Tanpa Ratu Elizabeth, Persemakmuran Hadapi Masa Depan yang Tak Pasti

Tanpa Ratu Elizabeth, Persemakmuran Hadapi Masa Depan yang Tak Pasti

Ketika masih menjadi seorang anak yang besar di Nigeria, ayah Timie Ogunmola acap kali menunjukkan foto-foto hitam putih yang menggambarkan perjalanannya ke London pada 1953 untuk menghadiri penobatan Ratu Elizabeth. Kehadiran sang ayah di acara bersejarah itu tak lain karena ia merupakan salah seorang pejabat di negara yang berada di bawah pemerintahan kolonial Inggris.

Tanpa Ratu Elizabeth, Persemakmuran Hadapi Masa Depan yang Tak Pasti

Ratu Elizabeth II duduk di atas tahta di Westminister Abbey, London, 2 Juni 1953 setelah penobatannya. (Foto: AP)

Ratu Elizabeth II adalah pemimpin kerajaan Inggris ke-40 di sejak Raja Norman William Sang Penakluk dinobatkan sebagai raja dalam monarki tersebut. Ratu telah memerintah Inggris selama 70 tahun, tujuh bulan dan dua hari, dan masa kepemimpinannya merupakan periode terlama dalam sejarah negara itu. Selama waktu tersebut pula, dia telah menyetujui lebih dari 4.000 Undang-Undang Parlemen.

Persemakmuran sendiri saat ini terdiri dari 56 negara. Dalam situs informasi tentang Persemakmuran, negara-negara anggota Persemakmuran menyebut dirinya sebagai asosiasi politik negara tertua di dunia. Hal tersebut bermula ketika monarki Inggris menguasai sejumlah negara di dunia.

Sejak 1949 negara-negara yang merdeka dari wilayah Afrika, Amerika, Asia, Eropa dan Pasifik bergabung dengan Persemakmuran. Keanggotaannya saat ini berdasarkan pada kerja sama sukarela yang bebas dan setara.

Keberadaaan Persemakmuran sangat berarti bagi mendiang Ratu, yang sering melakukan banyak kunjungan ke negara-negara anggota dan menjalin hubungan persahabatan dengan para pemimpin mereka.

Dedikasi dan umur panjang Elizabeth membuat banyak warga negara Persemakmuran, seperti Ogunmola, tumbuh besar dengan melihatnya dan merasakan kehangatan yang tulus, yang memberi arti bagi organisasi tersebut. Kehadiran Ratu di acara-acara Persemakmuran juga berhasil menyedot perhatian para kepala negara dan pemerintahan, serta memberikan pengaruh diplomatik.​

Kini, setelah Ratu mangkat, tongkat estafet kerajaan diserahkan kepada putranya, Raja Charles, seperti yang dia harapkan dan seperti yang disepakati oleh para pemimpin Persemakmuran pada 2018. Namun untuk melangkah dan meraih hati para anggota Persemakmuran yang Ratu lakukan tidak akan mudah bagi raja baru, yang notabene dianggap kurang popular dibanding ibunya.

Raja Inggris Charles III, tengah, dan anggota keluarga kerajaan lainnya berdiri di dekat peti mati Ratu Elizabeth II di Katedral St Giles, Edinburgh, Skotlandia, Senin 12 September 2022. (Foto: via AP)

Raja Inggris Charles III, tengah, dan anggota keluarga kerajaan lainnya berdiri di dekat peti mati Ratu Elizabeth II di Katedral St Giles, Edinburgh, Skotlandia, Senin 12 September 2022. (Foto: via AP)

Beberapa menteri dari negara di wilayah Karibia mempertanyakan mengapa Charles harus menggantikan Ratu Elizabeth sebagai kepala Persemakmuran. Mereka menggarisbawahi bahwa raja Inggris tidak secara serta merta menjadi pemimpinnya. Dan jika terjadi, mereka beranggapan bahwa hal itu berbau kolonial sebagaimana terjadi di era kekaisaran. Pada saat itu negara-negara koloni Inggris diharapkan menyatakan kesetiaannya terhadap satu raja ke raja berikutnya.​

Beberapa pengamat menilai, pertanyaan tentang warisan kolonial yang diperdebatkan dengan hangat di Karibia dan di beberapa bagian masyarakat Inggris lainnya merupakan ketegangan mendasar yang banyak terjadi di negara-negara Persemakmuran.

Ratu Inggris Elizabeth II berbicara selama pembukaan resmi Pertemuan Kepala Pemerintahan Persemakmuran di aula Istana Buckingham di London, 19 April 2018. (Foto: via AP)

Ratu Inggris Elizabeth II berbicara selama pembukaan resmi Pertemuan Kepala Pemerintahan Persemakmuran di aula Istana Buckingham di London, 19 April 2018. (Foto: via AP)

Beberapa suara di Persemakmuran menyerukan untuk mempertimbangkan kembali sejarah tersebut. Charles sendiri sebelumnya tampil cukup mengejutkan dengan mengangkat soal perbudakan pada pertemuan puncak kepala negara dan pemerintahan terbarunya di Rwanda pada Juni 2022.​

“Saya ingin mengakui bahwa akar dari asosiasi kontemporer yang kita miliki saat ini berasal dari dalam periode paling menyakitkan dalam sejarah kita,” katanya. Ia mengungkapkan kesedihannya secara personal atas luka yang disebabkan oleh perbudakan.

Kesehatan yang Kuat

Orang-orang berkumpul, pada hari pemakaman kenegaraan Ratu Elizabeth II di Parliament Square di London, Inggris, 19 September 2022. (Foto: REUTERS/Sarah Meyssonnier)

Orang-orang berkumpul, pada hari pemakaman kenegaraan Ratu Elizabeth II di Parliament Square di London, Inggris, 19 September 2022. (Foto: REUTERS/Sarah Meyssonnier)

Artikel ini bersumber dari www.voaindonesia.com.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *