KPK Sebut 300.000 Lebih Pejabat Wajib Lapor LHKPN, Ini Instansi Paling Rawan Korupsi

KPK Sebut 300.000 Lebih Pejabat Wajib Lapor LHKPN, Ini Instansi Paling Rawan Korupsi

tribunwarta.com – Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK ) Alexander Marwata mengungkapkan bahwa pihaknya telah melakukan pemetaan terhadap risiko terhadap instansi negara yang pejabatnya rawan terjerat tindak pidana korupsi.

Menurut Alex, mitigasi terhadap risiko dugaan korupsi tersebut dilakukan KPK dengan melakukan pengecekan terhadap Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara ( LHKPN ) para pejabat di instansi tersebut.

“Kita petakan risiko-risiko instansi pemerintah yang tingkat korupsinya tinggi, kemudian kita lihat dari laporan LHKPN para pejabatnya, enggak semua kemudian kita periksa,” ujar Alex saat ditemui di Kompleks Gelora Bung Karno (GBK), Senayan, Jakarta, Minggu (11/12/2022).

“Ada 300.000 lebih penyelenggara pejabat negara yang wajib lapor, tapi di antara 300.000 lebih itu kita petakan instansi mana sih yang paling rawan,” ucapnya melanjutkan.

Alex menyatakan, aparat penegak hukum merupakan instansi yang rawan terjadi tindak pidana korupsi berdasarkan data yang diperoleh KPK.

Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak dan Ditjen Bea dan Cukai serta Kementerian Badan Pertanahan Nasional (BPN) turut masuk menjadi instansi yang rawan korupsi.

“Aparat penegak hukum, Ditjen Pajak, Ditjen Bea Cukai, BPN itu rawan pungli,” papar Alex.

Tak hanya instansi pemerintah, KPK juga telah memetakan sejumlah daerah yang pejabatnya rawan terjerat tindak pidana rasuah.

Menurut mantan Hakim Ad-Hoc Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat itu, korupsi rawan terjadi di daerah yang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)-nya besar.

“Kalau provinsi, pejabat mana yang paling rawan, provinsi yang anggarannya gede dong, Provinsi DKI Jakarta, ya anggarannya kan Rp 80 triliun, APBD-nya,” kata Alex.

“Kita dorong itu, tolong dong liatin LHKPN-nya, minta laporan ke perbankan kalau yang bersangkutan melampirkan surat kuasa,” ucap dia.

Menurut Alex, jika pejabat yang telah wajib lapor tidak juga memberikan surat kuasa kepada KPK untuk melihat transaksinya di perbankan, maka pihaknya akan melaporkan pejabat tersebut kepada atasan langsungnya.

Sebab, jika laporan LHKPN tidak diklarifikasi dengan transaksi di perbankan maka penyampaian LHKPN tersebut dianggap tidak lengkap.

“Kalau yang bersangkutan tidak melaporkan surat kuasa (ke KPK), kita laporkan ke atasan langsungnya, bahwa LHKPN yang bersangkutan kita nyatakan belum lengkap dengan kategorinya belum lapor,” tegas Alex.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram “Kompas.com News Update”, caranya klik link , kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *