Delapan citah Afrika yang diterbangkan dari Namibia dilepaskan di Taman Nasional Kuno (KNP) di India tengah. Pelepasliaran itu menjadi awal dari sebuah proyek ambisius untuk kembali memperkenalkan spesies kucing besar itu di India, setelah sempat punah di negara itu sekitar tujuh dekade lalu.
Pada hari Sabtu (17/9), Perdana Menteri India Narendra Modi melepaskan tiga citah pertama ke kandang karantina “KNP” sambil mengatakan bahwa “penantian panjang ini akhirnya berakhir, citah-citah ini memiliki rumah di India,” ujarnya.
“Proyek Citah merupakan upaya kami untuk pelestraian lingkungan dan satwa liar,” tambahnya.
Kedelapan citah yang dipasangi kalung radio – lima jantan dan tiga betina – akan menjalani karantina selama sebulan sebelum dibawa ke “kandang pelepasan” yang lebih besar.
Citah-citah itu akan dijaga di dalam kandang pelepasan yang lebih besar selama dua hingga tiga bulan untuk menyesuaikan diri dengan kondisi lingkungan baru mereka sebelum akhirnya dilepaskan di taman nasional tak berpagar seluas 748 kilometer persegi.
Bulan depan, 12 citah lainnya akan tiba di KNP dari Afrika Selatan. Pihak berwenang India berencana meningkatkan populasi kucing besar itu hingga sekitar 40 ekor di taman nasional tersebut, dengan membawa lebih banyak citah dari Afrika.
Pemerintah India telah melepaskan sekitar 250 chital atau rusa tutul India ke kandang pelepasan yang lebih besar di KNP di mana citah-citah yang baru dilepasliarkan itu akan membiasakan diri memburu mereka. Tidak ada chital di Afrika, sehingga hewan itu akan menjadi mangsa baru bagi para citah.
Citah, hewan darat tercepat, dengan cepat menuju kepunahan. Persatuan Internasional Konservasi Alam mengklasifikasikan hewan itu sebagai spesies rentan dalam daftar merah spesies terancam. Di Afrika dan Asia, citah “sangat terancam punah.” Diperkirakan 7.000 citah masih berada di alam liar dan hampir semuanya berada di Afrika.
Lebih dari 10.000 citah Asia berkeliaran di India pada abad ke-16, seperti yang dicatat oleh Kaisar Mughal Islam Akbar. Perburuan, hilangnya habitat dan kelangkaan makanan membuat populasi kucing besar di negara itu semakin berkurang. Populasi citah turun lebih jauh pada abad ke-19, yang sebagian besarnya diburu oleh para raja India setempat dan pejabat Inggris yang berkuasa untuk mendapatkan kulit dan bulu berbintiknya yang khas.
Tiga citah Asia terakhir diburu pada tahun 1948 oleh seorang raja India di India tengah. Pada tahun 1952, India secara resmi mengumumkan kepunahan citah di negaranya.
Pada tahun 2009, pemerintah India di bawah kepemimpinan mantan Perdana Menteri Manmohan Singh membentuk Proyek Citah dan memulai upaya untuk menghidupkan kembali populasi citah di KNP dengan membawa citah-citah Afrika.
Kepunahan citah di India menjadi sebuah kehilangan besar keanekaragaman hayati dan negara itu berupaya keras “untuk memperbaiki kesalahan sejarah,” kata SP Yadav, kepala Otoritas Konservasi Harimau Nasional India.
“Menjadi tanggung jawab moral dan etis kami untuk mengembalikan keberadaan citah di India,” kata Yadav.
“Kami telah berhasil mengelola populasi harimau liar terbesar di dunia di negara ini. kami memiliki kualifikasi untuk menghidupkan kembali populasi citah di India,” tambahnya.
Meski pejabat India mengatakan bahwa Proyek Citah akan membantu memulihkan ekosistem yang menyokong populasi kucing-kucing besar, selain memberikan dorongan bagi pariwisata dan perekonomian lokal, beberapa pakar pelestarian lingkungan mengatakan proyek itu dipenuhi tantangan.
Banyak pakar mengatakan lahan KNP terlalu kecil untuk kucing besar.
“Di Namibia, citah jantan menguasai wilayah sekitar 400 kilometer persegi atau wilayah jelajah sekitar 1.600 kilometer persegi. Sementara betinanya memiliki wilayah jelajah seluas 650 kilometer persegi. Jadi, Taman Nasional Kuno di India, dengan luas 748 kilometer persegi, tampaknya terlalu kecil untuk mempertahankan populasi citah yang layak,” kata Bettina Wachter, kepala Proyek Penelitian Citah yang bermarkas di Namibia, kepada VOA.
Taman di India tidak dipagari, sehingga ada kemungkinan citah-citah itu tersesat ke desa-desa di luar taman dan memangsa ternak.”
Ahli biologi satwa liar India, Ravi Chellam, menyuarakan hal senada. Ia mengatakan, KNP paling tidak bisa mengakomodasi 10 ekor citah.
“Bagaimana populasi citah dewasa yang mandiri, liar dan bebas berkeliaran berjumlah setidaknya 50 ekor, dapat bertahan sendiri di India ketika terdapat masalah berat minimnya habitat berkualitas bagi mereka? Saat ini, India tidak memiliki habitat yang sesuai untuk populasi citah liar,” kata Chellam, yang merupakan CEO Metastring Foundation – sebuah organisasi yang bekerja di bidang lingkungan dan kesehatan masyarakat, kepada VOA.
“Logikanya, tugas yang relatif tidak menarik dan memakan waktu untuk memulihkan, mengamankan dan menghubungkan tingkat habitat yang diperlukan seharusnya dilakukan terlebih dahulu sebelum membawa kucing-kucing besar itu dari Namibia.”
Citah-citah itu akan menghadapi tantangan dari hewan karnivora lain di KNP, tambah Chellam.
“Karnivora seperti macan tutul, hiena belang, serigala, beruang sloth dan sesekali harimau ada di lansekap itu. Mereka akan menjadi tantangan bagi citah. Di Afrika, singa, hiena dan macan tutul diketahui membunuh citah. Pengenalan citah di
Kuno juga akan menghadapi tantangan serupa dari macan tutul dan hyena belang,” kata Chellam.
“Di lansekap yang lebih besar, taman tak berpagar, anjing peliharaan dan anjing liar akan menjadi ancaman besar juga bagi citah.” [rd/jm]
Artikel ini bersumber dari www.voaindonesia.com.