Penembakan rudal itu sudah ketujuh kalinya dilakukan Pyongyang dalam beberapa hari terakhir dan ditakutkan menjadi pertanda bahwa negara itu akan meneruskan lagi uji coba nuklir setelah terhenti pada tahun 2017.
Menteri Pertahanan Jepang Toshiro Ino mengatakan pada hari Minggu (9/10) bahwa uji coba rudal balistik itu “sama sekali tidak dapat diterima.” Tindakan Korea Utara disebutnya tidak hanya mengancam perdamaian dan keamanan kawasan, tapi juga dunia internasional.
Penembakan dilakukan sehari setelah Korea Utara memperingatkan bahwa penempatan kembali kapal induk AS di dekat Semenanjung Korea telah meningkatkan ketegangan kawasan.
“Ini adalah pelanggaran terhadap resolusi Dewan Keamanan [PBB] terkait dan Jepang memprotes juga mengutuk keras Korea Utara melalui kanal kedutaan besar kami di Beijing. Jepang bertekad untuk terus bekerja sama erat dengan AS, Korea Selatan dan negara-negara lainnya untuk melindungi kehidupan dan matapencaharian masyarakat,” ujarnya.
Militer Korea Selatan dan Jepang menilai bahwa kedua rudal itu terbang sejauh 350 kilometer dengan ketinggian maksimum mencapai 90-100 kilometer sebelum jatuh ke perairan di antara Semenanjung Korea dan Jepang. Rudal-rudal itu bisa jadi diluncurkan dari kapal selam – sesuatu yang dikhawatirkan para pesaingnya, karena lebih sulit untuk dideteksi dini.
Sebelumnya, pada hari Selasa (4/10), Korea Utara melakukan uji coba rudal balistik terjauhnya. Rudal itu terbang melintasi Jepang untuk pertama kalinya dalam lima tahun sehingga memicu peringatan kepada penduduk Jepang untuk berlindung.
Korea Selatan dan AS menanggapinya dengan melakukan latihan udara pada hari yang sama. Kemudian hari Jumatnya (7/10), Korea Selatan dan AS mengadakan latihan maritim bersama. AS juga mengumumkan sejumlah sanksi baru untuk merespons peluncuran rudal Korea Utara di hari itu.
Tetangga sekaligus sekutu Korut, China, menyerukan kepada AS agar menciptakan kondisi untuk meneruskan dialog dengan Pyongyang.
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Mao Ning menyalahkan latihan militer yang diadakan AS dan sekutunya di sekitar Semenanjung Korea saat ditanya mengenai peluncuran rudal baru oleh Korut.
“Kami berharap semua pihak dapat menjunjung tinggi upaya untuk menemukan solusi politik atas masalah Semenanjung Korea, menyelesaikan kekhawatiran satu sama lain secara seimbang melalui dialog dan konsultasi. AS harus bertindak sesuai perkataannya. Sikap AS bahwa ia tidak berniat buruk terhadap Korea Utara harus tercermin dalam tindakannya,” kata Mao.
Juru Bicara Kepresidenan Korea Selatan Kim Eun-hye pada hari Minggu (9/10) menyatakan bahwa apabila Korea Utara memutuskan untuk menghentikan pengembangan nuklir dan bergerak ke arah “denuklirisasi substansial bahkan sekarang,” Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol akan “bersedia membantu meningkatkan perekonomian Korea Utara secara drastis.”
“Presiden Yoon percaya kita harus bertanggung jawab dan memimpin masalah Korea Utara dengan prinsip nasional “kebebasan dan solidaritas” dan jalur diplomasi. Kami akan terus melanjutkan upaya kami untuk melindungi rakyat kami melalui kerja sama keamanan trilateral antara Korea Selatan, AS dan Jepang, serta meletakkan masa depan yang penuh kebebasan, perdamaian dan kemakmuran di tangan Korea Utara dengan meletakkan senjata nuklirnya,” katanya.
Uji coba rudal dan nuklir yang dilakukan Korea Utara bertentangan dengan sanksi PBB.
Pyongyang mengatakan pada hari Sabtu (8/10) bahwa uji coba rudalnya dilakukan demi mempertahankan diri terhadap ancaman militer AS dan tidak membahayakan keselamatan tetangga-tetangganya. [rd/jm]
Artikel ini bersumber dari www.voaindonesia.com.