Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) kericuhan di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur, yang dipimpin Menko Polhukam Mahfud MD telah kembali ke Jakarta setelah mengunjungi langsung stadion dan berbicara dengan sejumlah pihak di Malang dan Surabaya.
Lewat akun Instagram-nya, Mahfud MD memaparkan bahwa selama berata di Jawa Timur, “TGIPF telah bertemu dengan sejumlah korban luka, dokter yang menangani, saksi mata suporter dan pihak lain, perwakilan Aremania, manajemen Arema FC, unsur pengamanan dari kepolisian, Brimob, steward, security officer, dan juga unsur TNI.”
Ditambahkannya, “tim juga mengunjungi Stadion Kanjuruhan dan memastikan kondisi serta fasilitas yang ada, mendapatkan rekamam CCTV, dan selongsong gas air mata yang ditemukan di lapangan maupun dari petugas. Semua barang bukti akan diolah oleh tim.”
Mahfud juga menjelaskan bahwa sepanjang akhir pekan TGIPF bertemu dengan PSSI, PT Liga Indonesia Baru, pembawa acara dan juga pihak pemerintah, antara lain KemenPUPR, Kemenko PMK dan Kemensos. Juga Kompolnas dan Asosiasi Pesepakbola Profesional Indonesia APPI. “Dalam waktu dekat tim akan melakukan analisis dan menyusun berbagai rekomendasi,” tegasnya.
Sebelumnya tim yang dibentuk atas arahan Presiden Joko Widodo ini memang memperkirakan baru akan memberikan rekomendasi dalam waktu 1-2 minggu setelah dibentuk pekan lalu.
Kapolri Copot Kapolda Jatim?
Dalam perkembangan lainnya, Kapolri Jendral Listyo Sigit Prabowo pada Senin (10/10) dikabarkan mencopot Kapolda Jawa Timur Irjen Pol. Nico Afinta. Hal itu termuat dalam surat telegram No.ST/2134/X/KEP/2022 tertanggal 10 Oktober 2022. VOA belum berhasil mendapat konfirmasi dari Kadivhumas Irjen Pol Dedi Prasetyo karena beberapa nomor telpon yang dihubungi tidak menjawab.
Beberapa media lokal di Indonesia mengutip pernyataan Dedi Prasetyo yang mengatakan hal ini merupakan “tour of duty and tour of area,” mutase yang alamiah di dalam tubuh Polri.
Pintu Keluar-Masuk Stadion Tak Memadai
Kericuhan di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur, seusai pertandingan sepak bola antara Arema FC Malang dan Persebaya Surabaya – yang berakhir dengan kemenangan Persebaya – menewaskan sedikitnya 131 orang dan melukai hampir 300 lainnya. Akibat insiden ini seluruh kompetisi Liga Indonesia, yakni Liga 1, 2 dan 3 resmi ditangguhkan.
VOA sempat menemui langsung salah seorang penonton yang selama dari kericuhan itu. Jonathan Rizky, salah satu Aremania (julukan bagi penggemar Arema FC -red) mengatakan saat kericuhan terjadi ia berada di kelas VIP dan mencari jalan keluar lewat pintu terdekat. Namun, saat menyusuri lorong menuju pintu keluar, ia melihat sejumlah orang bergelimpangan. Ia menyurutkan niatnya keluar dari stadion itu, dan memilih membantu sebagian orang yang luka-luka atau mengalami sesak nafas akibat lontaran gas air mata yang diarahkan polisi untuk membubarkan massa yang merangsek ke tengah lapangan.
Rizky mengatakan akses pintu keluar tidak sebanyak jumlah penonton di stadion itu. Pihak penyelenggara diketahui menjual sedikitnya 42.000 tiket, jauh melampaui kapasitas stadion 38.000 orang. Itulah sebabnya Rizky, sesuai arahan salah seorang petugas Arema FC memintanya membawa korban yang membutuhkan oksigen dari lorong-lorong stadion yang penuh sesak, ke tengah lapangan yang lebih longgar.
Lain lagi dengan Via Soraya, suporter Arema FC, yang mengatakan mulai merasakan asap gas air mata ketika mulai berdesakan mencari jalan keluar. Perempuan yang sudah beberapa kali menonton pertandingan sepak bola di stadion-stadion di Malang, Bandung dan Bali, menilai standar pintu masuk keluar di Stadion Kanjuruhan tidak memadai, terutama dalam situasi panik sebagaimana yang terjadi pada 1 Oktober lalu.
Via berharap kelak panitia pelaksana lebih siap menyelenggarakan pertandingan, dan mendorong aparat keamanan untuk menggunakan alternatif lain guna menenangkan massa, bukan dengan melontarkan gas air mata. “Membubarkan massa dengan anjing penjaga saja sebenarnya sudah cukup, karena massa pastinya akan takut membuat kerusuhan.”
Presiden Ikut Soroti Pintu-Pintu Stadion yang Terkunci
Soal struktur pintu yang tidak memadai, dan bahkan sebagian diantaranya terkunci, juga menjadi sorotan Presiden Joko Widodo ketika melihat langsung Stadion Kanjuruhan pada Rabu pekan lalu (5/10). “Itu nanti, TGIPF yang harus melihat secara detail tetapi sebagai gambaran tadi saya melihat, bahwa problemnya ada di pintu yang terkunci, dan juga tangga terlalu tajam, ditambah kepanikan yang ada.tapi itu saya hanya melihat lapangannya. Tetapi nanti semuanya akan disimpulkan oleh TGIPF,” tegasnya.
Diwawancarai VOA, pengamat sepak bola Rais Adnan mengatakan selama ini banyak stadion sepak bola yang hanya dibangun untuk sekadar memperlihatkan kemegahannya tanpa mempertimbangkan situasi darurat yang mungkin terjadi.
“Tapi fungsi-fungsinya tidak terlalu diperhatikan dengan benar sesuai standar yang ada di regulasi FIFA Stadium Safety dan Security. Saya berharap, ini benar-benar bisa diaudit dengan baik sehingga nantinya masyarakat yang ingin menyaksikan sepak bola di stadion merasa nyaman dan aman. Dan tidak ada lagi korban jiwa di sepak bola Indonesia,” kata Rais.
Meski begitu, tidak semua stadion sepak bola di Indonesia yang digunakan untuk pertandingan liga berkualitas buruk. Menurutnya, ada beberapa stadion sudah memiliki sebagian besar yang disyaratkan oleh FIFA, ada yang masih jauh dari standar.
“Standar FIFA pun harus dilihat kasus per kasus dari stadion yang ada. Karena ada stadion yang kurang dalam fungsi beberapa ruangan yang diharuskan, tapi ada juga stadion yang kurang dalam kualitas rumput, ada stadion yang kurang dalam hal akses, dan lain-lain,” tuturnya. [iy/em]
Artikel ini bersumber dari www.voaindonesia.com.