Misi PBB di Afghanistan menuduh pihak berwenang Taliban mengintimidasi dan melecehkan pegawai perempuan yang bekerja di negara itu, termasuk menahan tiga perempuan untuk diinterogasi pada hari Senin (12/9).
Sejak Taliban merebut kekuasaan pada Agustus tahun lalu, mereka telah menerapkan berbagai pembatasan ketat bagi anak perempuan dan perempuan dewasa agar mematuhi visi mereka yang keras terhadap Islam. Mereka secara efektif menekan kehadiran perempuan di muka umum.
“Telah ada pola pelecehan yang muncul terhadap staf perempuan PBB oleh otoritas de facto,” kata Misi Bantuan PBB di Afghanistan (UNAMA) dalam sebuah pernyataan.
Salah satu contoh yang dikutip: UNAMA mengatakan bahwa tiga perempuan Afghanistan yang bekerja bagi organisasi itu “dikucilkan dan ditahan secara sementara untuk diinterogasi” oleh agen keamanan bersenjata dari pihak berwenang pada hari Senin (12/9).
Organisasi itu tidak menjelaskan insiden itu lebih lanjut.
“PBB menyerukan agar tindakan seperti intimidasi dan pelecehan yang menyasar pegawai perempuan Afghanistan segera diakhiri,” kata UNAMA yang bersikeras kepada pihak berwenang agar menyediakan jaminan keamanan personel PBB di Afghanistan.
Juru bicara pemerintahan Taliban, Bilal Karimi, membantah tuduhan PBB.
“Informasi yang diberikan UNAMA tidak benar… tidak ada yang ditahan,” kata Karimi dalam pernyataan kepada wartawan.
“Ada perkumpulan perempuan di Kandahar, dan ketika mereka dimintai penjelasan, ternyata mereka pegawai PBB, setelah itu mereka dibebaskan,” jelasnya.
Karimi tidak menjelaskan pertemuan apa yang dimaksud atau berapa banyak perempuan yang hadir.
Tuduhan UNAMA hanya berselang beberapa jam setelah seorang pakar utama PBB memperingatkan kondisi HAM di negara itu telah menurun di segala bidang.
Perempuan dan anak-anak perempuan, khususnya, telah mengalami “kemunduran yang mengejutkan” dalam hak-hak sipil, politik, ekonomi, sosial dan budaya mereka sejak Taliban berkuasa, kata Richard Bennett, pelapor khusus HAM di Afghanistan, di Jenewa.
“Tidak ada negara di dunia di mana perempuan dan anak perempuan dengan begitu cepat kehilangan hak asasi manusia mereka semata-mata karena gender.”
Taliban telah memberlakukan aturan ketat pada perempuan, termasuk menutup sekolah menengah perempuan di sebagian besar provinsi dan melarang perempuan menduduki banyak posisi pemerintahan.
Mereka juga memerintahkan perempuan untuk menutup diri di muka umum, baiknya dengan mengenakan burqa.
Pembatasan-pembatasan hak perempuan itu telah menjadi hambatan bagi masyarakat internasional untuk secara resmi mengakui pemerintahan Taliban. [rd/jm]
Artikel ini bersumber dari www.voaindonesia.com.