Dua puluh tahun setelah pemboman klub malam di Bali, yang menewaskan lebih dari 200 orang, terdakwa otak serangan itu ditahan di Pusat Penahanan Teluk Guantanamo di Kuba sementara tim pengacaranya, bersama pengacara dua terdakwa yang membantunya, menyelesaikan masalah prosedural dengan jaksa Amerika setelah tuduhan dalam kasus ini diumumkan tahun lalu.
Encep Nurjaman, yang dikenal sebagai Hambali, dan dua terdakwa lainnya, Mohammed Nazir bin Lep dan Mohammed Farat bin Amin, keduanya warga Malaysia, dijadwalkan sidang pengadilan pada 1 November untuk membahas satu masalah yang berkelanjutan dalam proses itu, kualifikasi penerjemah.
Pengacara keberatan atas beberapa penerjemah. Alasannya, para terdakwa tidak bisa memahaminya, mereka tampak bias, dan bahwa seorang penerjemah yang bekerja dengan penuntutan memiliki informasi rahasia dari pekerjaan sebelumnya dengan para terdakwa yang mungkin disampaikan ke jaksa.
Seorang hakim mengatakan tahun lalu bahwa para penerjemah memenuhi persyaratan yang diperlukan.
Selain sidang November untuk membahas penerjemah dan mosi lain yang tertunda dalam kasus ini, pengadilan juga telah menetapkan tanggal untuk tiga rangkaian sidang pada tahun 2023. Namun topik persidangan belum ditentukan.
Pengacara mengeluhkan lamanya proses keseluruhan, mengingat para terdakwa telah ditahan 18 tahun sebelum didakwa. Dalam satu pengajuan, pembela keberatan atas permintaan jaksa untuk tambahan waktu menyusun informasi. Jaksa mengatakan mereka membutuhkan lebih banyak waktu untuk bekerja dengan sistem yang sudah ketinggalan zaman dan rumitnya mencari informasi dari serangan 2002.
Masalah lain yang menggantung kasus ini adalah apakah informasi tertentu akan diterima mengingat caranya informasi itu diperoleh.
Ketiga terdakwa ditangkap di Thailand pada 2003 dan menjadi sasaran penyiksaan di lokasi CIA, menurut laporan Intelijen Senat 2014. Mereka dikirim ke Teluk Guantanamo pada 2006.
Nurjaman adalah ketua kelompok Jemaah Islamiyah, militan Asia Tenggara. Jaksa menuduhnya merekrut bin Lep dan bin Amin dan militan lainnya untuk melakukan serangan. Plot -plot itu termasuk serangan bom bunuh diri Oktober 2002 di Paddy’s Pub dan Sari Club di Bali, serta serangan bom Agustus 2003 di hotel J.W. Marriott di Jakarta.[ka/ab]
Artikel ini bersumber dari www.voaindonesia.com.