tribunwarta.com – Jakarta, CNBC Indonesia – Sebelum pesawat Air France rute London-Paris lepas landas pada 1981, Jane Birkin dibuat repot oleh keranjang anyaman yang dibawanya. Keranjang tersebut berisi penuh barang bawaan penyanyi asal Inggris itu. Ketika dimasukkan ke penyimpanan, tutup keranjangnya lepas. Seketika, seluruh isinya jatuh dan berserakan di lantai pesawat.
Jelas, penumpang di sampingnya risih. Apalagi, penumpang itu bukan orang biasa, melainkan bos Hermès Jean-Louis Dumas yang sangat mengerti dunia tas.
Dia lantas memperkenalkan diri kepada Birkin. Dengan sopan, Dumas lalu meminta Birkin untuk membuat ilustrasi tas sesuai impiannya.
Di atas kantung kertas yang biasa disediakan di pesawat, Birkin menggambar ilustrasi tas idamannya: berbentuk tas jinjing, tetapi lebih besar dari tas Hermès pada umumnya. Keduanya lantas terlibat dalam percakapan intens selama terbang satu jam di udara.
Pertemuan keduanya ini kelak jadi titik balik perkembangan dunia fesyen.
Tiga tahun berselang, ilustrasi tersebut sukses diwujudkan oleh Dumas dan timnya di Hermès. Tasnya besar, tetapi tidak melupakan nilai fungsional, estetis, dan tentu saja kemewahan. Kemudian, hasil karya itu dinamai ‘Birkin’ sesuai dengan inspirasi asal tas tersebut.
Birkin jadi jawaban atas keluhan orang-orang kaya yang ingin mempunyai tas berukuran besar yang bisa menampung barang tanpa kehilangan unsur kemewahan. Oleh karena itu, kata Britanny Newsom dalam Birkin Demand: A Sage & Stylish Investment (2016), “Dalam sekejap, tas tersebut menjelma menjadi salah satu simbol kekayaan,” tulis Britanny Newsom dalam Birkin Demand: A Sage & Stylish Investment (2016).
Hermès membuat tas Birkin dengan ukuran 25-40 cm yang terbuat dari kulit buaya, kulit burung unta, kulit kadal, dan kulit ular. Proses pembuatannya pun dilakukan secara manual oleh manusia tanpa mesin untuk memenuhi standar etika yang ketat. Karenanya, harga tas Birkin mulai dari US$7.000 (atau sekitar Rp100 juta) hingga yang termahal bisa mencapai miliaran rupiah untuk edisi terbatas yang super eksklusif.
Meski memiliki uang sebanyak itu pun, Anda tidak dapat langsung membelinya. Hermès menerapkan sistem kuota untuk pembelian Birkin. Artinya, tidak semua orang dapat langsung menenteng Birkin usai mendatangi gerai Hermès. Namun, jika memenuhi kuota yang ada, pembeli dapat menentukan bahan kulit dan warna dari tas Birkin. Atas kebijakan inilah, Birkin kerap dinobatkan sebagai tas paling eksklusif di dunia dan karenanya harganya sangat mahal.
Sistem kuota yang diterapkan Hermes menjadikan Birkin sebagai barang langka yang kerap menjadi buruan kolektor. Tas mewah ini juga kerap dijadikan instrumen investasi karena bisa menghasilkan return lebih baik dari emas bahkan saham.
“Data menunjukkan bahwa sejak diperkenalkan, barang ini tidak pernah menurun nilainya. Bahkan, di masa ketidakpastian ekonomi, tas Hermès-Birkin tetap digdaya,” ungkap Britanny Newsom.
Lalu, apa yang membuat tas Hermes bisa lebih menguntungkan dibanding emas atau bahkan saham?
Ini karena risiko investasi tas mewah tersebut jauh lebih rendah dibanding saham dan emas.
Dalam studi Baghunter pada 2016, sejak tas Birkin muncul pada 1981, harganya melampaui S&P 500 (salah satu indeks saham di AS) dan emas. Return tahunan Birkin sebesar 14,2%, sementara rata-rata return tahunan S&P 500 sebesar 8,7% per tahun dan emas sebesar -1,5%.
Ini terjadi karena harga emas terus berfluktuasi selama bertahun-tahun, berbeda dengan tas Birkin yang demand-nya selalu tinggi. Meskipun tas mewah ini telah mengalami beberapa kali fluktuasi, nilainya tetap positif. Artinya, tidak pernah ada orang yang rugi ketika menjual kembali tas Birkin.