Warga Amerika hari Minggu (11/9) berhenti sejenak dari kegiatan mereka untuk merefleksikan diri pada peringatan serangan teroris yang paling banyak menelan korban jiwa di tanah air, 11 September 2001. Peristiwa di mana empat pesawat penumpang yang dibajak oleh teroris Al Qaeda menabrakkan pesawat mereka ke menara kembar World Trade Center di New York, Pentagon di Washington DC, dan satu pesawat lain jatuh di Shanksville, Pennsylvania. Hampir 3.000 orang tewas dalam insiden itu.
Presiden Joe Biden menandai hari ini dalam sebuah upacara khidmat di Pentagon, di mana para teroris menerbangkan sebuah pesawat ke salah satu dari lima sisi gedung Departemen Pertahanan itu, menewaskan 184 orang.
“Dua puluh satu tahun (berlalu) dan kami menepati janji untuk tidak pernah melupakan hari ini,” ujar Biden pada hadirin, yang tetap datang meski di tengah rintik-rintik hujan. “Kisah Amerika berubah hari itu, tetapi tidak akan pernah mengubah karakter bangsa.”
Ia menegaskan tekad Amerika untuk melawan teroris asing yang “tidak akan pernah goyah,” mengutip serangan pasukan komando Amerika pada 2011 yang menewaskan dalang serangan 9/11, Osama bin Laden, di Pakistan; dan serangan pesawat nirawak yang lebih baru yang diperintahkan Biden untuk membunuh pemimpin baru Al Qaeda, Ayman Al Zawahiri di ibu kota Kabul, Afghanistan.
Lebih dari 2.700 orang tewas ketika dua pesawat yang dibajak menabrak menara kembar World Trade Center New York.
Wapres AS ke New York, Ibu Negara ke Shanskville
Wakil Presiden Kamala Harris dan suaminya Doug Emhoff pada hari yang sama mengunjungi “ground zero” di New York dan menyaksikan pembacaraan nama-nama semua korban serangan itu, yang sudah menjadi ritual tahunan.
Sementara Ibu Negara Jill Biden mengunjungi sebuah tugu peringatan di Shanksville, Pennsylvania. Empat puluh orang tewas di daerah pedesaan di timur negara bagian Pennsylvania itu setelah berupaya keras mengalahkan para pembajak yang telah menguasai pesawat dan berupaya terbang ke Washington untuk menarget ibu kota negara.
Komunitas lain di seluruh Amerika menandai 11 September dengan nyala lilin, layanan antar-agama, dan peringatan lain. Sebagian orang Amerika bergabung dengan proyek sukarelawan di hari yang secara federal diakui sebagai “Hari Patriot” dan “Hari Layanan dan Peringatan Nasional.”
Refleksi Warga AS di Tatanan Dunia Baru
Serangan teroris itu memicu “perang melawan teror” di jantung pelatihan Al Qaeda di Afghanistan, perang yang berlangsung selama 20 tahun sebelum Biden menarik mundur seluruh pasukan terakhir yang tersisa pada 15 Agustus 2021 lalu. Penarikan pasukan itu menghadapi kekacauan ketika gerilyawan Taliban kembali menguasai negara itu.
Sekarang, meskipun banyak orang Amerika merefleksikan diri pada peringatan serangan itu, Amerika telah terpecah secara politik dalam berbagai masalah politik, seperti integritas pemilu, aborsi, perubahan iklim, hak suara dan lainnya.
Amerika juga telah berpaling dari partisipasi langsung dalam perang di luar negeri, bahkan ketika pemerintah telah mengirim miliaran dolar persenjataan ke Ukraina untuk membantu perjuangan mereka melawan invasi Rusia yang kini sudah memasuki bulan ketujuh.
Di dalam negeri, Amerika juga dihadapkan pada peningkatan ancaman, sebagian dari kelompok ekstremis sayap kanan yang marah karena kekalahan Donald Trump dalam pemilu tahun 2020 dan kadang-kadang dari demonstrasi jalanan terhadap perlaku brutal polisi pada kelompok minoritas rasial. [em/jm]
Artikel ini bersumber dari www.voaindonesia.com.