Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 akn berlangsung bulan depan. Namun, kehadiran Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden Ukraina Volodymir Zelenskyy dalam acara yang akan diselenggarakan di Bali itu hingga saat ini masih belum bisa dipastikan.
Dubes Rusia untuk Indonesia Lyudmila Vorobieva mengatakan sampai saat ini, ia belum mendapat kepastian.
“Saya hanya akan bilang bahwa keputusannya (Presiden Putin) akan disampaikan cepat atau lambat. Dan itu akan bergantung kepada situasi keamanan yang artinya bukan (situasi keamanan) di Indonesia, tetapi terkait situasi keamanan geopolitik secara global,” ungkap Vorobieva dalam press briefing, di kediaman Duta Besar Rusia untuk Indonesia, di Jakarta, Rabu (12/10).
Lebih jauh ia menjelaskan, apabila nanti Presiden Putin tidak menghadiri ajang KTT G20, pemerintahnya pasti akan mengirimkan perwakilan agar dapat hadir secara langsung. Namun, siapa kelak yang akan mewakili Putin, Vorobieva juga belum bisa memastikan.
“Siapa nanti yang akan menjadi perwakilan dia (Presiden Putin), tebakan saya mungkin Menteri Luar Negeri atau high profile lainnya. Sekali lagi, itu hanya tebakan saya. Dan kita masih belum tahu mengenai hal itu,” tambahnya.
Ia pun berharap, bisa segera mengetahui kepastian tersebut cepat atau lambat. Hal ini dikarenakan kehadiran Presiden Putin membutuhkan persiapan yang cukup matang.
“Sejauh yang kita tahu, (kehadiran Putin) masih belum jelas. Saya juga ingin segera mengetahui kepastiannya. Jadi pihak kedutaan berharap cepat atau lambat juga mengetahui kepastian itu. tapi karena situasinya berubah terus sepanjang waktu, jadi sulit untuk mengatakannya,” jelasnya.
Sementara itu Duta Besar Ukraina untuk Indonesia Vaysl Hamianin juga belum bisa memastikan kehadiran Presiden Zelenskyy secara langsung di Bali.
“Tidak ada yang tahu. Kita masih belum mendapatkan konfirmasi. Hal ini masih dalam proses,” ungkapnya ketika dihubungi VOA.
Vasyl menjelaskan, Zelenskyy ingin menghadiri ajang KTT G20 tersebut secara langsung karena pihaknya sangat menghargai Presiden Joko Widodo dan bersyukur bahwa Jokowi sempat meluangkan waktunya untuk mengunjungi Ukraina secara langsung.
“Karena itulah Presiden saya menerima undangan (menghadiri KTT G20) Pak Jokowi dengan rasa syukur. Tetapi, ada beberapa kejadian lagi menimpa negara kami,” katanya.
Beberapa kejadian yang mungkin membuat Zelenskyy batal menghadiri KTT G20 salah satunya adalah serangan yang dilancarkan oleh Rusia kepada Ibu Kota dan beberapa kota di Ukraina sejak Senin lalu.
“Sejak awal terjadinya perang kita tidak pernah merasakan serangan sebesar ini di wilayah kami. Jadi karena hal ini, situasinya menjadi sulit untuk diprediksi. Dan saya belum tahu apakah keputusan (Presiden Zelensky) datang ke Indonesia akan dibatalkan atau masih sesuai jadwal,” jelasnya.
“Kita tentu merencanakan (datang ke KTT G20). Tapi (pernyataan) Presiden Zelenskyy sangat jelas bahwa kedatangannya akan bergantung kepada situasi keamanan di Ukraina. Dengan berbagai eskalasi oleh Rusia kepada Ukraina membutuhkan kehadiran presiden di kantor. Karena dia adalah komando tertinggi” tegasnya.
Tantangan Indonesia Menghadirkan Putin
Sementara itu, Pengamat Hubungan Internasional dari Universitas Padjajaran Teuku Rezasyah mengungkapkan alasan ketidakpastian kehadiran dua pemimpin negara tersebut di ajang KTT G20 bisa dimaklumi. Hal ini berdasarkan teori yang menyatakan “foreign policy begins at home”. Oleh karena itu, jika keadaan di dalam negeri sebuah negara tidak aman dan banyak masalah, sudah selayaknya pemimpin negara harus mengamankan keandaan dalam negerinya terlebih dahulu.
Lebih jauh, Reza mengungkapkan memang butuh kerja keras dari diplomasi Indonesia untuk setidaknya menghadirkan Presiden Putin secara langsung dalam KTT G20, dan sebisa mungkin tidak mendapatkan boikot dari negara-negara anggota G20 dengan kehadiran Putin.
“Hanya keadaan luar biasa yang bisa memaksa seorang Putin untuk tidak hadir. Karena bagaimana pun, Putin memerlukan panggung untuk menjelaskan kepada dunia keadaan yang terjadi sekarang di Ukraina, dan di Rusia dari versi beliau. Dan untuk itu beliau perlu panggung. Pada saat yang sama, yang mungkin juga terjadi adalah aksi boikot dari negara-negara yang selama ini sudah mengatakan tidak akan hadir kalau Putin hadir. Jadi sekarang, pertama kita tidak bisa memaksa atau mendesak mereka hadir atau tidak hadir. Kita harus maklum,” ungkapnya kepada VOA.
Reza mengatakan, para duta besar Indonesia di negara-negara anggota G20 harus mengambil langkah pro aktif agar para kepala negara bisa hadir secara langsung di Bali November mendatang. Reza mengakui bahwa ini merupakan tugas yang sulit. Oleh karena itu, Indonesia harus transparan dalam menangani permasalahan ini, salah satunya adalah menyampaikan pencapaian-pencapaian yang dihasilkan dari berbagai acara pendukung G20 sebelumnya seperti Youth 20, Bussiness 20, serta Womens 20. Hal ini,katanya, untuk menunjukkan pentingnya kolaborasi apik, yang diharapkan bisa membawa dunia ke dalam keadaan yang lebih baik.
“Ini kerja keras yang luar biasa dari diplomasi Indonesia. karena kita harus menjamin bahwa yang selama ini yang menyatakan hadir, akan hadir. Misalnya Australia, Jepang. Kemudian kita juga bisa mencoba agar Korsel hadir. Untuk itu harus diberikan terapi khusus kepada masing-masing negara. Misalnya ada negara-negara yang mengekor AS, seperti Inggris. Dan dengan begitu harus dibilang bahwa justru di forum inilah anda bisa berdialog dengan Putin untuk menyelesaikan masalah Ukraina dan energi,” tambahnya.
“Dan tidak mustahil ini bisa menjadi salah satu pencapaian Indonesia, membantu pemulihan energi di Eropa. Kita sebagai ketua bisa menyiapkan pertemuan dari negara-negara yang energinya terdampak akibat pemutusan Rusia. Jadi (negara-negara anggota G20) diharapkan hadir agar mereka bisa menyampaikan kepada Putin bahwa urusan ini bukan hanya sekedar urusan energi, tapi urusan kemanusiaan.,” pungkasnya. [gi/ab]
Artikel ini bersumber dari www.voaindonesia.com.