Andrews mendesak negara-negara anggota PBB membentuk koalisi -,seperti yang mereka lakukan di Moskow atas Ukraina,- untuk menargetkan dan menekan pemerintah militer Myanmar.
Myanmar berada dalam krisis sejak tentara menggulingkan pemerintah terpilih pemimpin Aung San Suu Kyi pada Februari 2021, menahannya dan pejabat lainnya dan melancarkan tindakan keras berdarah terhadap protes dan perbedaan pendapat lainnya.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
Dewan Keamanan PBB telah lama terpecah di Myanmar, dengan para diplomat mengatakan Tiongkok dan Rusia kemungkinan akan melindungi junta dari tindakan keras. Karenanya, Andrews mengatakan, koalisi negara seharusnya menargetkan junta dengan sanksi dan embargo senjata.
“Masyarakat internasional harus mengoordinasikan upaya mereka untuk menargetkan mereka, dan kemudian bekerja sama untuk menerapkan langkah-langkah ini,” kata Andrews dilansir dari AFP, Kamis, 27 Oktober 2022.
“Itu tidak dilakukan sekarang. Bukan karena kami tidak tahu bagaimana melakukannya. Kami tahu bagaimana melakukannya. Jika Anda ingin buku pedoman, lihat Ukraina,” sambungnya.
Baca juga: Uni Eropa Anggap Situasi Myanmar Krisis Paling Mendesak di Dunia
Amerika Serikat dan sekutu Eropa telah mengoordinasikan penerapan sanksi mereka terhadap Rusia sejak Moskow menginvasi negara tetangga Ukraina pada 24 Februari.
“Beberapa jenis senjata yang digunakan untuk membunuh orang di Ukraina digunakan untuk membunuh orang-orang Myanmar. Dan senjata itu berasal dari sumber yang sama – mereka berasal dari Rusia,” ungkap Andrews.
Setelah Andrews memberi pengarahan kepada komite hak asasi manusia Majelis Umum PBB kemarin, Wakil Duta Besar Rusia untuk PBB Gennady Kuzmin mempertanyakan laporannya, dengan mengatakan itu “sering tidak didukung oleh fakta”.
“Bukan terserah Anda untuk mengatakan senjata siapa yang membunuh warga sipil, orang tua, wanita, anak-anak di seluruh dunia. Anda telah ditunjuk sebagai Pelapor Khusus Myanmar, jadi berurusanlah dengan Myanmar, bukan Ukraina,” kata Kuzmin kepada komite tersebut.
Bulan lalu, Inggris mengusulkan rancangan resolusi Dewan Keamanan PBB kepada 15 anggota badan yang akan menuntut diakhirinya semua kekerasan di Myanmar, mengancam sanksi PBB dan menyerukan junta untuk membebaskan semua tahanan politik, termasuk Aung San Suu Kyi. Draf yang direvisi diedarkan ke dewan minggu ini.
Tidak jelas kapan pemungutan suara dapat dilakukan. Untuk lolos, sebuah resolusi membutuhkan sembilan suara yang mendukung dan tidak ada veto oleh Tiongkok, Rusia, Amerika Serikat, Prancis atau Inggris.
Andrews juga mengecam Malaysia karena mendeportasi lusinan warga negara Myanmar. “Menurut pendapat saya, mereka akan menghadapi penyiksaan dan kemungkinan besar eksekusi,” kata dia.
“Terus terang saya akan terkejut jika mereka masih hidup sekarang. Ini keterlaluan, tidak dapat diterima dan menjadi pelanggaran berat terhadap hukum internasional,” pungkasnya.
(FJR)
Artikel ini bersumber dari www.medcom.id.