“Kami menilai rumput laut adalah salah satu komoditas yang jadi kekuatan Indonesia khususnya di pasar internasional,” kata Direktur Perencanaan Sumber Daya Alam Kementerian Investasi/BKPM Ratih Purbasari Kania dalam Bincang Bahari bertajuk Peluang Investasi Usaha Rumput Laut, dilansir Antara, Selasa, 25 Oktober 2022.
Ratih menjelaskan Indonesia merupakan pengekspor rumput laut terbesar kedua untuk produk konsumsi dan penggunaan industri.
“Setelah melakukan koordinasi serta konsultasi, kami menentukan jenis usaha dan juga lokasi pengembangan rumput laut tersebut yang paling sesuai yaitu di Provinsi Sulawesi Selatan karena merupakan salah satu dari lima sentra rumput laut di Indonesia,” jelasnya.
Berdasarkan data 2020, Sulsel jadi produsen terbesar di Indonesia dengan total produksi mencapai 3,4 juta ton. Ada pun luas area pengembangan rumput laut di provinsi tersebut mencapai 540,6 ribu hektare yang saat ini pemanfaatannya baru sekitar 40,3 ribu hektare dengan komoditas utama Cottonii dan Gracilaria.
Ratih mengemukakan proyek budi daya rumput laut tersebut masuk dalam daftar 22 proyek di 13 provinsi di rencana penyusunan Peta Peluang Investasi (PPI) pada 2022. Ke 22 proyek tersebut terdiri dari 11 proyek bidang pemanfaatan sumber daya alam dan 11 proyek bidang industri manufaktur.
Secara rinci, ada 11 proyek investasi yang masuk dalam enam klaster bidang pemanfaatan sumber daya alam, yaitu klaster perkebunan, hortikultura, tanaman pangan, peternakan, perikanan dan energi.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
Sementara 11 proyek lainnya masuk bidang industri manufaktur untuk klaster industri kimia, industri aneka, industri logam, industri mesin, industri alat transportasi dan industri elektronika. Ratih menjelaskan, saat ini pihaknya masih menyusun pre-feasibility study (pra studi kelayakan) proyek-proyek tersebut.
“Sekarang masih dalam proses pembuatan pra-FS. Jadi masih kami hitung, masih belum di-launching,” ucapnya.
Adapun untuk 2020-2021, Kementerian Investasi/BKPM telah merilis 47 proyek PPI berkelanjutan berupa pra-FS dengan potensi nilai investasi sebesar Rp155,12 triliun.
(ANN)
Artikel ini bersumber dari www.medcom.id.