tribunwarta.com – Perum Bulog akan mengimpor beras sebanyak 200 ribu ton sebelum akhir 2022 setelah pemerintah mengizinkan impor 500 ribu ton. Kebijakan ini terjadi saat ada laporan kementerian pertanian bahwa produksi beras Indonesia surplus.
Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) mengatakan ini merupakan angka produktivitas paling tinggi beras.
“Ini merupakan produktivitas paling tinggi selama Indonesia ada, tanya BPS,” kata Mentan SYL saat ditemui di Kompleks Parlemen, Rabu (7/12/2022).
Syahrul Yasin menjelaskan namun dinamika yang terjadi memang harus diperhatikan, tidak hanya bisa melihat angka produktivitas dan ketersediaan. “Keterjangkauan harus menjadi bagian,” kata SYL.
“Oleh karena itu tidak ada yang kita singgung. Yang kita singgung terus melakukan kolaborasi mendorong Bulog menyelesaikan harga yang ada HPP-nya sesuai dengan cost yang ada sehingga serapan beras itu jangan hanya di pedagang tapi negara juga,” katanya.
Sementara Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo menjelaskan impor 200 ribu ton disiapkan untuk mengisi stok Bulog.
“Kita nggak mau cerita soal yang lain, karena itu dibutuhkan untuk kondisi luar biasa untuk intervensi harga,” kata Arief dalam kesempatan yang sama.
Arief menjelaskan Bulog harus tetap punya cadangan beras, untuk situasi yang di luar rencana seperti bencana alam, banjir hingga gempa. Selain itu dia juga menjelaskan dari pandangan nya Bapanas ingin Bulog punya ketersediaan beras.
“Kalau buat saya di Badan Pangan ketersediaan itu nomor 1, lebih baik ambil lokal tapi kalau hari ini panen lihat produksi 3 juta konsumsi 5 juta. jadi hari ini kan gak bisa. masa mau ambil stok konsumsi yang ada di masyarakat,” kata Arief.
Selain itu Arief menjelaskan dari proyeksinya ketersediaan beras nasional sampai akhir tahun itu mencapai 1,7 juta ton, namun banyak posisi beras ini berada di masyarakat.
Kepala Badan Pusat Statistik Margo Yuwono juga memaparkan proyeksi surplus beras RI di 2022 ini mencapai 1,7 juta ton. Namun kebanyakan berada di rumah tangga, petani, pedagang, hingga penggilingan.
“Dari hasil survei saat panen raya hingga Akhir Juni, dari kondisi surplus itu ternyata padi dalam gabah kering itu 65% itu di rumah tangga Petani di pedagang 12,4% penggilingan 10% dan di Bulog 9%,” kata Margo.