tribunwarta.com – Tahun 2022 bisa dikatakan sebagai tahun yang serba mahal, terutama dari sisi komoditas energi. Lonjakan harga komoditas energi, baik harga minyak, batu bara, dan juga Liquefied Petroleum Gas (LPG), terus terjadi sejak awal tahun, dan semakin melaju ketika Rusia mulai menyerang Ukraina sejak 24 Februari 2022 lalu.
Hal ini tentunya berimbas pada kenaikan harga energi di pengguna akhir alias masyarakat. Tak hanya harus menghadapi kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM), masyarakat juga harus menerima kenaikan harga LPG.
Bila dihitung sejak akhir Desember 2021, maka kenaikan harga LPG non subsidi, mulai dari tabung 5,5 kg maupun 12 kg, tercatat setidaknya telah mencapai tiga kali.
Kenaikan pertama harga LPG non subsidi terjadi pada akhir Desember 2021. PT Pertamina (Persero) resmi menaikkan harga LPG non subsidi di akhir tahun 2021. Harga LPG non subsidi naik menjadi Rp 13.500 per kg dari sebelumnya Rp 11.500 per kg.
Pjs Corporate Secretary Pertamina Patra Niaga Sub Holding Pertamina Commercial & Trading Irto Ginting, mengatakan kenaikan harga LPG non subsidi ini kali pertama sejak dilakukan penyesuaian harga pada empat tahun lalu.
Dia menyebut, Pertamina menyesuaikan harga LPG non subsidi untuk merespons tren peningkatan harga Contract Price Aramco (CPA) LPG yang terus meningkat sepanjang tahun 2021, di mana pada November 2021 CPA telah mencapai US$ 847 per metrik ton, harga tertinggi sejak 2014 atau meningkat 57% sejak Januari 2021
“Penyesuaian harga LPG non subsidi terakhir dilakukan tahun 2017. Harga CPA November 2021 tercatat 74% lebih tinggi dibandingkan penyesuaian harga 4 tahun yang lalu,” ungkap Irto kepada CNBC Indonesia, Senin (27/12/2021).
Irto menyebutkan bahwa besaran penyesuaian harga LPG non subsidi – yang porsi konsumsi nasionalnya sebesar 7,5% – berkisar antara Rp 1.600 – Rp 2.600 per kg. Perbedaan ini untuk mendukung penyeragaman harga LPG ke depan, serta menciptakan keadilan harga antardaerah.
Adapun LPG subsidi 3 kg yang secara konsumsi nasional mencapai 92,5% tidak mengalami penyesuaian harga, tetap mengacu kepada Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah.
Kendati demikian, selang dua bulan berikutnya, Pertamina kembali menaikkan harga LPG non subsidi untuk kedua kalinya, tepatnya pada 27 Februari 2022.
Penyesuaian harga ini membuat harga LPG non subsidi naik menjadi Rp 15.500 per kg.
Irto Ginting menjelaskan bahwa penyesuaian ini dilakukan mengikuti perkembangan terkini dari industri minyak dan gas. Dia juga menjelaskan kenaikan 2 tahapan dari Desember yang lalu itu dilakukan demi mengurangi beban masyarakat pengguna LPG non subsidi.
“Tercatat, harga Contract Price Aramco (CPA) mencapai 775 USD/metrik ton, naik sekitar 21% dari harga rata-rata CPA sepanjang tahun 2021,” jelas Irto dalam keterangan resminya, Minggu (27/2/2022).
Dengan kenaikan ini, harga LPG non subsidi di tingkat agen rata-rata mencapai Rp 189.000 – Rp 243.000 per tabung untuk ukuran 12 kg, di mana wilayah DKI Jakarta, Pulau Jawa dan Sumatera rata-rata di kisaran Rp 189.000 per tabung 12 kg, sementara di Maluku bisa mencapai Rp 243.000 per tabung.
Tak hanya sampai di situ, masyarakat harus kembali menerima kenaikan harga LPG non subsidi, baik tabung 5,5 kg maupun 12 kg pada 10 Juli 2022.
Harga LPG 5,5 kg kembali naik menjadi Rp 100.000 – Rp 127.000 per tabung. Sedangkan untuk LPG 12 kg rata-rata harganya mencapai Rp 213.000 – Rp 270.000 per tabung dilihat berdasarkan wilayahnya.
Namun di tingkat pengecer, harga jual LPG ke konsumen, khususnya di DKI Jakarta dan sekitarnya, ternyata telah mencapai setidaknya Rp 220.000 – Rp 225.000 per tabung untuk LPG 12 kg dan Rp 110.000 untuk tabung 5,5 kg.
Sementara untuk harga LPG subsidi tabung 3 kg terpantau berada di kisaran Rp 19.000 – Rp 22.000 per tabung.
Irto Ginting menjelaskan bahwa kenaikan CP Aramco yang menjadi dasar acuan pembentuk harga LPG menjadi pertimbangan tersendiri bagi perusahaan pelat merah ini melakukan penyesuaian harga. Apalagi di bulan Juli ini angkanya sudah tembus ke level US$ 725 per metric ton.
“Harga CPA- nya masih tinggi, untuk Juli saja masih di US$ 725 per metric ton,” ujar dia kepada CNBC Indonesia, Selasa (12/7/2022).