Seorang remaja Inggris, Olivia Burch, rela bergabung dengan ratusan ribuan pelayat lainnya untuk mengantre selama berjam-jam untuk memberikan penghormatan terakhir kepada Ratu Elizabeth di Westminster Hall. Jenazah mendiang ratu saat itu masih disemayamkan di tempat tersebut. Namun terlepas dari rasa hormat rakyat terhadap pimpinan monarki tertua di Eropa itu, Burch berpikir pemerintahan Inggris seharusnya tidak lagi berbentuk kerajaan.
“Saya pikir (bentuk kerajaan) itu sudah tidak ada lagi. Bentuk itu terlalu tradisional dan kuno. Saya rasa kita tidak bisa menghamburkan banyak uang hanya untuk sebuah keluarga, yang (sebenarnya) sama saja seperti keluarga lainnya dalam hal kepemilikan hak untuk tinggal di sini (Inggris),” kata warga London berusia 19 tahun itu. Ia adalah salah satu dari ratusan ribu orang yang mengantre untuk memberi penghormatan kepada Ratu Elizabeth sebelum pemakaman kenegaraan dilakukan pada Senin (19/9).
“Namun, Ratu (Elizabeth) berbeda,” tegasnya
Kata-kata tersebut diamini oleh sejumlah warga yang meratapi kepergian Ratu. Dan apatisme rakyat Inggris terhadap keberadaan monarki di tengah zaman modern ini adalah sekelumit gambaran mengenai tantangan yang akan dihadapi Raja Charles saat ia menggantikan posisi ibunya setelah 70 tahun bertahta.
Prosesi pemakaman tersebut, yang merupakan prosesi puncak sejak Elizabeth menghembuskan nafas terakhir pada 8 September, menarik perhatian ratusan ribu orang untuk menyemuti jalan-jalan di Kota London dan jutaan pemirsa yang turut menyaksikannya melalui siaran langsung di televisi. Peristiwa tersebut menggarisbawahi bagaimana besarnya kasih sayang dan rasa hormat yang dirasakan mayoritas warga Inggris terhadap sang ratu.
Charles, 73, naik tahta pada saat sebuah jajak pendapat menunjukkan bahwa dukungan terhadap monarki Inggris telah anjlok ke level terendah, dan bahwa – meskipun melonjak sejak dia menjadi raja – dia secara pribadi jauh kurang populer dibandingkan ibunya.
Charles adalah sosok tertua yang diangkat menjadi raja dalam sejarah Inggris. Namun, ia dan permaisurinya Camilla merupakan dua figur yang kurang disukai setelah Charles memutuskan berpisah dari mendiang Putri Diana.
“Pertanyaan besarnya jelas adalah, ketika dia (Elizabeth) telah meninggal, apakah ini semua tentang dia atau tentang institusi monarki?” kata sejarawan Anthony Seldon. “Dan akankah Raja Charles III dapat mempertahankan keunggulan itu di negara ini, dan juga di seluruh dunia?”
Seldon mencatat bagaimana pada satu dekade lalu, jajak pendapat menunjukkan 75 persen menyetujui dan menghargai monarki, tetapi sekarang angka itu merosot ke 62 persen.
Dia mengatakan jika persentase itu anjlok di bawah 50 persen, maka monarki akan berakhir: “Akan ada kepala negara terpilih.”
Kampanye
Namun, untuk saat ini terdapat gelombang besar yang memberi dukungan terhadap Charles. Sebuah survei YouGov menunjukkan dukungan untuk Charles telah melonjak sejak dia menjadi raja. Sekitar 63 persen responden berpikir dia akan menjadi raja yang baik, naik 24 persen dibandingkan jajak pendapat pada Maret.
Peningkatan dukungan serupa juga terjadi pada Camilla.
Ketika Charles bertemu dengan masyarakat yang merupakan simpatisannya saat tur ke empat ibu kota wilayah Britania Raya, yang mencakup Skotlandia, Irlandia Utara, Wales dan Inggris, mereka menyambutnya dengan sorak-sorai dan teriakan “God Save the King.”
“Saya pikir dia akan menjadi raja yang brilian, dan dengan Camilla di sisinya, dia akan benar-benar fantastis,” kata Rosie Beddows, 57, yang berada di Westminster Hall ketika Charles dan saudara-saudaranya berjaga di samping peti jenazah ibunya.
Pidato Charles yang tulus kepada masyarakat yang disiarkan di televisi sehari setelah ratu meninggal dan penghormatan yang dia berikan kepada mendiang ibunya juga diterima dengan baik. Bahkan penerimaan tersebut juga dilakukan oleh beberapa orang yang semula meragukannya.
“Dia tidak melewatkan satu langkah pun,” salah satu mantan pembantu seniornya, yang meminta tidak disebutkan namanya, mengatakan kepada Reuters.
Sebagai ahli waris yang menunggu lebih lama dari calon raja lain dalam sejarah Inggris, Charles menempa dirinya untuk berperan aktif dalam mengkampanyekan berbagai macam isu mulai dari soal lingkungan dan perubahan iklim hingga arsitektur dan pengobatan alternatif.
Apa yang dilakukan Charles itu nyatanya menggiring tuduhan bahwa ia terlalu banyak melakukan campur tangan dalam berbagai urusan. Bahkan muncul kekhawatiran bahwa sebagai raja, Charles akan meninggalkan pendekatan peran netral dan apolitis ibunya terhadap monarki konstitusional.
Saat ini Charles telah mengesampingkan kekhawatiran itu. Dalam pidato perdananya, ia menegaskan kepada bangsanya bahwa dia tidak akan lagi meluangkan banyak waktu dan energi untuk masalah yang dia pedulikan.
Namun, itu tidak berarti pemerintahannya akan sama dengan Elizabeth. Ratu disebut sebagai figur yang berhasil memodernisasi monarki meski dia adalah produk dari era yang berbeda.
Raja telah menunjukkan gaya yang lebih informal dengan menyapa orang banyak, menerima ciuman dari seorang pendukung dan secara terbuka menyatakan cintanya kepada istri dan anak-anaknya.
Robert Lacey, penulis biografi kerajaan dan konsultan sejarah drama TV Netflix “The Crown,” mengatakan bahwa apa yang dulu dianggap sebagai kelemahan, sekarang mungkin menjadi kekuatan Charles.
“Charles selalu menjadi orang yang lebih emosional, (selalu) memakai hatinya dalam mengambil keputusan, lebih dari ibunya, dan dia telah dikritik uuntuk hal itu. Dan saat ini, perasaannya, emosinya dalam situasi berkabung dan dedikasi, dia mampu menyampaikan semua itu dengan sangat baik.”
Pekerjaan Sulit
Namun, tantangan yang lebih besar terbentang di depan Charles, termasuk bagaimana menghadapi putra-putranya yang bermusuhan: William, sekarang ahli warisnya, dan Harry.
Dia juga perlu merampingkan bentuk monarki untuk memangkas biayanya, terutama pada saat Inggris berisiko jatuh ke dalam resesi yang panjang dan sedang berjuang menghadapi inflasi yang merajalela.
Beberapa media mencatat bahwa tidak seperti warga Inggris lainnya, Charles tidak membayar pajak warisan. Selain itu Charles diketahui akan memiliki 10 rumah dan istana di seluruh negeri.
Mantan ajudan itu mengatakan Charles ingin memastikan bahwa monarki menghasilkan “nilai uang,” meskipun melucutinya terlalu jauh berarti kehilangan sebagian “keajaibannya.”
Namun “Charles memiliki pekerjaan yang sangat berat di tangannya, pekerjaan yang sangat sulit,” kata Howard Davis, 62, yang melakukan perjalanan dari rumahnya di Dundee untuk melihat peti mati ratu ketika dibawa ke Edinburgh.
“Dia memiliki porsinya sendiri.”
Petugas kesehatan Elizabeth Shaw, 34, salah satu dari mereka yang memberi penghormatan di peti mati ratu di Skotlandia, mengatakan mangkatnya ratu yang begitu populer adalah waktu yang logis untuk mengambil tindakan.
“Karena agama kurang berperan dalam masyarakat, orang mempertanyakan peran keluarga kerajaan,” katanya. “Orang-orang tidak hanya mau menerima bahwa Tuhan telah memilih orang-orang ini untuk bertanggung jawab, mereka menginginkan bukti dan memiliki suara,” tukasnya. [ah/rs]