Sebagian besar penggemar Piala Dunia mendukung FIFA untuk memberikan kompensasi kepada para pekerja migran yang hak-haknya dilanggar selama melakukan persiapan turnamen sepakbola itu di Qatar, menurut sebuah jajak pendapat yang digagas Amnesty International dan diterbitkan hari Kamis (15/9).
Qatar telah berulang kali menghadapi kritik atas kondisi pekerja migran, meski berkukuh bahwa pihaknya telah melakukan perbaikan besar beberapa tahun terakhir.
Jajak pendapat YouGov itu melibatkan lebih dari 17.000 orang dewasa dari 15 negara – sebagian besarnya di Eropa, namun juga mencakup AS, Meksiko, Argentina, Maroko dan Kenya, kata Amnesty dalam sebuah pernyataan.
Tujuh puluh tiga persen responden “sangat mendukung” atau “cenderung mendukung” badan sepak bola itu menggunakan sebagian dari pendapatan Piala Dunia 2022 untuk mengompensasi para pekerja migran, menurut hasil survei.
Dari seluruh responden yang mengatakan bahwa mereka akan menonton setidaknya satu pertandingan, 84 persen di antaranya mendukung gagasan tersebut.
“Masih ada waktu bagi FIFA untuk melakukan hal yang benar,” kata Steve Cockburn dari Amnesty dalam pernyataannya. Ia menyerukan FIFA agar “membentuk program remediasi… sebelum turnamen itu dimulai” 20 November mendatang.
“Penggemar tidak menginginkan Piala Dunia yang dinodai pelanggaran HAM,” tambah Cockburn.
Menanggapi hal itu, FIFA mengaku telah mencatat hasil jajak pendapat itu, namun memperingatkan bahwa “para responden mungkin tidak tahu sepenuhnya
langkah-langkah yang diambil dalam beberapa tahun terakhir oleh FIFA dan mitranya di Qatar untuk melindungi para pekerja yang terlibat dalam penyelenggaraan Piala Dunia FIFA.”
“Para pekerja telah menerima berbagai bentuk kompensasi ketika perusahaan-perusahaan gagal menegakkan standar kesejahteraan pekerjanya,” ungkap FIFA dalam sebuah pernyataan.
“FIFA akan melanjutkan upaya untuk memungkinkan remediasi bagi pekerja yang mungkin terkena dampak buruk sehubungan dengan pekerjaan terkait Piala Dunia FIFA.”
Qatar menghadapi tuduhan tidak dilaporkannya sebagian kasus kematian dan cedera yang menimpa pekerja migran dan tidak melakukan cukup upaya untuk meringankan kondisi kerja yang keras. Tuduhan adanya pekerja yang belum menerima gaji juga seringkali diutarakan.
Pemerintah Qatar sudah menyoroti sejumlah reformasi besar yang diberlakukannya, termasuk pemberian upah minimum, membongkar skema yang memberi majikan kewenangan untuk mengenakan hak-hak yang ketat terhadap pekerja, serta menerapkan aturan ketat mengenai pelaksanaan pekerjaan di tengah sengatan musim panas.
Dalam sebuah wawancara dengan majalah Prancis Le Point, penguasa Qatar Sheikh Tamim bin Hamad Al-Thani mengatakan bahwa ia bangga akan langkah-langkah yang telah diambil emiratnya untuk menjaga kesejahteraan pekerja.
“Kami memahami bahwa kami memiliki masalah dengan pekerjaan di lokasi pembangunan infrastruktur dan kami mengambil tindakan tegas dalam waktu singkat,” ungkap sang emir dalam wawancara ketiganya sejak ia naik takhta pada 2013.
“Kami telah mengubah perundang-undangan dan kami menghukum siapapun yang menyiksa pekerja. Kami telah membuka pintu bagi organisasi-organisasi nonpemerintah dan kami bekerja sama dengan mereka. Kami bangga akan hal itu.” [rd/jm]
Artikel ini bersumber dari www.voaindonesia.com.