tribunwarta.com – PT Pertamina (Persero) melalui Subholding Upstream yakni PT Pertamina Hulu Energi (PHE) berkomitmen untuk terus aktif melakukan kegiatan eksplorasi minyak dan gas bumi (migas).
Hal tersebut khususnya berkenaan dengan PT Pertamina (Persero) menjadi tulang punggung minyak dan gas bumi nasional. Pasalnya, 67% produksi minyak nasional dan 32% produksi gas nasional kini berasal dari perusahaan pelat merah ini.
Direktur Eksplorasi PHE Muharram Jaya Panguriseng mengatakan, dalam melakukan eksplorasi minyak dan gas bumi untuk memenuhi kebutuhan energi nasional, PHE tengah menjalankan tiga strategi besar. Hal tersebut dilakukan guna menemukan cadangan hidrokarbon yang besar untuk bisa diproduksi di masa depan.
“PHE saat ini sedang menjalankan dua (lalu direvisi jadi tiga) strategi untuk pemenuhan energi nasional dari giant fish. Karena tentu saja temuan yang sifatnya besar itu akan memberikan finding cost yang lebih sedikit. Artinya, dengan pemboran beberapa sumur kita sudah mendapatkan angka besar,” ungkapnya kepada CNBC Indonesia dalam Energy Corner, Senin (12/12/2022).
Muharram menyebutkan, strategi pertama yang menjadi andalan PHE adalah mengelola aset Wilayah Kerja (WK) atau blok migas yang ada saat ini. Hal tersebut didukung dengan mengembangkan konsep eksplorasi yang baru dan mengembangkan teknologi terkini untuk menemukan potensi hidrokarbon.
Dia mengatakan, pemanfaatan teknologi terkini menjadi sangat penting lantaran penemuan migas di WK yang sudah ada tidak mungkin dicapai tanpa didukung dengan teknologi terkini.
“Yang pertama, strategi kami adalah pada daerah-daerah yang sudah mature, artinya yang sudah eksisting. Sekarang kita akan mengembangkan teknologi terkini dan juga mengembangkan konsep-konsep eksplorasi yang baru untuk bisa menemukan hidrokarbon,” tuturnya.
Kemudian, Muharram menyebutkan strategi kedua yang dilakukan adalah dengan melakukan venture atau mencari blok-blok migas baru yang diprediksi akan menghasilkan potensi migas baru yang besar. Dengan begitu, potensi akan dimanfaatkan secara maksimal untuk mendapatkan migas ukuran yang besar.
“Strategi kedua adalah kita berupaya untuk melakukan venture atau meng-hunting blok-blok baru atau potensi-potensi baru dari cekungan yang ada di Indonesia. Harapannya nanti ketika kita mendapatkan blok-blok yang menarik dan memiliki ukuran besar maka kita akan segera eksekusi,” tuturnya.
Tak hanya itu, Muharram menambahkan satu strategi terakhir, yaitu dengan kemitraan atau partnership. Dia menilai, kemitraan menjadi penting, dengan pertimbangan perusahaan bisa membagi risiko dan pembiayaan dalam kegiatan eksplorasi yang penuh risiko dan biaya besar.
“Yang ketiga itu adalah partnership. Ini adalah sesuatu yang sudah common dilakukan di industri migas untuk sharing risk dan juga sharing cost dan teknologi. Tentu saja ada risiko yang cukup besar di eksplorasi dengan kita melakukan partnership, maka kita saling mengontrol apa yang kita lihat secara bersama,” paparnya.
Pada kesempatan yang sama, Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro mengungkapkan bahwa potensi cadangan migas saat ini bergeser dari wilayah barat ke timur Indonesia. Hal tersebut tentunya dibutuhkan dukungan dari seluruh pemangku kepentingan dalam memberikan insentif fiskal maupun non fiskal.
“Ya memang saat ini potensi cadangan bergeser dari wilayah timur dan di laut dalam. Ini yang saya kira kemudian relevansinya perlu dukungan dari semua stakeholder insentif fiskal non fiskal kepada K3S PHE yang sudah mencanangkan ekspansi eksplorasi ke wilayah timur,” ujarnya.
Untuk diketahui, PT Pertamina (Persero) kini merupakan tulang punggung minyak dan gas bumi nasional. Pasalnya, 67% produksi minyak nasional dan 32% produksi gas nasional kini berasal dari perusahaan pelat merah ini.
Kondisi ini terutama terjadi sejak Pertamina mengambil alih salah satu blok minyak dan gas bumi tertua, yakni Blok Rokan di Riau, dari Chevron Pacific Indonesia (CPI) sejak 9 Agustus 2021 lalu.
Sebelumnya, Direktur Utama Pertamina Hulu Energi (PHE) Wiko Migantoro memaparkan target produksi migas perusahaan tahun ini dipatok sebesar 854 ribu barel setara minyak per hari (BOEPD), terdiri dari produksi minyak sebesar 446 ribu barel per hari (bph) dan produksi gas sebesar 2.363 juta standar kaki kubik per hari (MMSCFD).
“Saat ini kontribusi produksi PHE adalah 67% dari produksi minyak nasional dan 32% dari produksi gas nasional. Hal ini didukung dari empat regional domestik yang berada di dalam hubungan Sub Holding Upstream,” kata dia dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi VII DPR RI, Rabu (9/11/2022).
Wiko mengatakan target produksi migas tersebut meningkat 14,78% dibandingkan capaian 2021 yang hanya 744 ribu barel setara minyak per hari (BOEPD). Adapun target-target tersebut didukung dengan adanya peningkatan aktivitas seperti jumlah sumur pengeboran.
Berdasarkan catatan perusahaan, hingga September 2022 capaian produksi minyak Pertamina telah mencapai 418 ribu bph. Sementara untuk realisasi produksi gas sebesar 2.216 MMSCFD.
“Pada akhir Desember produksi migas PHE akan sebesar sebesar 808 ribu BOEPD atau tumbuh 9% dibanding realisasi tahun 2021 sebesar 744 ribu BOEPD,” katanya.