Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa 35 kota di India termasuk dalam kelompok 50 kota paling tercemar di dunia.
Di satu sisi, fakta ini memprihatinkan. Tak heran, berbagai cara digelar oleh berbagai pihak yang berkepentingan untuk mengatasi dampak polusi tak tertanggungkan ini. Namun, di sisi lain, sejumlah pihak melihatnya sebagai peluang bisnis.
Shellios Technolabs, sebuah perusahaan rintisan di India, termasuk yang melihat peluang tersebut. Baru-baru ini, mereka mengembangkan helm antipolusi yang memungkinkan penggunanya menghirup udara segar di kawasan-kawasan yang udaranya mengandung polutan dalam kadar tinggi.
Menurut Shellios, helm dapat menyaring 80% polutan. Pendirinya, Amit Pathak, meyakini, produknya ini akan sangat diminati mengingat kebutuhannya yang luar biasa tinggi, tidak hanya di dalam negeri tapi juga luar negeri.
“Ini pasar yang besar. Anda tahu di jalanan India ada lebih dari 20 juta kendaraan roda dua dan setiap tahun jumlahnya bertambah sekitar 10%. Jadi, ini adalah pasar yang sangat besar. Menciptakan produk yang tepat, untuk dapat memenuhi sebagian dari pasar itu adalah tujuan langsung kami,” katanya.
Helm itu dilengkapi unit pemurnian udara. Unit itu memiliki fiiter dan kipas yang dapat menyaring polutan dan mengeluarkan udara segar. Helm tersebut dioperasikan dengan baterai yang tenaganya bisa diisi ulang melalui slot micro-USB. Setiap pengisian penuh tenaga memungkinkan helm itu berfungsi selama enam jam.
Rahul Kumar, seorang pengendara sepeda motor, mengaku senang dengan helm Shellios.
“Ini helm antipolusi. Anda tidak akan merasakan udara tercemar saat memakai helm ini. Rasanya seperti Anda bernapas dalam kenyamanan rumah. Ini sangat nyaman. Polusi di luar ruangan tidak terasa sama sekali saat memakai helm ini,” katanya.
Helm seberat 1,5 kilogram ini sebetulnya dikembangkan Pathak sejak 2016, namun baru mulai dipasarkan pada 2019 di New Delhi. Karena harganya yang mahal, sekitar $56 dolar, atau hampir empat kali lipat dari harga helm biasa, peminatnya rendah.
Shellios kini berusaha menurunkan harganya dengan memangkas biaya produksi. Salah satunya dengan bekerja sama dengan produsen besar untuk mengembangkan versi yang lebih ringan dari bahan termoplastik, dan bukan dari bahan serat kaca fiberglass. [ab/uh]
Artikel ini bersumber dari www.voaindonesia.com.