Dalam pidato hari Rabu di depan Majelis Umum PBB, Presiden AS Joe Biden, yang ingin menggalang dukungan bagi Ukraina, mengatakan bahwa perang di Ukraina itu merupakan penghinaan terhadap inti perjuangan PBB.
Dalam kecaman keras atas invasi Rusia ke Ukraina selama tujuh bulan terakhir, Biden mengatakan, laporan penganiayaan Rusia terhadap warga sipil di Ukraina “sepatutnya membuat Anda merasa sangat takut.” Ia juga mengatakan, ancaman nuklir baru yang disampaikan Presiden Rusia Vladimir Putin kepada Eropa menunjukkan “ketidakpedulian yang gegabah” atas tanggung jawab Moskow sebagai penandatangan Perjanjian Non-Proliferasi Senjata Nuklir.
Ia lantas mengkritik Rusia karena menjadwalkan “referendum palsu” pekan ini di wilayah Ukraina yang telah direbut secara paksa.
“Salah satu anggota tetap Dewan Keamanan PBB menginvasi negara tetangganya sendiri dan berusaha menghapus negara berdaulat itu dari peta. Rusia telah tanpa malu-malu melanggar prinsip utama Piagam PBB,” kata Biden di hadapan hadirin sidang.
Biden menyerukan seluruh negara, baik negara demokrasi maupun otokrasi, agar menentang invasi Rusia dan mendukung upaya Ukraina untuk mempertahankan diri.
“Kita akan berdiri bersama dalam solidaritas untuk menentang agresi Rusia, titik,” ujarnya.
Pidato itu disampaikan ketika wilayah-wilayah Ukraina yang diduduki Rusia di sisi timur dan selatan mengumumkan rencana untuk menggelar referendum, yang didukung Kremlin, dalam beberapa hari ke depan untuk menentukan apakah akan menjadi bagian dari Rusia, seiring kemunduran yang dialami Moskow dalam invasinya. Presiden Rusia Vladimir Putin pada hari Rabu mengumumkan langkah mobilisasi sebagian untuk menerjunkan 300.000 pasukan cadangan dan menuduh negara-negara Barat terlibat dalam aksi “pemerasan nuklir.”
Kerawanan Pangan dan Krisis Iklim
Presiden Joe Biden juga menyoroti konsekuensi invasi Rusia ke Ukraina terhadap pasokan pangan dunia. Ia menjanjikan bantuan sebesar $2,9 miliar (sekitar Rp43,6 triliun) bagi bantuan ketahanan pangan dunia untuk mengatasi kelangkaan yang disebabkan oleh perang dan dampak perubahan iklim.
Ia memuji upaya yang ditengahi PBB untuk menciptakan sebuah koridor ekspor biji-bijian Ukraina melalui jalur laut dan menyerukan agar kesepakatan itu diteruskan meskipun konflik masih berlangsung.
Gedung Putih mengatakan bahwa pendanaan untuk program ketahanan pangan dunia mencakup dana senilai $2 miliar (Rp30 triliun) dalam bentuk bantuan kemanusiaan langsung melalui Badan Pembangunan Internasional AS (USAID).
Sisa uang itu akan digunakan untuk proyek pembangunan global yang dimaksudkan untuk meningkatkan efisiensi dan ketahanan pasokan pangan global.
Tidak Mencari Konflik dengan China
Saat menjelaskan persaingan yang semakin sengit antara AS dan China, Biden mengatakan bahwa AS “tidak mencari konflik” dengan Beijing, namun menambahkan bahwa AS akan “tidak malu-malu dalam mempromosikan visi kami tentang dunia yang bebas, terbuka, aman dan sejahtera.”
Biden juga menyinggung pamer kekuatan militer yang dilakukan China di hadapan Taiwan, sambil mengatakan bahwa AS “akan memimpin perjuangan resolusi konflik secara damai dengan menggunakan diplomasi kami,” termasuk di seluruh Selat Taiwan, dengan kembali menekankan bahwa AS tetap “menentang perubahan status quo secara sepihak oleh pihak mana pun.”
Selain mengenai Rusia, China dan isu kerawanan pangan, Biden juga membahas masalah hak asasi manusia di seluruh dunia dan mengatakan bahwa AS sangat mendukung unjuk rasa di Iran yang muncul beberapa hari terakhir pascakematian seorang perempuan berusia 22 tahun saat ditahan polisi moral Iran karena melanggar aturan berpakaian secara Islami yang diterapkan negara itu.
“Hari ini kita berdiri bersama masyarakat dan perempuan Iran yang pemberani, yang saat ini tengah berdemonstrasi untuk menyelematkan hak asasi mereka,” ungkapnya di hadapan majelis.
Presiden Biden juga secara eksplisit menyinggung pelanggaran HAM di China, Myanmar dan yang dilakukan Taliban dalam pidatonya, dengan mengatakan, “Amerika Serikat akan selalu mempromosikan hak asasi manusia dan nilai-nilai yang diabadikan dalam Piagam PBB di negara kami sendiri dan seluruh dunia.”
Pertemuan PBB tahun ini kembali digelar secara penuh dan tatap muka, setelah dua tahun terakhir dibatasi pandemi COVID-19. [rd/jm]
Artikel ini bersumber dari www.voaindonesia.com.