tribunwarta.com – Momen libur Natal dan Tahun Baru (Nataru) 2023 menjadi salah satu hal yang paling ditunggu-tunggu oleh sebagian masyarakat Indonesia. Pasalnya, libur yang biasanya panjang itu bisa dimanfaatkan untuk bepergian bersama keluarga atau berwisata.
Meski demikian, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika ( BMKG ) meminta agar masyarakat tetap waspada dengan adanya potensi cuaca ekstrem yang berpotensi terjadi selama momen libur Nataru 2023 .
“Dari monitoring yang dilakukan BMKG , kami mendeteksi perkembangan kondisi cuaca yang sangat berpotensi untuk menjadi ekstrem,” kata Kepala BMKG Dwikorita Karnawati, dikutip Pikiran-Rakyat.com pada Rabu, 21 Desember 2022.
Dwikorita menjelaskan, ada empat fenomena yang dapat menjadi pemicu peningkatan curah hujan hingga berintensitas lebat. Hal itu pun dikhawatirkan dapat mencapai kondisi ekstrem di sejumlah wilayah.
“Jadi biasanya satu per satu, tapi ini ada empat fenomena yang terjadi secara bersamaan yang mengakibatkan kondisi dinamika atmosfer ini memicu peningkatan curah hujan hingga lebat bahkan dikhawatirkan dapat mencapai ekstrem,” ujarnya.
“Dengan empat fenomena yang terjadi bersamaan itu maka BMKG melakukan prakiraan berbasis dampak, dan dari prakiraan itu terdeteksi adanya potensi untuk siaga,” ucapnya.
Menurutnya, fenomena pertama adalah peningkatan aktivitas Monsun Asia yang akan menjadi pemicu pertumbuhan awan hujan secara signifikan di sejumlah wilayah Indonesia, terlebih di bagian barat, tengah, dan selatan.
Selain itu, ada pula fenomena intensifikasi yaitu semakin intensifnya fenomena Seruakan Dingin Asia. Fenomena itu dapat meningkatkan kecepatan angin permukaan di wilayah Indonesia bagian selatan dan barat.
“Peningkatan pembentukan awan-awan hujan menjadi lebih intensif itu berpotensi terjadi di sekitar Kalimantan, Sumatera, Jawa, Bali hingga Nusa Tenggara,” tutur Dwikorita.
Fenomena ketiga adalah indikasi pembentukan pusat tekanan rendah di sekitar wilayah perairan selatan Indonesia. Fenomena itu dapat meningkatkan kecepatan angin permukaan dan meningkatkan ketinggian gelombang.
Fenomena pembentukan pusat tekanan rendah itu juga berpeluang untuk menjadi pemicu peningkatan pertumbuhan awan konvektif yang cukup masif.
Selain itu, fenomena tersebut pun dapat berpotensi menyebabkan hujan berintensitas tinggi yang dikhawatirkan dapat menjadi ekstrem.
Selanjutnya ada fenomena Madden Julian Oscillation. Menurut keterangan Dwikorita, fenomena itu merupakan sebuah pergerakan arak-arakan awan hujan yang berasal dari arah Samudra Hindia di sebelah timur Afrika.
“Jadi melintasi Samudra Hindia menuju Samudra Pasifik tetapi melewati kepulauan Indonesia,” katanya.***