Presiden Joko Widodo mengungkapkan kemungkinan untuk segera mencabut stasus pandemi COVID-19 di tanah air. Pernyataan ini berbeda dengan yang dikelurakannya ketika dimintai pendapatnya terkait Presiden Amerika Serikat Joe Biden yang menyatakan bahwa pandemi di negara adidaya itu telah berakhir. Jokowi pada saat itu menekankan, tidak mau terburu-buru untuk menyatakan hal serupa.
“Pandemi memang mulai mereda, Mungkin sebentar lagi akan kita nyatakan pandemi sudah berakhir,”ungkap Jokowi dalam acara Peluncuran Gerakan Kemitraan Inklusif untuk UMKM Naik Kelas, di Jakarta, Senin (4/10).
Meski pandemi di Indonesia telah diklaim mereda, ungkap Jokowi, situasi perekonomian global ke depan masih memiliki banyak tantangan, termasuk kemungkinan terjadinya resesi.
“Ekonomi pasca pandemi memang belum kembali normal tapi justru semakin tidak baik, karena selain pandemi ada perang di Ukraina,” tambahnya.
Maka dari itu, katanya, perbaikan situasi dan kondisi dari pandemi COVID-19 di tanah air, harus dimanfaatkan dengan baik agar bisa selaras dengan pemulihan ekonomi. Apalagi, saat ini pertumbuhan ekonomi tumbuh pada kisaran di atas lima persen.
“Kuncinya kita semua harus kompak, kita semua harus bersinergi, kita semua harus memiliki perasaan yang sama karena yang kita miliki tantangan yang tidak mudah, kompak. Sehingga perlu yang namanya Indonesia incoporated, yang besar, menengah bekerja sama berkolaborasi bersama menyelesaikan persoalan-persoalan di lapangan secara konkret dan nyata,” tegasnya.
Pencabutan Status Pandemi Tetap Berada di Tangan WHO
Ahli Epidemiologi dari Universitas Airlangga Windhu Purnomo mengungkapkan kewenangan untuk mencabut status pandemi COVID-19 tetap berada di tangan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Untuk situasi pandemi COVID-19 di Indonesia sendiri, ia melihat sudah berada di fase awal endemi. Ia menjelaskan, hal tersebut berdasarkan berbagai indikator pandemi yang sudah mulai membaik, dimana angka reproduksi efektif (RT) dari virus tersebut sudah berada di bawah satu yakni 0,8. Selain itu, positivity rate sudah mendekati level lima persen, fasilitas pelayanan kesehatan yang sudah tidak tertekan seperti dua tahun lalu, dan angka kematian yang juga semakin turun.
“Jadi kita ini sudah di fase awal endemi sebetulnya. Tapi endemi bukan tujuan, bukan goal. Goal kita adalah sporadic, yang artinya sekali-kali ada, lain kali hilang. Jadi tujuan kita sporadic, kalau bisa ya tereradikasi yang artinya sama sekali hilang. Tetapi untuk virus Sars-CoV2 itu hilang butuh waktu beberapa tahun bahkan puluhan tahun. Jadi itu tidak perlu sampai ke sana. Yang penting jadi sporadic,” ungkap Windhu kepada VOA.
Meski begitu, kembali ia mengingatkan bahwa masih banyak negara yang belum sampai kepada situasi pandemi yang dimiliki oleh Indonesia saat ini. Dengan mobilitas yang cukup tinggi, munculnya mutasi dan varian baru dari COVID-19 yang lebih mematikan tetap ada.
“Selama masih ada negara lain yang masih seperti itu, kita belum aman. Ini nanti kita menyatakan aman itu kalau WHO sudah mencabut Public Health Emergency of International Concern (PHEIC). Artinya pandemi dicabut itu semua negara sudah aman, nah itu baru kita aman,” tuturnya.
Ia menyarankan kepada pemerintah untuk tidak mendahului WHO dengan menyatakan bahwa pandemi COVID-19 di tanah air telah berakhir.
Senada dengan Windhu, Ahli Epidemiologi dari Universitas Griffith Australia Dicky Budiman menyatakan bahwa kewenangan untuk mencabut status pandemi ada di tangan WHO. Ia menjelaskan memang tidak semua status PHEIC suatu wabah merupakan pandemi. Menurutnya, selain COVID-19 ada dua penyakit yakni polio dan monkey pox yang termasuk dalam kategori PHEIC, namun bukan pandemi.
“Bicara pandemi tidak bisa lepas dari status PHEIC yang merupakan kewenangan WHO. Sekali lagi, meskipun tidak semua PHEIC menjadi pandemi tapi kaitan COVID-19 jelas indikatornya pandemi,” ungkap Dicky kepada VOA.
“Menurut saya ancer-ancer dengan prediksi optimisnya akhir tahun paling cepat status PHEIC dicabut (oleh WHO),” katanya.
Sent from my iPhone
Artikel ini bersumber dari www.voaindonesia.com.