tribunwarta.com – PIKIRAN RAKYAT – Sejumlah saksi memberikan keterangan mengenai dugaan tindak pelecehan seksual yang dilakukan oleh seorang dosen di Universitas Andalas , Padang, Sumatra Barat.
Melalui akun Instagram @infounand, mereka menuturkan kesaksian mengenai aksi tidak terpuji pelaku terhadap sejumlah mahasiswa.
Tidak hanya sekali, salah satu saksi menyatakan terdapat setidaknya sembilan mahasiswi yang menjadi korban KC.
Selain kasus kekerasan seksual yang menimpa X, aksi serupa juga menimpa beberapa mahasiswi lainnya yang mendapat rayuan dan ajakan lewat pesan WA.
Lalu yang paling parah, satu korban diduga mengalami pemerkosaan tapi dibungkam dan mendapat tekanan agar tidak meneruskan pengaduan yang pernah ditangani oleh Satgas PPKS Unand.
“Padahal sebelumnya korban ini sudah memberikan keterangan pada Satgas Unand dengan jujur, tetapi di tengah kasus sedang ditangani, korban mendapat tekanan dari pelaku,” kata saksi E yang ingin identitasnya dirahasiakan.
Pernyataan E ini juga dibenarkan oleh saksi lain berinisial A yang menuturkan pernyataan para seniornya.
“Kata senior-senior, pelaku sudah memulai aksinya sejak tahun 2000an,” ucapnya.
Saksi E pun mengatakan bahwa pelaku memberikan ancaman akan menebarkan teror kepada orang-orang yang berani membongkar aksinya.
“Pelaku tidak punya power, dia hanya punya power karena dia pribumi. Hati-hati, dia akan menebarkan teror dan akan mengancam dengan mengatasnamakan masyarakat,” tuturnya.
Sementara itu, kasus korban lainnya, termasuk pemerkosaan, yang dilakukan KC tidak bisa dilanjutkan karena kekurangan alat bukti dan adanya pembungkaman oleh pelaku terhadap korban dan keluarga korban.
Pelaku melancarkan aksinya dengan mengintimdasi korban dengan nilai mata kuliah dan tindakan ancaman yang bersifat fisik.
Menanggapi ramainya laporan dugaan pelecehan seksual oleh salah satu dosennya, Universitas Andalas pun memastikan akan mengambil tindakan tegas tanpa pandang bulu.
“Kita tidak pandang bulu, meskipun dosen , kita komit untuk mengambil tindakan tegas sesuai dengan aturan,” ujar Wakil Rektor I Universitas Andalas Prof. Mansyurdin pada konferensi pers Jumat, 23 Desember 2022.
Dia mengatakan proses investigasi yang dilakukan oleh tim Ad hoc Fakultas Ilmu Budaya (FIB) hingga Satuan Tugas (Satgas) Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) ditingkat universitas memasuki tahap akhir.
“Kesimpulan Satgas PPKS akan menyampaikan rekomendasi kepada rektor, kemudian rektor akan mengirimkan rekomendasi itu ke Kementerian,” ucap Mansyurdin.
Sesuai dengan prosedur penanganan, Universitas Andalas telah menonaktifkan terlapor dari tugas-tugas akademik selama proses penanganan kasus ini.
Ketua Satgas PPKS Universitas Andalas Dr. Rika Susanti membenarkan hasil investigasi yang dilakukan, yakni ada dugaan pelanggaran berat yang dilakukan oleh dosen tersebut.
“Kita sudah bertemu delapan orang korban, dari hasil Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dari delapan korban, ada satu yang masuk kategori pelanggaran berat, kesimpulan dan rekomendasinya akan disampaikan kepada rektor paling lambat minggu depan,” katanya.
Dalam proses penanganan kasus kekerasan seksual di lingkungan kampus, Satgas PPKS Universitas Andalas menjalankan prinsip kerahasiaan dan kehati-hatian, agar pengumpulan data, informasi, dan bukti berlangsung secara akuntabel.
“ Universitas Andalas mengutamakan perlindungan kepada korban untuk menjaga martabat dan kehormatannya serta melakukan pendampingan yang dibutuhkan, dan menjaga keberlangsungan studi korban,” tutur Rika Susanti.
Sementara itu, Dekan FIB Universitas Andalas Prof. Herwandi mengatakan asumsi pihak Dekanat dan rektorat tidak memproses kasus ini tidak benar.
“Pihaknya langsung merespon saat sejumlah mahasiswa dan LSM membawa laporan dan bukti ke Dekanat FIB pada Agustus 2022 lalu,” ucapnya.
Herwandi mengaku langsung membuat tim Ad hoc untuk menginvestigasi kasus ini pada September 2022 dan melaporkan hasil temuan ke Rektor pada awal Oktober 2022.
“Laporan itu menjadi dasar bagi Rektor untuk membuatkan surat tugas pada Satgas PPKS untuk menginvestigasi lebih lanjut,” ujarnya.
Herwandi menuturkan bahwa kerja tim dilakukan secara diam-diam, selain untuk melindungi privasi korban juga berdasarkan koordinasi dengan rektorat dan Kementerian.
Kasus ini mulai terungkap saat salah seorang korban membagikan ceritanya mengenai aksi pelaku kepada akun Instagram @infounand pada 21 Desember 2022 lalu.
Menurut keterangan salah satu korban yang disamarkan sebagai X, kejadian bermula saat dia dan teman-temannya datang ke kediaman dosen berinisial KC.
Dalam rekaman yang diambil korban secara diam-diam, KC memaksa untuk melakukan tindakan asusila terhadap korban berkali-kali. Aksi ini diduga terjadi lebih dari sebulan yang lalu.
Pada saat teman-teman korban sudah keluar untuk pulang, dia masih bersama KC di sebuah ruangan.
PAda saat itu, korban meminta izin kepada KC karena tidak bisa menghadiri sebuah perkuliahan wajib lantaran harus pergi ke luar kota dan sudah memesan tiket.
Karena pertemuan kuliah itu sangat penting, KC mengancam tidak meluluskan korban sehingga terancam mengulang mata kuliah itu kembali.
Di dalam rekaman tersebut, KC juga terdengar berusaha mendekati korban secara personal dengan menanyakan latar belakang keluarga, ekonomi, hingga cara korban membiayai kuliah dan sebagainya.
KC juga menawarkan untuk membantu membayar uang kuliah korban dan mengajaknya untuk pergi jalan-jalan di lain waktu.
Akan tetapi, KC tiba-tiba memberikan solusi agar korban bisa diizinkan untuk tidak mengikuti perkuliahan itu.
KC menyuruh korban untuk membuat surat dan berjanji akan membantu proses perizinannya. Namun, dia meminta syarat yang tak senonoh dengan meminta untuk mencium korban.***