.865 (40,24%) beras komersial.