tribunwarta.com – Kementerian Ketenagakerjaan ( Kemnaker ) menyosialisasikan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ( Perppu ) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (Ciptaker) kepada kalangan media.
Hal itu terkait pentingnya memahami Perppu Ciptaker ini secara utuh, untuk menghindari terjadinya kesalahpahaman.
“Akhir-akhir ini banyak sekali berita tak benar dan hoaks, akibat tak memahami Perppu secara utuh. Dalam Perppu 2/2022 ini, ketentuan mengenai substansi ketenagakerjaan terdapat dalam Bab IV,” ujar Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial (PHI dan Jamsos) Kemnaker Indah Anggoro Putri dalam jumpa pers secara daring, Jumat 6 Januari 2023.
Dirjen Indah Anggoro Putri mengatakan, tujuan penerbitan Perppu Ciptaker untuk menciptakan dan meningkatkan lapangan kerja sebagai upaya untuk dapat menyerap tenaga kerja Indonesia seluas-luasnya.
Perppu 2/2022 juga menjamin setiap warga negara memperoleh pekerjaan, serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja.
Menurut Indah Anggoro Putri, dengan terbitnya Perppu Ciptaker ini, maka mengubah, menghapus, dan menetapkan pengaturan baru terhadap beberapa ketentuan yang diatur sebelumnya dalam empat Undang-Undang (UU) di bidang ketenagakerjaan.
Keempat UU tersebut yakni UU 13/2003 tentang Ketenagakerjaan, UU 40/2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), UU 24/2011 tentang Badan Pelindungan Jaminan Sosial, dan UU 18/2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia.
“Pasal-pasal yang ada dalam Undang-Undang eksisting, sepanjang tak diubah dan dihapus oleh Perppu Ciptaker, maka pasal-pasal tersebut tetap berlaku,” katanya.
Selain ketentuan pasal-pasal yang diubah, Perppu Ciptaker juga memuat substansi ketenagakerjaan lainnya yang diatur dalam UU Cipta Kerja .
Misalnya seperti perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT), waktu kerja dan waktu istirahat, pemutusan hubungan kerja dan pesangon, jaminan kehilangan pekerjaan, dan lain-lain.
Indah Anggoro Putri menjelaskan pelaksanaan PKWT ada jangka waktunya dan tidak dapat dikontrak seumur hidup. Dalam Perppu ini, memang tak mengatur periode waktu PKWT, tapi mengamanatkan untuk diatur lebih lanjut dalam PP 35/2021.
Sebagaimana isi Perppu ini, ada dua jenis PKWT yakni berdasarkan jangka waktu, yang ditentukan oleh peraturan perundang-undangan, maksimal 5 tahun dan PKWT berdasarkan selesainya suatu pekerjaan tertentu.
“Jangka waktunya ditetapkan berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak dan dalam waktu PKWT tersebut, juga harus disebut ruang lingkup selesainya pekerjaan,” ujarnya.
Indah Anggoro Putri menambahkan sesuai Perppu 2/2022, PHK hanya dapat dilakukan bila perusahaan telah memberitahukan terlebih dahulu kepada pekerja/buruh dan pekerja/buruh memberikan persetujuan atas PHK tersebut.
“Bila terjadi perselisihan PHK, diselesaikan melalui mekanisme penyelesaian perselisihan hubungan industrial sebagaimana diatur dalam UU 2/2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial,” ujarnya.
Ditegaskan, Perppu 2/2022 juga tetap mengatur uang pesangon, uang penghargaan masa kerja, dan uang penggantian hak.
“Adapaun besarannya untuk masing-masing alasan PHK diatur lebih lanjut dalam PP 35/2021,” ujarnya.
Indah berpendapat dengan berlakunya Perppu 2/2022 ini dan diundangkan pada 30 Desember 2022 lalu, maka UU Ciptaker ini dicabut dan dinyatakan tak berlaku.
” Kemnaker memohon sahabat-sahabat media untuk terus mensupport tujuan mulia dari terbitnya Perppu ini, kemudian memberitakan hal-hal yang benar, bukan memberitakan hal-hal yang belum tentu benar atau mungkin salah,” ujarnya.
Sementara itu, Kepala Biro Humas Chairul Fadhly Harahap menyebutkan, digelarnya sosialiasi Perppu dengan media ini sebagai upaya Kemnaker untuk mengkonkretkan pemahaman dan pengertian di masyarakat.
“Terpenting adalah pemberlakukan Perppu ini, maka otomatis UU Ciptaker tak berlaku lagi. Sehingga pemahaman, interpretasi atau khayalan di luar konteks yang diatur dalam Perppu , kita hindari;” kata Chairul.
Menyoal upah, ujar dia, hal itu telah dibahas konkret, dan diatur kembali dalam turunannya melalui PP pengganti PP 35/2021 untuk pembahasan alih daya dan PP 36/2021 tentang upah.
Sementara yang tak terkait substansi, seperti struktur skala upah, terminologi disabilitas upah, waktu istirahat, dan jaminan kehilangan pekerjaan.
“Di luar itu, isu yang berkembang ke hoax tentang PKWT, waktu istirahat, cuti melahirkan, pesangon dan PHK, telah dijelaskan secara gamblang oleh Bu Dirjen, untuk lebih mengkonkretkan pemahaman dan pengertian kita tentang Perppu ,” ujarnya.***