Mengikuti kelas malam di sekolah bisnis di Institut Pertanian Bogor (IPB), seharian mengawasi kebunnya di kawasan Warungkondang, Cianjur dan menerima pengunjung serta tamu-tamu yang ingin mengajak berkolaborasi. Begitulah kesibukan petani milenial Sandi Octa Susila pada salah satu akhir pekannya baru-baru ini.
Lelaki kelahiran 1991 ini mulai berwirausaha tani ketika kuliah semester 5 di IPB. Tahun 2015, ia memasarkan produk-produk hortikultura di indotrading.com di bawah bendera Mitra Tani Parahyangan. Sandi, yang kini mengelola lebih dari 120 hektare lahan milik pribadi dan milik 385 petani binaannya,
“Juga (bergerak) di hilir untuk modern market, lalu punya toko sendiri, punya olahan aneka sambal, aneka bakso, juga peternakan,” ungkapnya.
Rizal Fahreza sebaya dengan Sandi. Berlatar belakang keluarga petani dan pendidikan tinggi di IPB, selepas kuliah ia mendapat kesempatan mengenyam sejumlah simposium dan kursus singkat pertanian di luar negeri. Ini membuatnya berpikir untuk kembali ke kampung halamannya, Garut, dan lebih serius menekuni bidang pertanian.
Pada tahun 2014, ia merintis budi daya jeruk, disusul dengan komoditas cabe. Kini, untuk mengembangkan usahanya, ia masih membutuhkan lahan yang lebih luas dari sekitar 65-70 hektare lahan milik pribadi dan para petani, yang telah dikelolanya. Di bawah payung perusahaan EPTILU (Fresh From Farm), selain melanjutkan usaha tani jeruknya, pada 2017 ia membuka agro edu wisata kebun jeruk, serta Center Of Training & Education Youth Agripreneur.
Kementan Berdayakan Petani Muda
Sandi dan Rizal adalah bagian dari Duta Petani Milenial. Ini adalah salah satu program Kementerian Pertanian (Kementan) untuk menciptakan sosok idola yang nyata bagi petani muda.
Kepala Pusat Pendidikan Pertanian Kementan Idha Widi Arsanti mengatakan, ketika diluncurkan pada tahun 2019, Kementan menetapkan 21 Duta Petani Milenial. Tahun berikutnya, 67 duta dan tahun 2021 Presiden Jokowi melantik 2.213 duta dari 34 provinsi.
Ia memandang upaya menciptakan figur Duta Petani Milenial telah berperan dalam segera mengubah pola pikir anak-anak muda, yang semula menganggap petani sebagai pekerjaan kotor, tanpa masa depan dan tanpa pendapatan memadai.
Saat ini, petani muda jumlahnya 30% dari petani secara keseluruhan.
“Dua tahun yang lalu, saat belum ada program pengembangan petani milenial, proporsinya 20%.”
Pentingnya Ilmu dan Pendidikan
Hasil survei terbaru lebih menggembirakan lagi bagi Idha. Dua tahun silam, anak-anak muda yang mau menjadi petani, sebagian besar berlatar belakang pendidikan SMA. Kini, sebagian besar dari mereka berlatar belakang pendidikan S1.
Ia berharap ini dapat dipertahankan. Sarjana, lanjutnya, sudah cukup kedewasaannya, telah menjalani proses pembelajaran selama pendidikan di perguruan tinggi dan cukup tangguh untuk memulai usaha pertanian yang berkelanjutan. Namun, lanjutnya, mereka yang tidak memiliki pendidikan formal tinggi dapat menutupnya dengan mengikuti pelatihan.
Rizal juga mendasarkan pada ilmu saat merintis usahanya. Selain melihat pasar, ia memulai usahanya dengan “Apa yang saya tahu dulu, yang saya pelajari dulu di IPB, sehingga ketika saya merintis berdasarkan ilmu pengetahuan, ketika ada kesalahan, ada faktor koreksi untuk saya evaluasi.”
Pendidikan yang tinggi mengembangkan cara berpikir yang ampuh dalam menemukan solusi masalah, lanjutnya.
Sandi memutuskan usaha untuk masa depannya setelah membaca data pertumbuhan sektor pertanian 12,59%, lebih tinggi daripada sektor-sektor lain. Kepada para petani milenial lainnya, Sandi mengingatkan, “Keliru kalau menganggap bahwa usaha itu cukup dengan adrenalin karena mereka seorang risk taker, ciri seorang pengusaha.”
Tidak benar juga bila dikatakan berwirausaha tidak memerlukan pendidikan tinggi. Wirausahawan, lanjutnya, harus mampu mengalkulasi dengan ilmu.
Berkat menggabungkan teori dan empiris selama menjalankan usahanya, Sandi merasakan percepatan usaha yang pesat. Karena itulah baginya, batas minimum ilmu yang harus dimiliki adalah pendidikan yang setinggi-tingginya.
Proyek Baru
Mengenang pengalamannya merasa ‘sendirian’ tanpa uluran tangan berbagi ilmu sewaktu memulai usahanya, Sandi kemudian mendirikan lembaga pelatihan. Ia bercita-cita meluaskan target pesertanya.
“Kalau yang datang kemarin itu hanya orang-orang yang berpendidikan, pensiunan, orang yang sudah berpikir pertanian itu bonafide, saya ingin menyasar ke TK, SD, dan SMP dengan cara membuatnya menarik, dengan agro edu wisata.”
Sekarang ini, bekerja sama dengan PTP VIII, ia menyiapkan proyek agro edu wisata di Cianjur sebagai inovasinya awal 2023. Pengunjung nantinya antara lain mendapat pengalaman panen di kebun, mengikuti pelatihan, menikmati suasana di tengah perkebunan teh dan pohon-pohon pinus di ketinggian dengan pemandangan kota Cianjur dan Sukabumi di bawahnya.
Sementara itu Rizal, yang belum sempat melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, kini sibuk mengimplementasikan apa yang ia pelajari dari berbagai kursus singkat yang rajin diikutinya.
Salah satunya, setelah mempelajari teknologi rumah kaca di AS, adalah mengembangkan rumah kaca untuk memproduksi tanaman secara efisien dengan precision farming. Rumah kaca yang ia rencanakan untuk diluncurkan pada tahun ini juga akan menjadi salah satu yang terbesar dan tercanggih di Garut.
Prospek Wirausaha di Sektor Pertanian
Lantas seberapa optimistiskah mereka dalam menekuni sektor pertanian?
Rizal mengingatkan tentang ketangguhan sektor pertanian. “Di saat pandemi kemarin kan, hanya sektor pertanian yang tumbuh sebagian besar positif, sementara sektor lain ambruk,” tuturnya.
Sementara itu, Sandi menyatakan selama manusia hidup dan membutuhkan makanan, maka bisnis pertanian tidak akan mati. Untuk menggapai mimpi besar Indonesia menjadi Lumbung Pangan Dunia pada tahun 2045, ia mengingatkan generasi milenial,“… ketika benar kalian melangkah hari ini, dengan berjejaring, belajar bersama-sama, mencari mentor, perhatian terhadap sektor pertanian, based on scientific, mimpi-mimpi yang diinginkan negara semakin mudah terwujud,” tandasnya.
Lantas kapan saat yang tepat untuk menjadi pengusaha pertanian milenial? Idha menegaskan, “Sekarang juga, jangan ragu-ragu, jangan ditunda-tunda. Karena kita punya kesempatan yang cukup banyak, lingkungan kewirausahaan pertanian yang cukup kondusif. Banyak mitra atau rekan yang dapat diajak bersama-sama mengembangkan usaha.” [uh]
Artikel ini bersumber dari www.voaindonesia.com.