Kerusuhan yang terjadi di stadion Kanjuruhan, Malang, selepas pertandingan antara Arema FC melawan Persebaya pada Sabtu (1/10) disebabkan oleh cara penanganan para aparat keamanan yang terlalu berlebih, ungkap pendukung Arema FC, Aremania.
Dadang Indarto, seorang Aremania yang hadir di stadion saat insiden tersebut terjadi, mengatakan kepanikan dan gas air mata adalah penyebab utama jatuhnya banyak suporter yang meninggal dunia selepas pertandingan yang tidak dihadiri oleh pendukung Persebaya itu.
“Utamanya gas air mata, kepanikan, dan juga tembakan gas air mata yang diarahkan ke tribun, itu penjelasan dan penyebab utama dari banyaknya korban (yang berjatuhan),” ujar Dadang pada Senin (3/10) malam.
Kepanikan akibat gas air mata memicu sebagian besar penonton yang panik untuk segera keluar dari stadion dalam waktu bersamaaan. Namun, ternyata tidak semua pintu keluar stadion terbuka, sehingga para penonton saling berdesakan. Sejumlah korban meninggal di jalan menuju pintu keluar stadion akibat kerumunan yang saling berdesakan tersebut.
“Karena mulai ditembaki beberapa kali, termasuk di tempat VIP bersama temanku di awal, mulai perih, sepertinya orang-orang yang membawa anak kecil di depanku itu mulai, ‘ayo-ayo tidak kuat ini.’ Kita juga mulai sesak, tidak kuat, akhirnya turun. Turun itu benar-benar berdesakan sekali. Jadi turun tangga seperti ngawang (melayang) seperti turun saja, sampai depan hal yang paling menakutkan terjadi,” kata Via Soraya, suporter Arema yang harus berjuang menyelamatkan diri dari tribun VIP pada insiden yang terjadi pada Sabtu itu.
Sejumlah suporter lain yang jauh dari titik tembakan gas air mata, juga turut merasakan sesak napas. Jonatan Rizky, seorang suporter Arema yang juga berada di dalam stadion, mengaku merasakan sesak nafas akibat tembakan gas air mata yang dilancarkan polisi. Jonatan bersama sejumlah pendukung lainnya sempat ikut menyelamatkan sesama suporter yang kekurangan oksigen untuk dapat keluar dari stadion.
“Di situ saya melihat itu, kita tidak lagi ngomong masalah sepak bola, cuma kemanusiaan saja. Saya melihat banyak jenazah berceceran, bahkan ada yang masih selamat, tapi kondisinya mungkin sudah parah. Akhirnya saya inisiatif sebagai kemanusiaan saja, saya mau menolong,” ujarnya.
Peristiwa kelam di Kanjuruhan tersebut telah menelan setidaknya 125 korban jiwa dengan 180 orang sisanya terluka.
Dadang membantah tuduhan bahwa suporter yang turun ke lapangan usai pertandingan berakhir, menjadi penyebab awal terjadinya kerusuhan. Selain itu, Aremania, kata Dadang, meminta pihak berwenang memberikan data yang benar terkait jumlah korban meninggal, serta penyebab sebenarnya atas tragedi tersebut.
“Tolong buka data yang sebenar-benarnya berapa yang meninggal dunia. Yang kedua, kita Aremania minta tolong dari pihak kepolisian atau dari pihak TNI untuk memberikan fakta yang sebenar-benarnya, tidak membalikkan fakta, kami yang dituduh menyerang pihak aparat, kenyataanya tidak seperti itu,” ucapnya.
“Tidak ada penyerangan terhadap aparat, tidak ada penyerangan terhadap pemain-pemain Persebaya. Dua orang itu teman saya yang turun ke lapangan, hanya memberikan support kepada pemain Arema, tidak untuk mengintimidasi atau pun menyerang pemain Arema dan official, tidak ada sama sekali,” pungkas Dadang. [pr/rs]
Artikel ini bersumber dari www.voaindonesia.com.