tribunwarta.com – Indonesia resmi melarang kegiatan ekspor bijih bauksit mulai Juni 2023. Pelarangan ekspor bijih bauksit itu tentunya akan merugikan China lantaran negeri panda itu menjadi penikmat utama bijih bauksit Indonesia.
Tercatat, dari total produksi bauksit di Indonesia sebanyak 40 jutaan ton, sekitar 35 juta – 36 jutaan ton diekspor ke China.
Pelarangan ekspor bijih bauksit dimaksudkan supaya Indonesia mengembangkan hilirisasi bauksit di dalam negeri. Sehingga, kelak ekspor bauksit ke luar negeri akan memiliki nilai tambah dari hasil hilirisasi.
Tapi yang tak diduga-duga, pelarangan ekspor bijih bauksit yang tadinya bisa menekan China, justru akan mendatangkan berkah juga untuk China dan juga Indonesia. Kenapa? Karena China dinilai mampu mengembangkan hilirisasi di Indonesia.
Ketua Bidang Kajian Strategis Pertambangan Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi) Muhammad Toha menyebutkan, China memiliki biaya untuk menjadi investor pembangunan hilirisasi bauksit di Indonesia, bahkan China juga memiliki teknologi yang andal dengan kualitas yang sudah teruji.
Dia menyebutkan, dibandingkan dengan teknologi yang dimiliki oleh negara Eropa atau Barat, China dinilai lebih menguntungkan dengan harga yang ekonomis dan didukung dengan kualitas yang baik. “Faktanya memang seperti itu. Pertama, kita nggak bisa pungkiri bahwa saat ini yang punya uang itu investor dari China. Kedua, kita juga harus akui mereka punya teknologi dan teknologinya itu relatif sudah proven,”
“Dan tak kalah penting teknologi dari China dibandingkan dengan teknologi dari Eropa atau barat, walau kualitas sudah bagus, tapi biaya investasi lebih murah,” ungkap Toha kepada CNBC Indonesia dalam Mining Zone, dikutip Rabu (28/12/2022).
Selain itu, Toha juga tidak menampik bahwa dirinya yang ingin menggandeng investor dari luar negeri juga akan memilih investor yang menawarkan nilai investasi yang murah dengan kualitas yang bagus. Menurutnya, China adalah target investor yang cukup realistis.
“Ini yang tidak bisa kita pungkiri, artinya saya sebagai seorang pengusaha ingin gandeng investor dan ada menawarkan nilai investasi murah dengan kualitas lebih bagus, satu dari China satu dari Eropa yang lebih mahal. Tentu kita realistis memilih yang lebih murah tapi kualitas teknologi sudah memadai,” jelasnya.
Dia menilai, alasan Indonesia banyak bekerja sama dengan Negara Tirai Bambu itu salah satu alasannya adalah karena alasan ekonomis. Toha menyebutkan itulah alasan dibalik banyaknya pengusaha di Indonesia yang menggandeng investor dari China.
“Itu fakta yang terjadi sehingga kenapa saat ini banyak pengusaha-pengusaha Indonesia menggandeng partner dari China. Lebih karena pertimbangan ekonomis,” tandasnya.
Saat ini, tercatat ada sebanyak 4 smelter bauksit di Indonesia. Smelter bauksit itu diantaranya milik PT Well Harvest Winning di Ketapan. Kemudian milik PT Inodnesia Chemical Alumina di Tayan. Lalu ada PT Bintan Alumina Indonesia.