Jangan Kaget! Negara Ini Bakal Jadi ‘Raksasa’ Baru Asia

Jangan Kaget! Negara Ini Bakal Jadi ‘Raksasa’ Baru Asia

tribunwarta.com – Raksasa baru akan muncul di Asia. Dalam sejumlah proyeksi negara itu adalah India.

Mengutip S&P Global dan Morgan Stanley, India diramalkan bakal menjadi kekuatan ekonomi terbesar ketiga di dunia pada 2030, membuntuti dua negara adidaya, yakni Amerika Serikat (AS) dan China. Ekonominya akan melampau sesama Asia, Jepang, termasuk negara Eroga, Jerman dan Inggris.

Ramalan S&P mengacu pada pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) yang akan mencapai rata-rata 6,3% hingga 2030. Sementara Morgan Stanley memperkirakan PDB India kemungkinan meningkat lebih dari dua kali lipat hingga 2031.

“India memiliki kondisi untuk ledakan ekonomi yang didorong oleh offshoring, investasi di bidang manufaktur, transisi energi, dan infrastruktur digital negara yang maju,” tulis analis Morgan Stanley yang dipimpin oleh Ridham Desai dan Girish Acchipalia dalam laporan tersebut, dikutip CNBC International, Senin (5/11/2022).

“Penggerak ini akan menjadikan ekonomi dan pasar saham [India] terbesar ketiga di dunia sebelum akhir dekade ini.”

India membukukan pertumbuhan PDB secara tahunan (year-on-year/yoy) sebesar 6,3% pada kuartal III-2022, sedikit lebih tinggi dari perkiraan jajak pendapat Reuters sebesar 6,2%. Sebelumnya, India mencatat pertumbuhan sebesar 13,5% yoy pada kuartal II-2022, didukung oleh permintaan domestik yang kuat di sektor jasa negara tersebut.

Adapun, proyeksi S&P bergantung pada kelanjutan liberalisasi perdagangan dan keuangan India. Reformasi pasar tenaga kerja serta investasi dalam infrastruktur dan sumber daya manusia India juga termasuk.

“Ini adalah harapan yang masuk akal dari India, yang memiliki banyak untuk ‘mengejar’ dalam hal pertumbuhan ekonomi dan pendapatan per kapita,” tutur Dhiraj Nim, ekonom Australia and New Zealand Banking Group Research.

Secara rinci, ada satu hal yang membuat ramalan itu bisa terjadi. Yakni keinginan kuat India menjadi pusat manufaktur.

Kendaraan utama mereka untuk melakukannya adalah melalui Skema Insentif Terkait Produksi (PLIS). Apa yang disebut PLIS, yang diperkenalkan pada 2020, menawarkan insentif kepada investor domestik dan asing dalam bentuk potongan pajak dan izin, di antara stimulus lainnya.

“Sangat mungkin pemerintah mengandalkan PLIS sebagai alat untuk membuat ekonomi India lebih didorong oleh ekspor dan lebih saling terkait dalam rantai pasokan global,” tulis analis S&P.

Morgan Stanley memperkirakan pangsa manufaktur India terhadap PDB akan naik dari 15,6% PDB saat ini menjadi 21% pada tahun 2031. Ini menyiratkan bahwa pendapatan manufaktur dapat meningkat tiga kali lipat dari saat ini senilai US$ 447 miliar menjadi sekitar US$ 1,49 triliun.

“Perusahaan multinasional lebih optimistis dari sebelumnya untuk berinvestasi di India… dan pemerintah mendorong investasi dengan membangun infrastruktur dan menyediakan lahan untuk pabrik,” tulis laporannya.

Meski demikian ada faktor risiko, termasuk resesi global yang berkepanjangan. Pasalnya, India adalah ekonomi yang sangat bergantung pada perdagangan dengan hampir 20% dari produksi dalam negerinya diekspor.

Bukan hanya rasksasa ekonomi Asia, India juga diyakini mulai jadi raksasa pemberi utang baru di Asia. Dalam laporan Financial Times, India telah meningkatkan upayanya dalam memberikan kredit puluhan miliar dolar ke negara-negara tetangga, termasuk penerima dana Belt and Road (BRI) China.

Ini termasuk yang saat ini kesulitan keuangan seperti Sri Lanka dan Maladewa.

Di Maladewa, India mendanai ‘Proyek Konektivitas MalĂ© Raya’ yang bernilai US$ 500 juta (Rp 7,7 triliun), juga membangun sebuah jembatan sepanjang 7 km yang menghubungkan ibu kota dengan beberapa pulau lain di sekitarnya.

“Pemerintahan Narendra Modi mulai mengembangkan perasaan bahwa India perlu melakukan sesuatu,” kata peneliti senior di Institut Kebijakan Masyarakat Asia di Delhi, C Raja Mohan.

“Kontestasi geopolitik dengan China jauh lebih hidup,” tambahnya.

Peran India sebagai kreditur telah berkembang pesat. Pinjaman melalui administrasi kemitraan pembangunan India nilainya hampir tiga kali lipat sejak Modi menjabat pada tahun 2014 dibandingkan dengan periode delapan tahun sebelumnya dengan total US$ 32,5 miliar.

“Kumulatif bantuan pembangunan India sejak kemerdekaannya pada tahun 1947 meningkat hampir dua kali lipat dari US$ 55 miliar menjadi US$ 107 miliar sejak tahun 2014,” menurut think-tank RIS yang didukung pemerintah.

Meski masih berada di bawah skala China, India telah memberikan lebih dari 300 jalur kredit untuk sekitar 600 proyek, mulai dari pabrik semen di Djibouti hingga jembatan Maladewa. India juga telah mendanai segalanya mulai dari kursus pelatihan hingga pemulihan situs budaya luar negeri seperti masjid dan kuil.

“India tidak memiliki kemampuan untuk meningkatkan sejauh BRI. Tapi itu melakukan sesuatu, dalam ruang lingkupnya, di mana ia menawarkan persaingan ke China,” tambah Mohan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *