Menyinggung secara tidak langsung invasi Rusia ke Ukraina, Paus Fransiskus mengatakan kepada para pemimpin Gereja Ortodoks Rusia dan para pemimpin agama lainnya pada hari Rabu (14/9) bahwa agama tidak boleh digunakan untuk membenarkan “kejahatan” perang dan bahwa “Tuhan tidak boleh disandera oleh manusia yang haus akan kekuasaan.”
Fransiskus membuka konferensi lintas agama di bekas republik Soviet di Kazakhstan dengan mengajak para delegasi untuk bersatu dalam mengutuk perang dan pembenaran agama untuk itu.
Ia mengutip seorang penyair Kazakhstan yang mengatakan bahwa “Dia yang membiarkan kejahatan dan tidak menentangnya tidak dapat dianggap sebagai seorang penganut agama sejati. Ia adalah orang yang beriman setengah hati.”
Di antara 80 imam, patriark, rabi dan mufti adalah Metropolitan Anthony, yang bertanggung jawab atas hubungan luar negeri untuk Gereja Ortodoks Rusia, yang dengan tegas mendukung invasi Rusia. Bosnya, Patriak Kirill, seharusnya berpartisipasi dalam kongres itu tetapi membatalkannya bulan lalu.
Kirill mendukung invasi Rusia atas dasar spiritual dan ideologis, dan menyebutnya sebagai pertempuran “metafisik” dengan Barat. Ia memberkati pasukan Rusia yang berperang dan memunculkan gagasan bahwa orang-orang Rusia dan Ukraina sebetulnya bangsa yang sama.
Paus Fransiskus tidak menyebut Rusia atau Ukraina dalam sambutannya di konferensi Kazakhstan. Tetapi ia bersikeras bahwa para pemimpin agama sendiri harus memimpin dalam mempromosikan budaya perdamaian, karena akan munafik untuk mengharapkan bahwa orang-orang yang tidak percaya akan mempromosikan perdamaian jika para pemimpin agama tidak melakukannya.
“Jika Sang Pencipta, kepada siapa kita mengabdikan hidup kita selama ini, adalah pencipta kehidupan manusia, bagaimana mungkin kita yang menyebut diri kita orang-orang beriman menyetujui penghancuran kehidupan itu?” tanyanya. “Mengingat kesalahan dan kesalahan masa lalu, mari kita satukan upaya kita untuk memastikan bahwa Yang Mahakuasa tidak akan pernah lagi disandera oleh kehausan manusia akan kekuasaan.”
Fransiskus kemudian mengajukan tantangan kepada semua orang di ruangan itu untuk berkomitmen menyelesaikan perselisihan melalui dialog dan negosiasi, bukan dengan senjata.
“Semoga kita tidak pernah membenarkan kekerasan. Semoga kita tidak pernah membiarkan sesuatu yang suci dieksploitasi oleh yang tidak suci. Yang suci tidak boleh menjadi penyangga untuk kekuasaan, atau kekuasaan tidak boleh menjadi penyangga bagi yang suci!.”
Kirill mengirim pesan ke kongres itu yang dibacakan oleh Anthony. Di dalamnya, patriark Rusia tidak menyebut perang tetapi secara umum masalah selama dua dekade terakhir yang disebabkan oleh “upaya untuk membangun dunia tanpa mempertimbangkan nilai-nilai moral.” [ab/uh]
Artikel ini bersumber dari www.voaindonesia.com.