Koalisi pengacara dan kelompok pegiat mengatakan pihaknya telah mengajukan kasus penembakan fatal jurnalis Al Jazeera Shireen Abu Akleh ke Mahkamah Pidana Internasional atas nama keluarganya. Koalisi itu menyerukan para jaksa agar menyelidiki apa yang disebutnya sebagai penargetan disengaja pihak Israel terhadap reporter veteran itu.
Pejabat Palestina, keluarga Abu Akleh dan Al Jazeera menuduh Israel secara sengaja menarget dan membunuh wartawan perempuan berusia 51 tahun itu. Abu Akleh mengenakan helm dan rompi pelindung dengan label “pers” ketika ia ditembak Mei lalu di wilayah pendudukan Tepi Barat.
Sebuah kelompok riset internasional juga mempresentasikan penyelidikannya terhadap kasus penembakan tersebut. Kelompok itu menuduh seorang tentara Israel terlibat dalam kematiannya dan bahwa waktu dan lintasan peluru menunjukkan bahwa Abu Akleh ditarget secara sengaja. Israel mengaku bahwa tembakan tentaranya yang mungkin menewaskan Abu Akleh, namun Israel membantah dengan keras tuduhan bahwa tentara itu secara sengaja menarget sang wartawan.
Perdebatan itu menjadi poin penting dalam upaya warga Palestina untuk menuntut pertanggungjawaban Israel atas penembakan tersebut. Pengacara mendiang Abu Akleh mengatakan pada hari Selasa (20/9) bahwa mereka telah mengadukan kasus itu kepada Mahkamah Pidana Internasional, yang menuduh Israel secara sengaja membunuh dan melukai wartawan Palestina yang mengenakan rompi pers di Tepi Barat dan Gaza.
“Keluarga kami tidak seharusnya menunggu ditegakkannya keadilan,” kata Anton Abu Akleh, kakak mendiang Shireen, kepada wartawan di Den Haag. “Jangan sampai ada keluarga Amerika keturunan Palestina maupun keluarga wartawan lain yang harus mengalami apa yang kami alami.”
Pengaduan ke mahkamah tidak menjamin para jaksa akan membuka penyelidikan. Apabila memang dilakukan, penyelidikan semacam itu biasanya akan memakan waktu bertahun-tahun dengan penuntutan yang masih lama.
Pada tahun 2015, jaksa Mahkamah Pidana Internasional membuka pemeriksaan awal terhadap tuduhan kejahatan perang oleh Israel di Gaza dan wilayah pendudukan Tepi Barat. Namun penyelidikan resmi terhadap kasus itu baru dimulai tahun lalu. Belum diketahui berapa lama penyelidikan itu akan berlangsung.
Abu Akleh sendiri telah meliput wilayah Tepi Barat untuk Al Jazeera selama dua dekade dan menjadi sosok wartawan terkemuka di wilayah Timur Tengah. Kematiannya memicu amarah seluruh dunia, menyoroti operasi Israel di Tepi Barat.
Sekitar 90 orang Palestina telah terbunuh dalam serbuan penangkapan Israel di malam hari selama beberapa bulan terakhir. Banyak di antara mereka diklaim sebagai militan atau pemuda Palestina yang memprotes penyerbuan itu – membuatnya menjadi tahun paling mematikan di wilayah pendudukan itu sejak tahun 2016.
Bulan ini Israel mengakui untuk pertama kalinya bahwa terdapat “kemungkinan yang besar” di mana salah satu tentaranya telah secara keliru membunuh Abu Akleh dalam sebuah penyerbuan di wilayah Tepi Barat bagian utara.
Akan tetapi, militer Israel tidak lantas menyatakan bertanggung jawab atas hal itu dan mengatakan bahwa tidak akan ada pihak yang dihukum atas penembakan tersebut. Perdana Menteri Israel Yair Lapid juga menolak seruan AS agar Israel meninjau kembali kebijakan pelepasan tembakannya.
Israel mengklaim tentaranya tengah menghadapi orang-orang bersenjata dari pihak Palestina saat peristiwa terjadi, meskipun saksi mata dan video amatir menunjukkan bahwa area tempat kejadian perkara tenang sebelum penembakan terjadi. [rd/jm]
Artikel ini bersumber dari www.voaindonesia.com.