tribunwarta.com – Peluang Indonesia untuk menjadi negara maju dan tidak terjebak pada negara berpendapatan menengah (middle income trap) masih terbuka lebar meskipun baru saja dihantam pandemi covid-19 dan ekonomi dunia tahun depan diramal akan memburuk.
“Kalau saya sih yakin ya karena kita sudah on the right track, walaupun ada pandemi covid-19,” ungkap Nufransa Wira Sakti, Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Pengawasan Pajak di sela-sela acara Annual International Forum on Economic Development and Public Policy (AIFED), Badung, Bali, Rabu (7/12/2022)
Pandemi covid-19 yang menghantam Indonesia sejak Maret 2020 membuat perekonomian jatuh ke jurang krisis. Akan tetapi, dalam waktu yang tidak terlalu lama, hal itu bisa dikendalikan oleh pemerintah dan mampu pulih sejak pertengahan 2021.
Kementerian Keuangan mencatat ekonomi Indonesia pada 2021 sudah 1,6% di atas posisi sebelum pandemi. Sementara pada 2022, hingga kuartal III, ekonomi berhasil mencapai level 6,6% di atas 2019.
“Saya rasa kita telah melewati masa yang terburuk dan kita tetap optimis dan waspada untuk menghadapi 2023,” jelasnya.
Tahun depan, Indonesia akan dihadapkan berbagai tekanan dari eksternal. Antara lain perang Rusia dan Ukraina yang tak berkesudahan mengakibatkan krisis pangan dan energi, lonjakan inflasi, pengetatan kebijakan moneter serta perubahan iklim (climate change).
Dalam memompa perekonomian ke depan, pemerintah sudah menyiapkan sederet reformasi struktural. Antara lain tertulis dalam Undang-undang (UU) Cipta Kerja, UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) dan UU Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD) dan dalam waktu dekat akan disahkan RUU Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (PPSK).
Selain itu, APBN dirancang untuk tetap ekspansif dengan defisit yang lebih terjaga yaitu di bawah 3% PDB. pembangunan infrastruktur yang sempat tertunda akan segera dikebut dalam waktu dekat. Menurut Nufransa hal tersebut akan memutar roda perekonomian sekalipun situasi dunia memburuk.
“Kita tetap optimis dan waspada untuk menghadapi 2023,” terangnya.
Abdurohman, Plt Kepala Pusat Kebijakan Ekonomi Makro, Badan Kebijakan Fiskal (BKF) menuturkan, Indonesia dikhawatirkan sulit untuk keluar dari middle income trap dan menjadi negara maju apabila tidak bisa mengelola bonus demografi denga benar.
Maka dari itu, sejak 10 tahun silam, sederet rencana disusun yang selanjutnya diimplementasikan pada era Presiden Joko Widodo (Jokowi). Adalah peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM), pembangunan infrastruktur serta hilirisasi industri.
“Kita mendorong potensi pertumbuhan jangka panjang sehingga bisa keluar dari middle income trap. Pada saat itu kita proyeksikan bisa di 2036, namun dengan estimasi ulang di 2045,” kata Abdurahman pada kesempatan yang sama.
Indonesia pada 20245, tepat pada 100 tahun usia kemerdekaannya, diproyeksikan akan mampu meraih visi Indonesia Emas. Saat itu Indonesia diperkirakan akan memiliki Produk Domestik Bruto (PDB) mencapai 9.100 miliar USD dan PDB per Kapita sebesar 21.000 – 27.000 USD.
AIFED merupakan kegiatan tahunan yang menggalang partisipasi akademisi, ekonom, profesional, dan pembuat kebijakan untuk membahas solusi konkret bagi masalah ekonomi dan sosial yang muncul di Indonesia.
Acara ini merupakan kerja sama antara Kementerian Keuangan dengan berbagai mitra seperti ADB, PROSPERA, dan GIZ.
Diskusi AIFED ke-11 selama dua hari pada 6 dan 7 Desember 2022 di Nusa Dua, Bali mengambil fokus pada kerangka kebijakan pascapandemi dalam menghadapi tantangan-tantangan masa depan.