Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Antony Blinken mengatakan, pada Rabu (26/10), bahwa China telah menolak status quo yang sudah berlaku sejak lama di Taiwan, menekankan penilaian yang menyatakan bahwa Beijing tengah mempercepat upayanya untuk mengambilalih pulau tersebut.
Pernyataan tersebut muncul setelah Presiden China Xi Jinping mengamankan masa jabatan ketiganya yang bersejarah, di mana Taiwan memprediksi akan terdapat tekanan yang lebih meningkat di bidang diplomatik.
Blinken mengatakan, status quo selama empat dekade – di mana AS mengakui kebijakan Satu China, meski tetap memasok persenjataan bagi Taiwan untuk kepentingan pertahanannya – itu telah “membantu memastikan tidak aka nada konflik antara AS dan China terkait Taiwan.”
“Yang berubah adalah ini – sebuah keputusan dari pemerintahan Beijing bahwa status quo itu tidak lagi dapat diterima, bahwa mereka ingin mempercepat proses di mana mereka akan mengupayakan reunifikasi,” kata Blinken pada sebuah acara di Bloomberg News.
China telah memutuskan untuk melakukan “pemaksaan dan mempersulit hidup dengan berbagai cara di Taiwan dengan harapan hal itu dapat mempercepat reunifikasi, sambil menahan kemungkinan untuk mengerahkan kekuatan demi mencapai tujuan mereka jika itu tidak berhasil,” ujarnya.
Blinken, yang menyampaikan penilaian serupa dalam penampilannya baru-baru ini di Universitas Stanford, mencontohkan hal itu dengan merujuk pada pengerahan pasukan dan latihan militer besar-besaran di Beijing pada Agustus lalu, setelah kunjungan Ketua DPR AS Nancy Pelosi ke Taiwan.
Diplomat utama AS itu mengatakan bahwa status quo juga telah memungkinkan Taiwan untuk berkembang dan menjadi kekuatan global yang dominan dalam pembuatan semikonduktor canggih yang penting untuk mobil, dan berbagai peralatan dan produk elektronik.
“Jika hal itu terganggu oleh alasan apa pun, maka dampaknya akan sangat signifikan terhadap perekonomian dunia,” kata Blinken.
Tekanan terhadap Taiwan “harus menjadi perhatian bukan hanya bagi AS, tapi juga untuk negara-negara lain yang tidak hanya ada di kawasan, tetapi juga di seluruh dunia,” katanya.
Beijing telah bersumpah untuk mengambil alih Taiwan yang memiliki pemerintahan sendiri, yang menjadi tempat pelarian kelompok nasionalis China daratan pada tahun 1949 dan sejak saat itu berkembang menjadi sebuah demokrasi yang dinamis.
Amerika Serikat mengubah kebijakan mereka dari yang sebelumnya mengakui Taipei menjadi mengakui Beijing pada 1979. Kini tersisa 14 negara yang mengakui kedaulatan Taiwan.
Menteri Luar Negeri Taiwan, Joseph Wu, mengatakan pada Rabu pagi bahwa ia memprediksi para pejabat China di bawah pemerintahan Xi akan melakukan upaya yang lebih besar untuk memilih sekutu-sekutu terakhirnya di Taipei.
“Bisa dibayangkan situasi diplomatik kita akan menjadi lebih suram,” kata Wu. [rd/jm]
Artikel ini bersumber dari www.voaindonesia.com.