Museum di Wyoming Abadikan Kisah dan Kontribusi Cowgirl

Museum di Wyoming Abadikan Kisah dan Kontribusi Cowgirl

Museum Cowgirls of the West di Cheyenne, Wyoming, menyoroti kisah tersembunyi mengenai para perempuan di kebun dan peternakan yang membantu membangun American West (Wilayah Barat Amerika). Salah satu cerita yang paling penting terjadi pada 1869, ketika Wyoming menjadi negara bagian pertama di AS yang memberikan hak pilih kepada perempuan.

Legenda American West identik dengan koboi dan tembak menembak.

Dan di Cheyenne, negara bagian Wyoming, sebuah museum berusaha menjadikan cowgirl dan perjuangan hak-hak perempuan sebagai bagian dari kisah itu.

“Para kakek dan ayah kami dirayakan di museum Old West di sini. Tapi tidak ada pengakuan untuk para ibu dan nenek kami. Padahal, ada banyak cowgirl yang melakukan rodeo dengan laki-laki pada akhir 1800an dan awal 1900an. Tidak ada satupun cerita tentang mereka,” kata Pam Cooper.

Pam dan Jerry Cooper adalah relawan yang mengumpulkan artefak kuno untuk menceritakan kisah-kisah perempuan di kebun dan peternakan, seringkali dalam kondisi menyedihkan.

“Saya senang memperlihatkan ke anak-anak perempuan dan bahkan perempuan usia 40an dan 50an, mesin cuci yang digunakan nenek buyut mereka jaman dulu,” tambah Cooper.

Pada 1869, Wyoming menjadi negara bagian pertama yang memberi perempuan hak pilih.

“Pemerintah membuka lahan. Warga mendapat 650.000 meter persegi. Kalau warga membangun bangunan di atasnya, dan jika mencari nafkah dari lahan itu selama lima tahun, mereka boleh memilikinya. Itu namanya homesteading. Yang tidak diantisipasi oleh pemerintah adalah beberapa perempuan datang dan melakukan homestead. Maka setelah lima tahun, sebagian perempuan itu berkata, ‘Apakah UU ini benar? Apakah kami benar-benar bisa memilih? Dan dijawab ‘ya,'” ujar Jerry Cooper.

Dijuluki Negara Bagian Setara, Wyoming juga yang pertama kali punya hakim dan gubernur perempuan. Reputasi itu meluas hingga ke awal abad 20an, ketika perempuan menaiki banteng atau bull riding.

Museum nirlaba ini nyaris tutup selama pandemi COVID-19, tapi diselamatkan oleh sumbangan masyarakat.

“Pernah ada seorang perempuan datang ke saya dan menyerahkan $100 untuk donasi. Dan ia bilang, ‘Sudah waktunya.’ Dan itu yang dirasakan kebanyakan perempuan,” kata Pam Cooper.

Seorang pengunjung bernama Renee Troendly sangat mengapresiasi museum ini.

“Tempat ini bagus. Informasinya, pengetahuannya, benda-benda dan sejarah yang tidak boleh hilang, kenapa perempuan bisa memilih, kenapa negara bagian ini begitu penting,” kata Troendly.

Sejarah, menurut suami-istri Coopers, adalah pengalaman yang mengajarkan akan rendah hati ketika terus dipelihara. [vm/lt]

Artikel ini bersumber dari www.voaindonesia.com.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *