tribunwarta.com – Menjelang tutup tahun, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2022 berhasil membuat Presiden Joko Widodo (Jokowi) cukup berpuas diri dengan realisasi yang sudah berjalan hingga 14 Desember 2022.
Jokowi dengan yakin, memperkirakan defisit APBN 2022 akan mencapai 2,49% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Proyeksi tersebut lebih rendah dari target 4,5% terhadap PDB – proyeksi yang sudah disusun Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sejak awal.
“Hitungan terakhir kita 2,49%, turun drastis pada saat pandemi. Ini upaya kita agar ekonomi makro kita lebih baik dalam angka,” jelas Jokowi dalam Outlook Perekonomian Indonesia 2023 belum lama ini, dikutip Senin (26/12/2022).
Perkiraan proyeksi APBN 2022 tersebut bahkan jauh lebih rendah dibandingkan realisasi defisit APBN 2021 yang mencapai 3,64% atau Rp 617,4 triliun.
Di sepanjang 2022, kinerja APBN 2022 memang cukup ciamik, selama 9 bulan berturut-turut atau sejak Januari hingga September 2022 berhasil mencetak surplus. Surplus terbesar tercatat pada Mei 2022 yang sebesar Rp 132,2 triliun.
Pada Oktober, November, dan Desember 2022, kemudian berturut-turut APBN mengalami defisit.
Masing-masing yakni defisit Rp 169,5 triliun pada Oktober 2022, kemudian defisit meningkat menjadi Rp 236,9 triliun pada November 2022, dan naik tipis defisit menjadi Rp 237,7 triliun hingga 14 Desember 2022.
APBN yang diklaim Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati bekerja keras sebagai shock absorber terhadap tekanan global dan domestik. Adanya ketidakpastian ekonomi global membuat harga komoditas turut melonjak, salah satunya adalah dari harga minyak mentah dunia.
Komoditas terpenting ini bersinggungan dengan banyak aspek di dalam APBN, baik dari segi penerimaan hingga belanja negara. Sehingga membuat bendahara negara itu harus mengajukan perubahan APBN 2022 kepada DPR pada Mei 2022.
Lewat Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 98 Tahun 2022, akhirnya disepakati bahwa pendapatan negara naik Rp 420,1 triliun menjadi Rp 2.266,2 triliun. Kemudian, belanja negara bertambah Rp 392,3 triliun menjadi Rp 3.106,4 triliun.
Indonesia patut bersyukur, di tengah melonjaknya kenaikan harga komoditas seperti batu bara, CPO, besi dan baja, ini semacam blessing in disguise atau berkah tersembunyi bagi Indonesia.
Sebagai penghasil terbesar komoditas-komoditas tersebut, durian runtuh atau windfall komoditas berhasil membuat pendapatan negara, hingga 14 Desember telah melebihi target target.
Pendapatan negara, sampai dengan 14 Desember 2022, sudah terealisasi Rp 2.479,9 triliun atau telah mencapai 109,43% dari target dalam Perpres 98/2022.
Secara rinci, penerimaan pajak per 14 Desember 2022 mencapai Rp1.634,36 triliun atau telah mencapai 104,2% dari target penerimaan pajak di dalam Perpres 98/2022, yang sebesar Rp 1.568,9 triliun.
Realisasi penerimaan hingga 14 Desember 2022 juga naik 41,9% dibandingkan dengan realisasi periode yang sama tahun lalu yang sebesar Rp 1.151,5 triliun.
Penerimaan tersebut cukup tinggi didorong oleh sektor pertambangan, akibat adanya booming harga komoditas.
“Tahun lalu terjadi booming komoditas dan berlangsung terus hingga hari ini sehingga penerimaan pajak tumbuhnya tinggi sekali,” jelas Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN Kita edisi Desember 2022, dikutip Senin (26/12/2022).
Sementara itu, penerimaan bea cukai mencapai Rp 293,08 triliun per 14 Desember 2022 atau 98,1% dari target Perpres 98.
Kemudian, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) hingga mencapai Rp 551,1 triliun. Angka ini meningkat 56,6% dibandingkan dengan tahun lalu dan 114,4% dari target Perpres 98. Setoran dari pertambangan non migas, batu bara, menjadi penopang setelah PNBP tumbuh hingga 134% hingga November 2022.
Dari sisi belanja negara, telah terealisasi sebesar Rp 2.717,6 triliun atau 87,5% dari target belanja yang sebesar Rp 3.106,4 triliun.
Terdiri dari belanja kementerian dan lembaga (K/L) sebesar Rp 954,4 triliun, belanja non K/L Rp 1.013,5 triliun, transfer ke daerah sebesar Rp 749,7 triliun dan belanja pembiayaan investasi Rp 82,05 triliun hingga November 2022.
Selanjutnya, Sri Mulyani menyampaikan penerbitan SBN mengalami penurunan drastis 26,5% menjadi Rp 531,4 triliun hingga 14 Desember 2022. Di sisi pinjaman, hingga 14 Desember nilainya mencapai Rp 8,9 triliun tumbuh 192,5% dibandingkan tahun sebelumnya.
Hal ini menunjukkan bahwa pengelolaan utang dilakukan dengan baik sehingga Indonesia mendapatkan outlook stable dari lembaga pemeringkat asing, termasuk Fitch.
Sri Mulyani mencatat keseimbangan primer per 14 Desember 2022 mencapai Rp 129 triliun. Kemudian, SiLPA mencapai Rp 232,2 triliun pada 14 Desember 2022.