Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) menghadap Presiden Joko Widodo untuk menyampaikan laporan hasil penyelidikan dan rekomendasi terkait tragedi Kanjuruhan. Ketua TGIPF Mahfud MD mengatakan hasil penyelidikan mengungkap para pemangku kepentingan berusaha menghindari tanggung jawab.
“Dari hasil pemeriksaan kami, semua stakeholder (pemangku kepentingan -red) saling menghindar dari tanggung jawab. Semua berlindung di bawah aturan-aturan dan kontrak-kontrak yang secara formal sah. Oleh sebab itu kami sudah sampaikan kepada Presiden, semua yang kami temukan dan semua rekomendasi untuk semua stakeholder, baik yang dari pemerintah, PUPR, Menpora, Menkes dan sebagainya sudah kami tulis satu persatu rekomendasinya di dalam 124 halaman laporan,” ungkap Mahfud dalam telekonferensi pers di Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (14/10).
Mahfud menjelaskan, apabila semua pihak selalu mendasarkan diri pada norma formal, maka tidak akan ada pihak yang merasa bersalah. Pihak-pihak terkait selalu mengatakan bahwa apa yang dilakukan berdasarkan pada aturan yang berlaku, atau sudah sesuai dengan kontrak maupun statuta FIFA. Maka dari itu, dalam kesempatan ini Mahfud menegaskan bahwa PSSI harus bertanggung jawab atas tragedi ini.
“Sehingga di dalam catatan kami disampaikan bahwa pengurus PSSI harus bertanggung jawab dan (begitupun) sub-sub organisasinya,” tuturnya.
Menurutnya, mereka harus memikul tanggung jawab tidak hanya berdasarkan aturan-aturan resmi, tetapi juga rasa moral. Ia menekankan, tanggung jawab berdasarkan aturan biasanya berbentuk konsekuensi hukum.
“Maka naik ke asas tanggung jawab hukum itu apa? Salus populi suprima lex. Keselamatan rakyat itu adalah hukum yang lebih tinggi dari hukum yang ada dan ini sudah terjadi keselamatan rakyat publik terinjak-injak,” tambahnya.
Presiden Jokowi, katanya, juga menekankan kepada pihak kepolisian untuk meneruskan penyelidikan pidana terhadap orang-orang lain yang diduga kuat terlibat
“TGIPF punya banyak temuan-temuan indikasi untuk bisa didalami oleh Polri. Adapun tanggung jawab moral ini tadi tanggung jawab hukum. Adapun tanggung jawab moral dipersilakan masing-masing melakukan langkah-langkah yang diperlukan sebagai bentuk pertanggungjawaban manusia Indonesia yang berhadapan,” tegasnya.
Dalam kesempatan ini, Mahfud juga membeberkan fakta bahwa proses jatuhnya korban lebih mengerikan daripada yang digambarkan televisi dan media sosial. Hal ini, katanya, diketahui setelah TGIPF merekonstruksi 32 CCTV yang dimiliki oleh aparat.
“Jadi itu lebih mengerikan dari sekedar semprot mati, semprot mati gitu. Ada yang saling gandengan untuk keluar bersama, satu bisa keluar yang satu tertinggal, yang di luar balik lagi untuk nolong temannya terinjak-injak mati. Ada juga yang memberi bantuan pernafasan karena satunya sudah tidak bisa bernafas, membantu kena semprot juga mati gitu. Itu ada di situ. Lebih mengerikan daripada yang beredar karena ini ada di CCTV,” jelasnya.
Mahfud mengatakan, tingkat bahaya racun gas air mata yag digunakan pada saat kejadian hingga saat ini masaih dalam penyelidikan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).
“Tetapi apapun hasil pemeriksaan dari BRIN itu tidak bisa menyoreng kesimpulan bahwa kematian massal itu terutama disebabkan oleh gas air mata,” tegasnya.
Permintaan Mundur Pengurus PSSI
Dalam lembar kesimpulan dan rekomendasi yang diterima oleh VOA, salah satu butirnya meminta Ketua Umum PSSI Mochamad Iriawan alias Iwan Bule dan seluruh jajaran pengurus lainnya untuk mundur dari jabatannya.
“Secara normatif, pemerintah tidak bisa mengintervensi PSSI. Namun, dalam negara yang memiliki dasar moral dan etik serta budaya adiluhung, sudah sepatutnya Ketua Umum PSSI dan seluruh jajaran Komite Eksekutif mengundurkan diri sebagai bentuk pertanggungjawaban moral atas jatuhnya korban sebanyak 712 orang, di mana saat laporan ini disusun sudah mencapai 132 orang meninggal dunia, 96 orang luka berat, 484 orang luka sedang/ringan yang sebagian bisa saja mengalami dampak jangka panjang,” Demikian isi rekomendasi tersebut.
Dalam lembaran rekomendasi dan kesimpulan tersebut juga disebutkan guna menjaga keberlangsungan kepengurusan PSSI dan menyelamatkan persepakbolaan nasional, pemangku kepentingan PSSI diminta untuk segera menggelar Kongres Luar Biasa (KLB) untuk menghasilkan kepengurusan PSSI yang berintegritas, profesional, bertanggungjawab, dan bebas dari konflik kepentingan
“Pemerintah tidak akan memberikan izin pertandingan liga sepakbola profesional di bawah PSSI, yaitu Liga 1, Liga 2, dan Liga 3, sampai dengan terjadinya perubahan dan kesiapan yang signifikan oleh PSSI dalam mengelola dan menjalankan kompetisi sepak bola di Tanah Air. Adapun pertandingan sepakbola di luar Liga 1, Liga 2, dan Liga 3 tetap berlangsung dengan memperhatikan ketertiban umum dan berkoordinasi dengan aparat keamanan,” seperti dikutip dari butir rekomendasi TGIPF.
Pengamat Sepak Bola Rais Adnan menuturkan rekomendasi TGIPF yang meminta ketua umum dan pengurus PSSI untuk segera mundur dari jabatannya akan menimbulkan dinamika dalam organisasi induk sepak bola di Tanah Air tersebut. Rekomendasi itu juga akan menjadi perhatian FIFA.
Ia yakin, rekomendasi dari TGIPF tersebut akan disampaikan oleh Presiden Joko Widodo kepada Presiden FIFA Gianni Infantino di Jakarta nanti. Ia memprediksi akan ada negosiasi yang cukup alot terkait dengan pembenahan sepak bola Indonesia, terutama terkait kepengurusannya.
“Akan menarik nanti adalah bagaimana Presiden Jokowi menyikapi rekomendasi soal meminta pengurus PSSI ini mundur atau tidak. Terlepas dari itu semua, yang pasti pengelolaan kompetisi harus dibenahi. Dalam rekomendasi yang diberikan saya rasa sudah cukup komprehensif. Dari TGIPF, banyak rekomendasi untuk PSSI, PTLI, Panpel, kemudian TNI/Polri, ada Kemenpora, Kemenkes, Kementerian PUPR, yang memang ikut terlibat dalam tragedi ini untuk mengatasi tragedi Kanjuruhan,” ungkapnya kepada VOA.
Menurutnya, dari sisi moral, bentuk pertanggung jawaban dari pengurus PSSI yang harus dilakukan adalah mengundurkan diri.
Meski begitu, ia ia mengatakan, pergantian kepengurusan bukan jaminan bahwa dunia persepakbolaan Indonesia bisa lebih baik ke depannya. Menurutnya, pembenahan yang harus dilakukan butuh waktu dan usaha yang cukup keras dari berbagai pihak.
“Banyak faktor-faktor lain yang juga perlu diperhatikan. Jadi gak cuma sekedar ganti pengurus. Tapi bagaimana sistem ini seharusnya bisa dibuat secara baik, baik itu dari sisi organisasi, maupun pengelolaan kompetisi. Itu yang harus diperhatikan, agar tidak ada perencanaan yang berubah-ubah secara cepat, sehingga plan-nya secara jangka panjang untuk menghasilkan prestasi timnas ya muaranya, ini tidak bisa tercapai karena selalu berganti-ganti. Karena kebanyakan dramanya organisasi PSSI ini dibandingkan sisi prestasinya,” pungkasnya.
Ketua Umum PSSI memiliki pendangan berbeda terkait pertanggungjawaban. Iwan bule mengatakan, pertangunganjawaban pihaknya adalah dengan mengawal proses penyelidikan dengan baik dan melakukan berbagai perbaikan. [gi/ab]
Artikel ini bersumber dari www.voaindonesia.com.