Satu per satu jerigen dan ember milik Dorkas Bili terisi penuh oleh air yang tercurah dari sebuah keran air yang berjarak hanya 500 meter dari rumahnya. Sejak keran air itu terpasang pada November 2021, perempuan berusia 54 tahun itu tidak lagi perlu berjalan lebih dari 2 kilometer untuk mengambil air bersih dari mata air Wee Ranu.
“Rasa senang karena dekat ini air. Tidak seperti itu hari, jauh air, kita jalan kaki, jam 5 kita sudah jalan pergi ke air,” kata Dorkas warga Dusun 2, Desa Tana Rara, Kecamatan Loli, Kabupaten Sumba Barat, Nusa Tenggara Timur, Rabu (14/9).
Sejak jaringan air bersih masuk ke Desa Tana Rara, Josua juga tidak perlu membawa jeriken air berkapasitas lima liter ke sekolahnya. Sebelumnya, murid SD berusia 11 tahun itu membawa jeriken ke sekolah yang dipakainya mengambil air dari Wee Ranu untuk keluarganya.
“Bisa mandi, bisa timba air juga untuk mengisi tempayan,” kata Josua
Dorkas dan Josua adalah sebagian dari 2.137 warga di Desa Tana Rana yang menikmati air bersih dari “Program Air untuk Sumba” yang diinisiasi oleh Save the Children Indonesia bekerja sama dengan Perkumpulan Stimulant Institute dan Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Sumba Barat.
Program tersebut membangun jaringan pipa air bersih dari sumber mata air ke bak penampungan di atas bukit. Dari bak penampungan air dialirkan melalui pipa ke 24 keran air ke tiga dusun di desa itu. Selain dialirkan ke permukiman warga, air juga dialirkan ke empat sekolah dan pusat kesehatan masyarakat (Puskesmas) setempat.
Air Untuk Sumba
Sejak desa itu berdiri pada 1961, baru tahun lalu warga Desa Tana Rana bisa menikmati kemudahan akses air bersih dari keran air dekat permukiman. Padahal, desa itu hanya berjarak 12 kilometer dari Kota Waikabubak, Ibu Kota Kabupaten Sumba Barat. Sebelumnya, mata air Wee Ranu yang berjarak menjadi andalan 409 keluarga di desa tersebut.
Jarak ke lokasi mata air tergantung pada lokasi tempat tinggal warga. Warga yang berada di ujung kampung bisa menempuh jarak sejauh dua kilometer untuk mendapatkan air.
“Hujan-hujan kita pergi timba air di Wee Ranu, mencuci, biar hujan-hujan kita pergi angkat air,” cerita Mesuda Manunda (32).
Pompa yang mengalirkan air ke bak penampungan digerakkan menggunakan teknologi Energi Baru Terbarukan (EBT) dengan mengandalkan energi listrik yang bersumber dari energi Matahari. Air mengalir sejak pukul 08.00 hingga sore hari.
“Menjadi solusi memilih teknologi itu karena dia akan bekerja secara otomatis karena begitu air di reservoir (bak penampungan) berkurang dia akan otomatis mengisinya,” jelas Stepanus Makambombu selaku Direktur Perkumpulangan Stimulant Institute Sumba. Pemanfaatan teknologi tenaga surya yang bekerja secara otomatis membuat tidak dibutuhkan adanya tenaga khusus untuk menghidupkan dan mematikan pompa air, sehingga warga dapat fokus pada pemeliharaan jaringan perpipaan.
Spesialis Pemberdayaan Masyarakat Program Sponsorship, Save the Children Indonesia, Benny Johan, menjelaskan umumnya desa-desa di Sumba memiliki sumber air bersih, tetapi sulit diakses oleh warga karena lokasinya jauh dari pemukiman.
“Di Sumba kebanyakan, mata air itu berada di daerah yang datar, sementara pemukiman warga itu selalu cari di atas puncak bukit. Sehingga lahan persawahan mereka tidak kekurangan air tetapi pemukiman kekurangan air karena sumber air ada di bawah,” jelas Benny Johan kepada VOA di Tana Rara.
Menurut Survei Sosial Ekonomi Nasional Badan Pusat Statistik 2021, hanya 0 persen atau nyaris tidak ada rumah tangga di Kabupaten Sumba Barat yang mendapatkan air bersih dari leding atau keran air. Sebanyak 39,86 persen rumah tangga di kabupaten tersebut mengandalkan air dari mata air terlindung dan tak terlindungi untuk memasak, mandi dan cuci. Persentase rumah tangga yang mengambil air dari sumur terlindung dan tak terlindung mencapai 34,1 persen dan sisanya mengambil dari sumur bor dan sumber lainnya.
Kondisi tersebut membuat warga tidak punya pilihan lain selain harus berjalan kaki menempuh jarak yang jauh untuk mengambil air bersih. Kegiatan mengambil air untuk kebutuhan sehari-hari paling banyak dilakukan oleh anak-anak terutama perempuan dan para ibu. Akses jalan menuju sumber mata air terbilang tidak aman untuk anak-anak dan ibu hamil.
“Fenomena di Tana Rara, pengambil air bersih untuk rumah tangga itu adalah anak-anak dan ibu-ibu. Beberapa kali kami menemukan yang pergi mengambil air ke mata air itu ibu yang hamil pula,” ungkap Benny.
Kemudahan air bersih juga mendorong kegiatan ekonomi bernilai tambah di Desa Tana Rana.
Kepala Desa Tana Rara, Benyamin Bili Raingu, mengungkapkan kemudahan air bersih juga juga dimanfaatkan warga untuk kegiatan menanam sayuran di pekarangan rumah dan pembuatan kolam ikan sederhana.
“Sebelum adanya kegiatan ini, jujur saja yang saya bilang tadi kita ambil air itu seadanya, biar kotor sekalipun kita ambil. Tapi dengan adanya air ledeng ini saya rasa sangat membantu sekali kita punya saudara-saudara sehingga pada akhirnya dia berdampak pada kebutuhan keluarga. Orang kan sudah bisa bikin bedeng, kolam ikan, ikutannya seperti itu,” kata Benyamin.
Kepala Bidang Air Minum dan Penyehatan Lingkungan Permukiman, Dinas PUPR Kabupaten Sumba Barat, Edyman mengungkapkan masih terdapat sekitar 30 desa di Kabupaten Sumba Barat yang sangat membutuhkan pelayanan air bersih. Kondisi itu disebabkan lokasi sumber air bersih berada di lokasi yang jauh dari pemukiman warga.
“Susahnya kendalanya itu karena di sini daerah topografinya berbukit-bukit, masyarakat cenderung tinggal di atas gunung, jadi untuk mengalirkan air itu agak kesulitan. Satu program bisa melayani 100 kepala keluarga saja itu luar biasa,” jelas Edyman, Rabu (20/9).
Dinas PUPR Sumba Barat pada tahun 2021 di Desa Tana Rara turut membangun Sistem Penyediaan Air Minum berupa 20 sambungan rumah (SR) yang sumbernya dari sumur bor yang dialirkan menggunakan pompa air tenaga surya.
Prioritaskan Fasilitas Air Bersih
Media and Brand Manager, Save the Children Indonesia, Dewi Sri Sumanah, mengungkapkan kesulitan air bersih mengakibatkan anak-anak harus membantu orang tua untuk mengambil air di lokasi yang jauh. Akibatnya, anak-anak sudah terlanjur kelelahan saat ke sekolah.
“Sehingga mereka datang ke sekolah kelelahan, bahkan misalnya mereka tidak mandi ke sekolah, itu juga akan berdampak pada tumbuh kembang anak,” kata Dewi.
Menurut Dewi, masih terdapat satu dusun lagi di Desa Tana Rara, yaitu Dusun 4, yang belum terlayani pipa air bersih. Akses air bersih ke desa itu akan dituntaskan oleh Pemerintah Desa menggunakan alokasi Dana Desa.
Pihaknya mendorong agar pemerintah Desa Tana Rara dan desa-desa lainnya yang memiliki masalah kebutuhan air untuk menjadi isu air sebagai prioritas dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDES). [yl/ft]
Artikel ini bersumber dari www.voaindonesia.com.