Rusia mengatakan pada Selasa (1/11) bahwa tidak akan ada dekrit tentang pengakhiran mobilisasi parsial.
Dalam pengarahan media rutin melalui sambungan telepon, Juru Bicara Kepresidenan Rusia Dmitry Peskov mengklaim bahwa Presiden Vladimir Putin sudah berkonsultasi dengan para pengacara mengenai perlu-tidaknya penerbitan dekrit untuk mengakhiri mobilisasi parsial.
“Kami memberitahukan kepada Anda bahwa dekrit itu tidak diperlukan. Dalam hal ini, kami memiliki keputusan dari departemen hukum negara administrasi kepresidenan,” katanya.
Pernyataan itu disampaikan ketika Menteri Pertahanan Rusia Sergei Shoigu mengatakan pada hari Selasa (1/11) bahwa total 300.000 pria telah direkrut dalam panggilan mobilisasi parsial yang diumumkan Putin 21 September lalu, dan 87.000 di antaranya telah diterjunkan ke Ukraina.
Sekitar 3.000 instruktur militer dengan pengalaman tempur yang diperoleh tahun ini di Ukraina terlibat dalam pelatihan para tentara cadangan, tambah Shoigu.
Aktivis dan laporan media Rusia mengatakan, banyak di antara para peserta wajib militer yang tidak berpengalaman, diminta untuk membeli perlengkapan dasar seperti peralatan medis dan jaket antipeluru sendiri, serta tidak menerima pelatihan sebelum mereka diterjunkan untuk berperang.
Beberapa di antaranya tewas hanya beberapa hari setelah direkrut.
Peskov juga mengatakan bahwa keterlibatan Inggris dalam serangan Ukraina terhadap armada Laut Hitam “harus dianalisis dengan hati-hati.”
“Kami berharap, terlepas dari kebungkaman pemerintahan negara-negara Eropa yang tidak dapat diterima, analisis seperti itu akan dilakukan. Tindakan tersebut tidak dapat dibiarkan begitu saja. Tentu kami akan memikirkan langkah selanjutnya, ini tidak mungkin dilakukan tanpa analisis tersebut,” kata Peskov.
Kementerian Pertahanan Rusia pada hari Sabtu (29/10) mengklaim bahwa pihaknya telah menangkal serangan pesawat tak berawak Ukraina terhadap armada kapal Laut Hitam yang berlabuh di Sevastopol.
Ukraina membantah bertanggung jawab atas serangan tersebut dan menuduh Rusia ceroboh menangani persenjataannya sendiri.
Kementerian Pertahanan Inggris membantah tuduhan tersebut dengan mengatakan pada Sabtu bahwa klaim tersebut adalah “kisah yang dibuat-buat.” [rd/lt]
Artikel ini bersumber dari www.voaindonesia.com.