tribunwarta.com – Chow Kit merupakan salah satu daerah di pusat Kota Kuala Lumpur yang cukup terkenal bagi banyak kalangan di Malaysia yang ingin berburu kuliner khas Indonesia.
Ada juga yang menyebut Chow Kit sebagai “Little Jakarta” saking banyaknya WNI yang ada di sana. Tidak heran jika kuliner khas Indonesia mudah dijumpai di kawasan itu.
Berbagai kedai hingga restoran yang menyajikan makanan khas Indonesia, mulai dari masakan Padang, khas Jawa Timur, Jawa Tengah, Sunda, Aceh, hingga Palembang bisa ditemukan di lokasiitu. Keberedaannyaberselang-seling dengan kedai-kedai dan restoran yang menyajikan kuliner khas dari Malaysia maupun India.
Jika ingin merasakan masakan Minang bisa menemukan restoran nasi kapau atau Restoran Sederhana yang terletak di Jalan Tuanku Abdul Rahman, Batagor dan SiomayBandung Mang Ujang di Jalan Chow Kit, satai padang dan lontong sayur di Jalan Raja Alang, serta Bakso Sido Mampir di Jalan Tuanku Abdul Rahman.
Kuliner khas Indonesia lainnya seperti gado-gado, pecel, rujak lontong, satai ayam maupun satai kambing hingga pempek juga dapat dijumpai di daerah tersebut. Bahkan cilok, jajanan khas Sunda yang biasa disajikan lengkap dengan bumbu kacang dan kecap, pun ada yang menjualnya di daerah tersebut.
Mintarsih Warijan, seorang WNI yang juga menggemari penganan tersebut mengatakan cukup sering menikmati cilok yang dijual di rumah toko yang tidak begitu jauh letaknya dari Stasiun Monorel Chow Kit yang ada di Jalan Tuanku Abdul Rahman.
Pelanggannya, menurut dia, bukan hanya mereka yang ada di Kuala Lumpur karena sering saat membeli ke sana bertemu juga dengan mereka yang datang dari luar kota, salah satunya dari Johor Bahru.
Beberapa kedai makanan khas Indonesia yang ada di Jalan Raja Bot dan Raja Alang, Chow Kit, Rabu (4-1) sore, juga terlihat cukup ramai menerima pesanan daring maupun oleh para
pengunjung.
Salah satunya adalah Martabak Ningrat yang dikelola oleh pasangan suami istri asal Cirebon dan Kendal, Tono Hadi Ningrat dan Siti Rahmatun.
Menurut Tono, Martabak Ningrat tersebut dipercayakan pengelolaannya kepada dirinya dan sang istri. Pemilik usaha tersebut berasal dari Indonesia, tepatnya dari Surabaya.
Berdiri sejak tahun 2021, Martabak Ningrat sudah banyak digemari bukan hanya oleh WNI di sana, melainkanjuga pelanggan warga Malaysia.
Bahkan, menurut Tono, mereka pernah menerima pesanan ratusan porsi untuk hidangan di sebuah pernikahan. Mereka membuat adonan hingga memasaknya di lokasi pernikahan.
Jika pada hari biasa martabaknya biasa terjual sebanyak 80 sampai dengan 90 kotak per hari, maka saat akhir pekan atau hari libur, angka penjualan bisa melejit hingga 130 kotak per hari.
Wijsman Butter yang terpajang rapi di etalase toko dikirim langsung dari Indonesia sebagai salah satu bahan utama untuk mempertahankan kelezatan cita rasa asli Indonesia pada martabak yang mereka buat.
Berbagai macam menu martabak manis dengan topping(lapisan atas) keju, cokelat, dan bahkan selai bermerekmaupun martabak asin dengan isian daging sapi ditawarkan di sana. Kisaran harga yang ditawarkan yaitu RM15-RM30 atau sekitar Rp53 ribu hingga Rp106 ribu per satu porsi martabak.
Pembeli yang mungkin sedang “mager” alias malas gerak untuk keluar rumah bisa memesan martabak ini secara daring melalui aplikasiatau menelepon langsung ke nomor Pak Tono dan pesanan akan dikirimkan menggunakan jasa Lalamove.
Selanjutnya, terdapat Warung Soto Lamongan (Wasola) yang hanya berjarak sekitar 400 meter dari tempat usaha martabak tersebut. Warung yang banyak menyajikan menu khas Jawa Timur tersebut juga menjadi salah satu destinasi wajib bagi para pemburu kuliner Indonesia.
Berlokasi tepat di kompleks Wisma Sabaruddin, Chow Kit, Wasola menyediakan bermacam makanan khas Indonesia, mulai dari soto lamongan, rawon, ayam penyet, bakso, pecel lele, satai kambing, hingga satai ayam.
Dinda Noraiun, mahasiswa Indonesia yang tengah melaksanakan program pertukaran pelajar di Universiti Teknikal Malaysia Melaka, sore itu terlihat sedang menikmati makanan yang ia pesan di sana bersama teman-temannya.
Ia mengaku tertarik untuk mendatangi warung tersebut setelah dirinya bersama temannya melihat ulasan pada mesin pencarian Google bahwa Wasola mempunyai rating yang cukup tinggi di sana.
“Hujan, kan … terus kayak kepikiran enak nih yang kuah-kuah, terus kayak kangen rawon, soto. Terus pas searching di Google Maps tadi yang paling tinggi di sini, walaupun jauh bintangnya tinggi 4,7,” ujar Dinda.
Ardelia Junilla, mahasiswa Indonesia asal Jakarta yang tengah melaksanakan program pertukaran pelajar di Universiti Teknikal Malaysia Melaka, mengaku terkejut karena harga yang ditawarkan relatif murah.
“Dan juga harganya enggak beda jauh sama yang di Jawa Timur. Lebih murah malah,” kata dia.
Itu kali pertama mereka menjajal makanan Jawa Timuran di Wasola dan ternyata rasanya tidak beda dengan yang dirasakannya di Jawa Timur. Dela, sapaan akrab dari Ardelia, merupakan mahasiswa dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), sehingga cukup hapal rasa rawon yang asalnya dari Jawa Timur itu.
Dengan uang RM8,5 atau sekitar Rp30 ribu, pengunjung sudah dapat menyantap soto lamongan beserta nasi putih. Menu lainnya juga bisa dinikmati dengan harga rata-rata di bawah RM14 sekitar Rp49 ribu per porsi.
Kerinduan keduanya pada makanan Indonesia terbayar dengan menikmati rawon di Wasola, yang menurut mereka rasanya autentik dan enak sesuai dengan rating yang ada dan suasana warung yang terlihat “Indonesia banget”.